Belakangan muncul sindiran Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Mahkamah Keluarga di media sosial. Sindiran ini muncul saat MK menangani gugatan batas usia capres dan cawapres. Lantas apa kata Ketua MK Anwar Usman?
"Saya perlu sampaikan bahwa saya menjadi hakim mulai 1985, itu sudah menjadi calon hakim sampai sekarang. Jadi sudah 30 sekian tahun. Ya alhamdulillah, saya memegang teguh sumpah saya sebagai hakim. Memegang teguh amanah dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar, amanah dalam agama saya yang ada dalam Al-Qur'an," kata Anwar Usman dalam jumpa pers soal pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023) dilansir detikNews.
Anwar menekankan jika tak ada konflik kepentingan di setiap pengambilan keputusan. Anwar mengaku meneladani sifat Nabi Muhammad SAW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anwar menceritakan kisah Nabi yang didatangi oleh bangsawan Quraisy untuk bisa melakukan intervensi dan meminta perlakuan khusus saat salah satu anak bangsawan Quraisy melakukan tindak pidana.
"Apa jawaban Rasulullah SAW? Beliau tidak mengatakan menolak atau mengabulkan permohonan dari salah seorang yang diutus bangsawan Quraisy ini. Beliau mengatakan, 'andaikan Fatimah anakku mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya'," jelasnya.
Anwar pun mengatakan dalam hukum, tak boleh adanya intervensi dan harus tegak lurus. Dia pun mengatakan itulah yang selalu dilakukannya setiap kali mengambil keputusan.
"Artinya menunjukkan bahwa hukum harus berdiri tegak, berdiri lurus, tanpa boleh diintervensi, tanpa boleh takluk, oleh siapa pun dan dari mana pun. Alhamdulillah, dalam semua perkara sejak saya menjadi hakim, dan saya sesuai dengan irah-irah dalam sebuah putusan," paparnya.
Lebih lanjut, Anwar mengatakan jika MK mengadili norma sebuah UU. "Tapi untuk ini sekali lagi, yang diadili adalah norma, pengujian undang-undang. Jadi norma abstrak, bukan mengadili fakta atau sebuah kasus," imbuh dia.
Sebelumnya, Anwar Usman dilaporkan kelompok pengacara ke Dewan Etik Hakim Konstitusi. Pelaporan dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), lewat surat Perekat Nusantara ke Ketua Dewan Etik Hakim Konstitusi, Rabu (18/10).
Kelompok advokat ini menyebut isu julukan Mahkamah Konstitusi sebagai Mahkamah Keluarga karena terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda antara Ketua MK Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Undang-Undang telah memasang rambu-rambu untuk mencegah konflik kepentingan.
(aku/rih)