Muhammadiyah Usul Sidang Isbat Idul Fitri 2024 Ditiadakan, Ini Kata Kemenag

Nasional

Muhammadiyah Usul Sidang Isbat Idul Fitri 2024 Ditiadakan, Ini Kata Kemenag

Zunita Putri/Farih Maulana Sidik - detikJateng
Jumat, 08 Mar 2024 20:24 WIB
Ilustrasi pemantauan hilal
Ilustrasi Sidang Isbat. Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Solo -

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mengaku tak setuju dengan usul Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Usulan tersebut menyangkut Sidang Isbat yang menurutnya tak perlu dilakukan untuk menentukan Idul Fitri 1445 H atau lebaran 2024.

"Saya tidak sependapat, menurut saya itu sidang isbat sangat positif. Kita melihat sidang isbat itu bagian dari upaya pemerintah untuk mencari titik temu dan menyatukan segenap ormas Islam se-Indonesia agar bisa bersatu," kata Gus Fahrur kepada wartawan, Kamis (7/3/2024), dilansir detikNews.

Lebih lanjut Fahrur menjelaskan bahwa penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri di berbagai negara Islam dilakukan oleh pemerintah. Dia mengatakan hal itu menyebabkan tidak ada perbedaan penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ini kita sepakati bersama di Indonesia, alangkah baiknya sehingga semua umat Islam berhari raya dengan lebih kompak dan menyenangkan. Semua ormas Islam se-Indonesia bersatu tidak perlu bersusah payah menentukan hari raya, cukup mengikuti keputusan pemerintah," jelasnya.

"Kementerian Agama RI mempunyai banyak tenaga ahli dari kalangan akademisi dan ulama-ulama untuk melakukan penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri sesuai standar syariat Islam," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Tanggapan Kementerian Agama

Senada dengan PBNU, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib mengatakan sidang isbat ini penting dilakukan. Apalagi digunakan sebagai forum pengambilan keputusan bagi umat Islam untuk menentukan Awal Ramadan.

"Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran," ujar Adib dikutip detikNews dari website Kemenag, Jumat (8/3/2024).

Selain itu, menurut Adib, sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriah. Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan.

Sehingga, sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan. Apalagi, Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler.

Adapun Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional. Sidang isbat sudah berlangsung sejak dekade 1950-an ada juga sebagian sumber menyebut tahun 1962.

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

"Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat," jelas Adib.

Baca selengkapnya di halaman berikut.

Lebih lanjut, Adib mengatakan sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah bukan hanya dilakukan Indonesia saja. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya. Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

"Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat," kata Adib.

Adib juga menegaskan peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

"Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada," pungkasnya.

Alasan Muhammadiyah

Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti sebelumnya telah mengusulkan agar sidang isbat untuk menentukan Idul Fitri 2024 ditiadakan saja. Usul dilakukan karena Ia memperkirakan posisi hilal sudah dipastikan terlihat dan memenuhi kriteria MABIM (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

"Posisi hilal menurut hisab sudah sangat tinggi. Menurut kriteria MABIM maupun hisab hakiki wujudulhilal sudah bisa dipastikan hilal akan terlihat," kata Mu'ti kepada wartawan, Kamis (7/3/2024), dilansir dari detiknews.

Abdul Mu'ti juga menambahkan dengan meniadakan sidang isbat ini bisa sekaligus untuk menghemat anggaran negara.

"Bisa untuk menghemat angaran negara," tambahnya.

Kemudian Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil menanggapi hal ini dengan mengimbau masyarakat agar tetap menjaga ukhuwah Islamiyah karena akan terjadi potensi perbedaan Awal Ramadan.

"Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi," ucap Yaqut, dalam keterangan tertulis, Rabu (6/3/2024), seperti dilansir detikNews.

Kemudian, karena ada prediksi tentang perbedaan awal Ramadan, Yaqut sebagai Menteri Agama (Menag) meminta umat Islam untuk tetap melaksanakan ibadah dan menjaga toleransi.

"Umat Islam agar melaksanakan ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri sesuai dengan syariat Islam dan menjunjung tinggi nilai toleransi," ujar Yaqut.

Artikel ditulis oleh Herlin Pratiwi, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka detikcom.

Halaman 2 dari 2
(cln/ahr)


Hide Ads