Masa Jabatan Pimpinan KPK Diperpanjang, Muhammadiyah Bicara Tahun Politik

Masa Jabatan Pimpinan KPK Diperpanjang, Muhammadiyah Bicara Tahun Politik

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Selasa, 13 Jun 2023 20:07 WIB
Gedung baru KPK
Ilustrasi. Gedung KPK. (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Yogyakarta -

Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah berpendapat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah periode kepemimpinan KPK diperpanjang dari 4 tahun menjadi 5 tahun terindikasi bermuatan politik. Pasalnya putusan itu muncul secara tiba-tiba sebelum panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK terbentuk.

"Jadi kami melihat persoalan ini bukan hanya murni persoalan hukum saja. Karena melihat fenomena putusan MK dikaitkan dengan periodesasi pimpinan KPK yang sebenarnya sudah akan berakhir, bahkan panitia seleksi (pansel) sudah akan terbentuk," kata Wakil Ketua III Majelis Hukum dan HAM Rahmat Muhajir Nugroho kepada wartawan di kantor PP Muhammadiyah, Kota Jogja, Selasa (13/6/2023).

Apalagi, proses putusan MK terkesan cepat. Padahal alangkah baiknya jika putusan itu menunggu sampai berakhirnya masa jabatan pimpinan KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kemudian tiba-tiba putusan MK ini lahir dan prosesnya sangat cepat, proses untuk memutuskan putusan ini dan tidak menunggu kemudian, misalnya menunggu sampai berakhirnya masa jabatan terlebih dahulu atau terbentuknya pansel baru diputuskan," ujarnya.

"Ini malah justru diputuskan sebelum terbitnya pansel KPK. Nah, dari situ kami bertanya-tanya ada apa? Kenapa diputuskan buru-buru sebelum pansel terbentuk," lanjut Rahmat.

ADVERTISEMENT

Terkait adanya kepentingan politik di dalam keputusan tersebut, Rahmat mengaku belum bisa memastikannya. Namun, Rahmat menyebut saat ini kontestasi mulai menghangat sehingga bukan tidak mungkin ada muatan politis dalam keputusan tersebut.

"Kita tahu sekarang ini tahun politik dan ada kontestan pilpres yang mulai menghangat. Melihat fenomena calon-calon presiden yang ada, dan kemudian juga ada upaya-upaya untuk misalnya masuk ke wilayah kasus-kasus yang dihadapi misalnya oleh salah satu capres, misalnya kasus formula E yang sedang dicari alat buktinya oleh KPK," ujarnya.

Karena itu, pihaknya terus melakukan kajian apakah keputusan MK itu menjadi alat bagi KPK untuk membuktikan salah satu capres-cawapres terlibat kasus korupsi.

"Apakah itu nanti akan berkaitan atau tidak kita masih meraba-raba kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja terjadi. Dan kemudian dengan diperpanjangnya masa jabatan KPK itu apakah nanti juga akan menjadi salah satu alat atau cara kemudian untuk membuktikan misalnya salah satu capres yang diusulkan," ucapnya.

"Jadi kita masih mengkaji di wilayah itu, tapi kita belum bisa memberikan sebuah kesimpulan apakah itu benar-benar akan terjadi atau tidak. Tapi setidaknya dalam diskusi kami bahwa dimensi politisnya tetap ada dalam kasus ini dan nanti kita akan buktikan," imbuh Rahmat.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Semua asumsi itu, kata Rahmat, karena pencapresan dimulai bulan Oktober. Seandainya pimpinan KPK saat ini mengikuti proses seleksi, maka mereka akan disibukkan dengan urusan-urusan seleksi, dan mungkin mereka tidak bisa berkonsultasi dengan persoalan hukum yang ada kaitannya dengan pencapresan.

"Karena itu bau politis dan sebagainya itu memang kami cium tetapi kami belum sampai membuat sebuah kesimpulannya," katanya.

Terlepas dari hal tersebut, Rahmat berharap besar KPK tidak menjadi salah satu alat untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Rahmat meminta KPK agar tetap bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) selama ini.

"Kami berharap bahwa KPK tidak dijadikan sebagai salah satu alat untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Tentu kami berharap KPK tetap bekerja sesuai aturan dan tidak berharap KPK kemudian menjadi alat legitimasi kekuasaan untuk menyingkirkan salah satu pasangan capres," ujarnya.

Di sisi lain, pihaknya belum mau berkomentar lebih jauh karena belum ada partai politik yang benar-benar memastikan capres-cawapres saat ini.

"Jadi kami tidak bisa menjawab secara jelas soal ini, kami masih menunggu situasi karena capres belum ditetapkan masih dari masing-masing partai dan belum ada yang mendaftarkan. Jadi belum bisa disebut capres-cawapres peserta Pemilu 2024. Jadi kami masih menunggu itu dan kami akan melakukan kajian-kajian," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads