Ada Mitos Bupati Pati Tak Berani Ziarah ke Makam Syekh Djangkung

Ada Mitos Bupati Pati Tak Berani Ziarah ke Makam Syekh Djangkung

Dian Utoro Aji - detikJateng
Sabtu, 22 Okt 2022 10:39 WIB
Makam Syekh Djangkung yang ada di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jumat (21/10/2022).
Makam Syekh Djangkung yang ada di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jumat (21/10/2022). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng
Pati -

Kisah Syekh Djangkung begitu populer di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Semasa hidupnya, putra Sunan Muria ini konon terkenal akan kesaktiannya. Makamnya berada di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Pati. Namun, ada cerita bahwa Bupati Pati zaman dulu tidak berani berziarah ke makamnya. Berikut ceritanya.

"Bupati Pati kalau ziarah ke sini pakai dinas itu kalau orang dulu tidak berani. Beraninya kalau tidak pakai ikatan dinas," kata juru kunci Makam Syekh Djangkung, Kartono, saat ditemui detikJateng di lokasi, Jumat (21/10/2022) kemarin.

Makam Syekh Djangkung berada di utara Pegunungan Kendeng, 19 kilometer dari pusat kota Pati atau sekitar 30 menit jika ditempuh dengan kendaraan bermotor. Makam tokoh penyebar Islam di Pati pada abad ke-15 ini masih terawat. Banyak peziarah dari Pati maupun dari luar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Kartono, kepercayaan soal bupati Pati berpantang ke makam Syekh Djangkung masih diyakini sebagian masyarakat. Jika pantangan itu dilanggar, sebagian masyarakat khawatir bakal terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Kepercayaan orang dulu seperti itu. Dulu pernah ada yang ke sini, dia tidak percaya, ternyata dia mendapatkan (lengser dari jabatan). Itu semua Allahu alam, ada hal yang tidak diinginkan terjadi," ujar Kartono.

ADVERTISEMENT

Meski demikian, Kartono menganggap kepercayaan itu hanya berdasarkan mitos. "Itu hanya mitos saja," Kartono mengimbuhkan.

Kartono mengatakan, di balik mitos itu terdapat cerita soal Syekh Djangkung yang membunuh kakak iparnya bernama Branjung. Cerita itu bermula saat orang tua Syekh Djangkung wafat, lalu dia dan kakaknya mendapat warisan kebun durian.

"Di sini ada namanya Desa Duren Sawit, ada petilasannya. Jadi ceritanya itu mendapatkan warisan satu pohon durian. Syekh Djangkung mendapatkan warisan durian saat malam, sedangkan iparnya saat siang. Padahal durian jatuhnya saat malam," kata Kartono.

Setelah Syekh Djangkung berdoa, akhirnya durian lebih banyak jatuh pada siang hari. Kemudian kakak iparnya mengadakan penawaran lagi, menukar jadwal giliran mendapatkan durian. Meski demikian, tetap saja Syekh Djangkung mendapat durian lebih banyak.

Singkat cerita, Branjung lalu menyamar menjadi macan untuk mengambil durian saat malam hari.

"Ketahuan Syeh Djangkung dan ditombak akhirnya mati. Ternyata yang mati adalah kakak iparnya, bukan macan," terang Kartono.

Kartono menambahkan, Syekh Djangkung lantas mendapat hukuman dari Kadipaten Pati. Dia dipenjara dan mendapatkan hukuman mati. Namun berkat kesaktiannya, Syekh Djangkung dapat lolos dari hukuman dan berkelana ke daerah lain.




(dil/dil)


Hide Ads