Kisah Syekh Djangkung atau Saridin begitu populer di wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Semasa hidupnya, putra Sunan Muria ini konon punya kesaktian di atas rata-rata. Seperti apa kisahnya?
Makam Syekh Djangkung berada di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Jarak dari pusat Kota Pati sekitar 19 kilometer, 30 menit jika ditempuh dengan kendaraan bermotor.
Pantauan detikJateng di lokasi, Jumat (21/10), makam tokoh penyebar Islam di Pati pada abad ke-15 ini masih terawat hingga sekarang. Banyak peziarah, dari Pati maupun dari luar daerah, di makam yang berada di utara Pegunungan Kendeng ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istri Syekh Djangkung bernama Retno Jinolo dan RA Pandan Arum. Makam istrinya juga berada di kompleks makam Syekh Djangkung.
Juru Kunci Makam Syeh Djangkung, Kartono, mengatakan silsilah dari Syeh Djangkung ada beberapa versi. Di antaranya ada yang mengatakan Syeh Djangkung putra dari Sunan Muria. Namun, ada pula yang menyebut dia putra dari Ki Ageng Karingan yang ada di Tayu, Pati.
![]() |
"Silsilah Syeh Djangkung ada dua versi, itu berbeda dengan silsilah yang ada di ketoprak," kata Kartono kepada detikJateng ditemui di lokasi, Jumat (21/10/2022) kemarin.
Menurut Kartono, awalnya daerah Desa Landoh yang berada di utara Pegunungan Kendeng merupakan hutan belantara.
Syekh Djangkung semasa remaja dikenal bernama Saridin. Diceritakan Kartono, Saridin sempat berkelana sampai ke daerah Mataram yang saat itu sedang dilanda wabah dan peperangan.
Saat bertemu Sultan Agung, Saridin yang memiliki kesaktian itu diminta membantu menangani wabah penyakit dan peperangan. Singkat cerita, Saridin dapat menunaikan tugasnya. Oleh Sultan Agung, dia diberi wilayah kekuasaan di Pegunungan Kendeng sebelah utara.
"Jadi di Jogja pada waktu peristiwa di Kulon Progo itu juga ada. Setelah bertapa di Hutan Rawa di situ dipanggil Sultan Agung, karena tadi, ada musibah ada peperangan. Syekh Djangkung dimintai adu kesaktian dan benar-benar memiliki kesaktian, kemudian diajak bergabung untuk menghadapi wabah penyakit dan peperangan itu. Lama kemudian itu dinikahkan dengan kakak Sultan Agung yang bernama Retno Jinoli," terang Kartono.
Kisah Syekh Jangkung selengkapnya ada di halaman selanjutnya...
Kartono mengatakan, Syekh Djangkung juga sempat berguru kepada Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Saat menjadi murid Sunan Kudus, Syeh Djangkung sering memamerkan kesaktiannya kepada para santri lainnya. Sunan Kudus pun tidak suka terhadap sikap Syekh Djangkung tersebut.
"Kemudian dewasa berpindah berguru dengan Sunan Kudus. Syekh Djangkung itu memiliki kepandaian tapi terlalu ditunjukkan ke santri lama dan akhirnya Sunan Kudus marah," ujarnya.
Sunan Kudus, kata dia, tak mau menerima Syekh Djangkung menjadi muridnya karena sifatnya yang suka pamer kesaktian.
"Dia ini isi hatinya masih berkeinginan untuk berguru dengan Sunan Kudus. Dia sampai mendengar mengaji di dalam kakus (tempat buang air besar). Lama kelamaan ketahuan sama istri Sunan Kudus," kata dia.
"Singkat cerita WC dibongkar, Syekh Djangkung lari, terkena kotoran sampai ke daerah pasar, orang mambu (mencium Syekh Djangkung yang bau) pada lari, akhirnya dinamakan Pasar Buyaran," ujarnya.
Syekh Djangkung diperkirakan wafat pada 15 Rajab 1563 tahun Saka. Syekh Djangkung dimakamkan di Desa Landoh, Kayen, Kabupaten Pati. Setiap 15 Rajab pun biasanya masyarakat menggelar buka luwur di makam Syeh Djangkung.
Simak Video "Siswa SMA di Pati Rancang Detektor Microsleep"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)