Air tertua di dunia ditemukan para geolog yang sedang mempelajari situs tambang di Kanada. Dari serangkaian pengujian oleh tim peneliti, air itu diperkirakan berusia antara 1,5 miliar hingga 2,64 miliar tahun. Menurut peneliti, rasa air itu sangat asin dan sangat pahit.
"Jika Anda geolog yang bekerja dengan batuan, mungkin Anda telah menjilati banyak batuan," kata pemimpin tim penelitian, Profesor Barbara Sherwood Lollar, dikutip detikEdu dari laman IFL Science, Rabu (21/6/2023). Dia telah menjajal rasa air itu dengan menjilat dari jarinya.
Setelah mencicip, Sherwood Lollar mengungkapkan air itu sangat asin dan sangat pahit. Rasa tersebut menjadi bukti penguat bahwa usianya yang sudah sangat tua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Air yang disebut sebagai air tertua yang pernah ditemukan di Bumi itu mengalir dengan kedalaman sekitar 3 kilometer di situs tambang di Kanada pada 2016. Saat awal ditemukan, beberapa orang berasumsi air itu hanya sejumlah kecil air yang tertangkap di dalam batuan.
Namun, pada saat ditemukan sebenarnya air tersebut mempunyai gelembung-gelembung yang menyerupai air mendidih. Air tertua di dunia itu juga akan mengalir dengan kecepatan liter per menit disertai volume air yang sangat besar, lebih besar dari yang diantisipasi siapa pun.
Para tim peneliti juga menemukan jejak-jejak yang menunjukkan adanya kehidupan di dalam air tersebut. Kehidupan di dalam air ditemukan dengan melihat sulfat yang terkandung. Mereka menemukan jejak sidik jari yang menjadi petunjuk akan kehidupan dalam air.
Lalu tim peneliti menyimpulkan bahwa sinyal yang dilihat dalam fluida ini telah dihasilkan oleh mikrobiologi dalam jangka waktu yang sangat lama. Sebab mikroba tak dapat meninggalkan jejak sidik jari dalam waktu singkat.
"Ini menjadi indikasi bahwa organisme telah hadir dalam cairan ini pada skala waktu geologis," ujar Sherwood Lollar.
Meskipun tanpa cahaya, mikroba itu dapat bertahan menggunakan substrat yang dihasilkan dari radiasi. Sulfat dalam air purba ini bukanlah sulfat modern dari air permukaan yang mengalir ke bawah.
"Apa yang kami temukan adalah bahwa sulfat, seperti hidrogen, sebenarnya diproduksi di tempat melalui reaksi antara air dan batu," kata Long Li, asisten profesor di Departemen Ilmu Bumi dan Atmosfer Universitas Alberta, dikutip dari detikEdu.
"Artinya, reaksi akan terjadi secara alami dan dapat bertahan selama air dan batu bersentuhan, berpotensi (terjadi selama) miliaran tahun," imbuhnya.
(dil/sip)











































