Warga Magelang Sudah 3 Bulan Meninggal Masih Tercatat Nyoblos, Ternyata...

Warga Magelang Sudah 3 Bulan Meninggal Masih Tercatat Nyoblos, Ternyata...

Eko Susanto - detikJateng
Senin, 19 Feb 2024 17:53 WIB
Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M Habib Sholeh, Senin (19/2/2024).
Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M Habib Sholeh, Senin (19/2/2024). Foto: Eko Susanto/detikJateng
Magelang -

Bawaslu Kabupaten Magelang menelusuri dugaan adanya seorang pemilih yang dua kali mencoblos di TPS 15 Desa Sumurarum, Kecamatan Grabag. Sejumlah penyelenggara pemilu di TPS itu telah dimintai klarifikasi.

Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M Habib Sholeh mengatakan pemilih pria berinisial S itu diduga melakukan dua kali pencoblosan pada Rabu, 14 Februari. Kali pertama dia datang ke TPS 15 Desa Sumurarum untuk mencoblos menggunakan undangan atas nama dirinya.

Sekitar 15 menit kemudian, S kembali ke TPS 15 itu dengan membawa undangan atas nama ibunya yang telah meninggal tiga bulan sebelumnya. Pada kedatangan S yang kedua, petugas KPPS memberinya lima surat suara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami dapat laporan dari Pengawas TPS dan Panwasdes bahwa ada pemilih yang sudah meninggal dunia 3 bulan yang lalu mencoblos lagi. Bukan berarti yang bersangkutan bangkit dari kubur terus milih, tidak, tetapi surat suara yang bersangkutan harusnya TMS (tidak memenuhi syarat) itu masih digunakan oleh anaknya," kata M Habib Sholeh saat ditemui wartawan di kantornya, Senin (19/2/2024).

"Jadi pengguna surat suara meninggal itu adalah anaknya. Kami masih proses mencari informasi, mendudukkan persoalan pada tempatnya," sambung dia.

ADVERTISEMENT

Habib mengatakan hari ini pihaknya mengundang S, kemudian petugas KPPS, PPS, PPK dan KPU. Pengawas TPS dan Panwasdes juga diundang untuk dimintai klarifikasi.

"Untuk memberikan keterangan, sebenarnya duduk persoalannya apa. Karena di sana itu (TPS) banyak sekali kejanggalan. Jadi, jawaban dari yang dimintai keterangan itu justru melahirkan pertanyaan baru. Misalnya almarhumah sudah meninggal 3 bulan lalu, di sana kampung kecil, sehingga masing-masing orang saling mengenal," ujar Habib.

Habib juga menanyakan soal meninggalnya almarhumah yang berinisial D. Jawabnya, mereka mengaku saat itu turut melayat.

"Artinya semua penyelenggara pemilu di TPS ini tahu bahwa yang bersangkutan meninggal. Kedua, PPS memberikan salinan DPT, di mana salinan DPT tertulis yang bersangkutan meninggal. Atas nama ibu D ini dicoret, keterangannya meninggal dunia. Ya sudah meninggal baik secara fisiknya, maupun datanya sudah dianggap meninggal, namun surat undangan tetap dibagikan," ungkap Habib.

"Ketika diketahui meninggal harusnya ditarik lagi (undangan coblosan). Ini sudah meninggal tidak ditarik surat pemberitahuannya. Tadi KPPS beralasan hanya di bintek sekali, lewat zoom. Nah, kita konfirmasi pada PPS ternyata bintek 3 kali, dua beranggaran dan satu tidak beranggaran. Ada informasi yang tidak match, jadi undangan memilih harusnya tidak dibagikan, tapi dibagikan. Kalau sudah tahu, (harusnya) ditarik," sambung Habib.

Walhasil, S diduga dua kali mencoblos. Pertama, menggunakan surat suara sendiri. Kedua, menggunakan surat suara punya ibunya yang sudah almarhumah.

"Ini harus ketahuan. Karena di sana ada 7 orang KPPS, ada satu orang pengawas TPS. Harus saling mengkroscek dari awal. Ini tidak ada, dari 8 orang ini tidak ada yang mengingatkan," tandas Habib.

"Ketika dia mendaftar, mengisi daftar hadir, menerima surat suara, dia mencoblos. Kemudian mencelup tinta, yang pertama (mencoblos) tidak dicelupkan, ngaku dicelup, tapi tidak kena. Kan tidak logis karena pertama (mencoblos) masih pagi, tinta masih penuh, ini tidak. Yang kedua baru dicelup kena," kata Habib.

Habib menegaskan kejadian tersebut masih ditelusuri. Rencananya malam ini akan diputuskan soal perlunya dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) atau tidak di TPS tersebut.

"Kami harus melihat fakta-fakta di lapangan, kronologinya bagaimana. Jadi kami harus membuat kajian, kronologi, dan membuat kasus ini terang benderang. Kita tidak akan gegabah, tidak akan cari panggung, ini memang persoalan seperti apa, kita kaji, kita putuskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Grabag, Joko Muslim mengatakan pihaknya mendapat informasi dari Panwascam Grabag pada Jumat (16/2) malam, setelah kotak suara sampai di PPK.

"Dari pemeriksaan salinan (DPT) yang dipajang menemukan bahwa kehadiran 100 persen. Padahal di sana DPT 202, DPTb (tambahan) 1 orang, berarti yang hadir adalah 203. Itu menurut daftar hadir yang dilaporkan oleh Pengawas tingkat bawah," kata Joko.

"Kita langsung telepon Ketua PPS Desa Sumurarum untuk melakukan kroscek. Setelah dikroscek ternyata betul. Saya tanyakan, ini berarti yang meninggal hadir? Ada tanda tangannya dari versi Panwascam. Sehingga tidak mungkin orang yang sudah meninggal itu hadir. Akhirnya Panwascam Grabag meminta pendapat, ya monggo karena rekomendasi lahirnya dari Bawaslu Kabupaten Magelang," pungkas Joko.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads