Selama Hari Raya Idul Adha terdapat berbagai macam amalan dapat dilakukan oleh umat Islam. Amalan-amalan tersebut mulai dari ibadah haji, kurban, puasa, hingga larangan memotong rambut dan kuku selama awal bulan Dzulhijjah hingga penyembelihan hewan kurban.
Tidak sedikit umat Islam yang masih awam mengenai perintah larangan memotong rambut dan kuku yang dimulai dari awal bulan Dzulhijjah hingga hewan kurban disembelih. Bahkan hingga saat ini larangan tersebut masih diperdebatkan mengenai keabsahannya. Lantas, seperti apa hukum memotong rambut dan kuku sebelum Idul Adha?
Berikut ini penjelasan mengenai hukum memotong rambut dan kuku sebelum Idul Adha, dikutip detikJateng dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam laman resminya, Jumat (16/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Memotong Rambut dan Kuku Sebelum Idul Adha
Dalil
سَمِعْت أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلمُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
"Aku mendengar Ummu Salamah istri nabi SAW berkata: Rasulullah Saw. bersabda: "Barangsiapa yang memiliki sembelihan yang akan dia sembelih, maka apabila hilal Dzulhijjah telah muncul, hendaklah ia tidak mengambil dari rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun sampai ia berkorban"" (Hadits Muslim No. 1.977 Bab 39)
Pandangan Pertama (Shohibul Qurban)
Berdasarkan keterangan hadis tersebut para ulama berpandangan bahwa yang dimaksud oleh Nabi Muhammad SAW perihal larangan memotong rambut dan kuku adalah bagi orang yang ingin menunaikan ibadah kurban. Larangan tersebut dimulai dari awal bulan Dzulhijjah hingga selesai menyembelih hewan kurban.
Para ulama kelompok ini meyakini bahwa berkurban akan menyelamatkan umat Islam dari siksa api neraka. Oleh sebab itu, umat Islam dilarang untuk memotong rambut dan kuku sebelum hewan kurban disembelih supaya seluruh tubuh umat Islam terlindungi dari siksa api neraka.
Meskipun kelompok ulama pertama ini sepakat dalam memahami dan memaknai hadits tersebut ditujukan bagi orang yang berkurban, namun perihal implikasi dan hukum larangan memotong rambut dan kuku oleh shohibul qurban, para ulama mengalami perbedaan pandangan. Dalam Mirqatul Mafatih, Al Qari menyimpulkan sejumlah perbedaan tersebut sebagai berikut:
الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه
Artinya, "Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi'i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah berpendapat memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong, dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.
Berdasarkan keterangan tersebut terdapat variasi hukum perihal larangan memotong rambut dan kuku sebelum Idul Adha. Terdapat ulama berpandangan tidak memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban hingga penyembelih itu sunnah, ada juga yang berpandangan bahwa itu makruh, mubah, bahkan juga ada yang mengharamkannya.
Pandangan Kedua (Hewan Kurban)
Dalam pandangan kedua ini para ulama berpendapat bahwa yang dilarang itu bukan memangkas rambut atau memotong kuku orang yang berkurban, melainkan bulu dan kuku hewan kurban. Hal ini disebabkan karena bulu, kuku, dan kulit hewan kurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhir kelak.
Meskipun pandang kedua ini dianggap aneh atau gharib oleh sebagian umat Islam, namun belakangan ini pandangan tersebut diperkuat oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah Fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, dalam kitab tersebut Kiai Ali menyebutkan bahwa dalam melakukan pemahaman tersebut suatu hadits maka perlu untuk membandingkannya dengan hadits lainnya. Sebagaimana keterangan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah berikut ini:
ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
Artinya, "Rasulullah SAW mengatakan, 'Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban (HR Ibnu Majah).
Begitu pula dengan hadits riwayat al-Tirmidzi:
لصاحبها بكل شعرة حسنة
Artinya, "Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan," (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan keterangan dalam dua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW bukan memotong rambut atau kuku orang yang berkurban, melainkan larangan untuk memotong rambut dan kuku dari hewan kurban karena itu yang akan menjadi saksi di akhirat kelak.
Melalui kedua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pandangan ulama perihal larangan memotong rambut dan kuku pada 10 hari sebelum penyembelihan hewan kurban. Terdapat ulama yang berpendapat bahwa orang yang berkurban dilarang untuk memotong rambut dan kuku. Sementara itu, ada ulama yang memahami bahwa larangan tersebut tidak diberlakukan terhadap orang yang berkurban, melainkan kepada hewan kurban.
Artikel ini ditulis oleh Noris Roby Setiyawan peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(ahr/aku)