Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) kembali merilis hasil investigasi mereka terkait peredaran daging anjing di Kota Solo. Kali ini mereka menemukan rumah jagal anjing yang membuang darah dan organ hewan ke sungai.
Koordinator nasional DMFI, Karin Franken, menyebut ada tiga rumah jagal yang melakukan aksi tersebut. Setiap harinya, ada 15 anjing yang dipotong di tempat tersebut.
"Setelah bertahun-tahun melakukan investigasi, tetap saja sangat mengejutkan melihat betapa kejamnya perdagangan daging anjing, melihat Sungai Bengawan Solo terkontaminasi dengan darah dan sisa potongan anjing yang dibunuh dengan kejam. Sementara itu juga di beberapa bagian sungai juga ada anak-anak bermain, orang-orang mencuci pakaian dan memancing di sana," kata Karin melalui keterangan pers yang diterima detikJateng, Selasa (30/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video investigasi DMFI, terlihat proses pembuangan kotoran dilakukan di sungai belakang rumah. Tampak air sungai menjadi merah terkena darah.
"Adanya kegiatan ini sangat mengejutkan, dan akan membuat ngeri orang-orang yang tinggal di sepanjang Bengawan Solo ini, membuat ngeri masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia," ujarnya.
DMFI juga mendesak Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka bertindak atas adanya temuan ini dan temuan-temuan DMFI sebelumnya. Dia khawatir maraknya peredaran daging anjing berdampak pada kesehatan masyarakat.
"Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming masih belum juga mengambil tindakan tegas guna menghentikan perdagangan ini dan terus menutup mata terhadap hal yang berpotensi menimbulkan bencana pada kesehatan masyarakatnya, belum lagi penderitaan tiada tara pada hewan," kata dia.
Dia berharap agar Pemkot Solo segera membuat peraturan yang melarang peredaran daging anjing. Dia yakin aturan tersebut bakal didukung banyak masyarakat.
"Pelarangan perdagangan daging anjing di Kota Surakarta akan menjadi pesan yang jelas bahwa Surakarta adalah kota yang maju dan mengutamakan kesehatan dan keamanan warganya serta kesejahteraan hewan, di atas keuntungan dan kebiasaan sebagian kecil penduduk yang masih menjalankan usahanya dengan cara melanggar hukum," tutupnya.
(sip/dil)