Warga di Dukuh Singomodo, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen percaya dirinya dilarang mendengar nyanyian sinden. Karenanya mereka hingga kini memilih tak memiliki TV dan radio.
Sekelompok warga yang masih menjaga kepercayaan tersebut dan memilih tak memiliki TV dan radio berada di RT 5 Dukuh Singomodo, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen. Tak semuanya, tapi kebanyak dari warga yang tak memiliki TV dan radio tinggal di dekat makam Singomodo.
"Kepercayaan itu masih dipegang erat oleh warga. Tidak ada yang memiliki televisi maupun radio, terutama yang rumahnya di dekat makam. Mereka khawatir jika nanti keputar lagu sinden," kata Kepala Desa (Kades) Kandangsapi, Pandu, kepada detikJateng beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal yang sama disampaikan seorang sesepuh Desa Kandangsapi, Sukarno (65). Warga tak mau memiliki TV karena takut jika tak sengaja memutar nyanyian sinden.
"Tape radio kalau diputar klenengan Jawa, ada sindennya tidak boleh. Kalau kasidah hadroh, masih bisa," ucapnya.
Dia menuturkan, tradisi itu sudah dipegang teguh dari nenek moyang. Hal ini tak terlepas dari kisah Syekh Nasher atau Eyang Singomodo, yang merupakan tokoh agama, yang menyebarkan Islam di Desa Kandang Sapi.
"Tradisi itu sudah ada sejak turun-temurun. Jadi oleh sesepuh desa kami tidak boleh. Pernah dibilang untuk menolak bala," pungkasnya.
(sip/sip)