Salah satu desa di Kecamatan Buayan, Kebumen, memiliki sebuah tradisi yang unik. Mereka pantang menikah dengan orang dari desa lain. Kepercayaan yang turun temurun itu masih terpelihara hingga kini.
Jladri, demikian nama desa tersebut. Mereka meyakini bahwa menikah dengan orang dari luar desa akan membawa musibah di keluarganya.
Desa itu terletak di antara perbukitan batu karang pesisir selatan arah barat daya dari pusat Kabupaten Kebumen. Suasana desa ini terbilang sejuk dengan berpenghuni sekitar 4.000 jiwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang masyarakat masih memegang teguh kepercayaan itu," kata Kepala Desa Jladri, Marno saat ditemui detikJateng di kediamannya, Sabtu (17/6/2023) sore.
Marno menjelaskan, kepercayaan itu sebenarnya tidak berlaku di semua dusun di desa itu. Hanya warga di Dusun Jladri Tengah dan Londeng yang mempercayai mitos itu.
"Mitosnya memang seperti itu. Ada misalnya Dusun Jladri Tengah tidak boleh menikah dengan Dusun Jarakan Desa Adiwarno tetangga desa. Terus ada di Dusun Londeng juga tidak diperbolehkan menikah dengan warga Dusun Karangwuni Desa Wanadadi," jelasnya.
Ia menyebut, dulunya antara Dusun Londeng dan Karangwuni masih satu desa. Namun entah karena apa, akhirnya dusun itu harus terpisah dan kini dibatasi oleh hutan. Setelah itu, jika ada warga dari kedua dusun itu menikah, maka musibah akan datang.
![]() |
"Dulu ceritanya kan antara Dusun Londeng dan Dusun Karangwuni dulu gandeng, sekarang sudah pisah jadi desa sendiri-sendiri dibatasi oleh hutan. Terus ada yang niteni (mengamati) sejak dulu jika orang Londeng dengan Karangwuni menikah maka pasti salah satu ada yang meninggal," sebutnya.
Meski mitos itu masih dipegang kuat, Marno mengaku tidak tahu pasti latar belakang munculnya keyakinan tersebut.
"Yang saya tahu hanya dua dusun itu yang nggak boleh menikah dengan desa lain. Sejarahnya kurang tahu persis kenapa bisa ada larangan seperti itu. Awalnya gimana nggak tahu, hanya warga niteni aja, makanya sampai sekarang nggak berani melanggar," sambungnya.
Selengkapnya baca halaman selanjutnya
Menurut Marno, mitos tersebut sudah ada sejak zaman nenek moyang turun temurun hingga saat ini. Saking percayanya pada mitos tersebut, kini tak ada lagi warga yang berani melanggar pantangan itu.
Sementara itu, salah satu warga, Kimin Nurofiq (59) juga menuturkan hal yang tak jauh beda. Jika ada warga dusun terlarang yang sudah terlanjur berpacaran, mereka lebih baik memilih mengakhiri hubungan sebelum naik ke pelaminan.
"Ya ada, yang melanggar pasti rumah tangganya tidak bisa langgeng, kalau nggak cerai ya meninggal, mitosnya seperti itu. Sampai sekarang nggak ada yang berani melanggar daripada risiko mendingan menikah dengan orang lain," ucapnya.