Gugatan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) terkait UU Pilkada ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatannya, mereka meminta MK menyatakan syarat pengunduran diri juga berlaku untuk caleg terpilih, alias tak hanya berlaku bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Dilansir detikNews, gugatan itu dilayangkan mahasiswa FH UI, Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, dan teregistrasi 9 Januari 2024.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tulis MK dalam amar putusannya, dilihat pada Kamis (29/2/2024). Putusan itu tetuang dalam nomor 12/PUU-XXII/2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, MK menilai gugatan pemohon tidak proporsional terkait dengan keharusan bagi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD untuk mengundurkan diri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada. Sebab dalam syaratnya hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinan jika maju Pilkada.
"Alasan pembentuk Undang-Undang bahwa jabatan DPR, DPD, dan DPRD adalah bersifat kolektif kolegial, sehingga jika terdapat anggota DPR, DPD, atau DPRD mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsinya, tidaklah cukup untuk dijadikan alasan pembedaan perlakuan tersebut," tulis MK, dikutip dari detikNews.
Dalam putusan ini terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari satu orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Dia menilai anggota legislatif yang harus mundur sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada.
"Sesuai Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10/2016, anggota legislatif aktif harus mundur dari jabatannya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan kepala daerah tanggal 22 September 2024, namun demikian dirinya masih menyandang status sebagai calon anggota legislatif terpilih yang belum dilantik pada 1 Oktober 2024. Pasal 53," ucapnya.
"A quo secara normatif hanya mengatur kewajiban mundur bagi anggota legislatif aktif, sehingga akan muncul pertanyaan apakah dalam situasi demikian maka yang bersangkutan ketika sudah dilantik menjadi anggota legislatif 2024 harus mundur dari jabatannya sebagai anggota legislatif untuk kedua kalinya. Ataukah dia tetap berhak menyandang status sebagai anggota legislatif karena pada saat dilantik menjadi anggota legislatif 2024 dirinya sudah melewati tahapan penetapan pasangan
calon kepala daerah," sambungnya.
(dil/apl)