Bareskrim Polri mengusut dugaan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menggelapkan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Berikut ini perjalanan kasusnya sejauh ini.
Polri Ungkap Dugaan Penyimpangan Dana dari Boeing
Dikutip dari detikNews, Senin (11/7/2022), Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramdhan mengungkap adanya dugaan penyimpangan dana sosial/CSR dari pihak Boeing pada Sabtu (9/7).
"Bahwa pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Ahmad Ramdhan kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Dalam tragedi kecelakaan Lion Air pada 2018, pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.
Hasil penyelidikan polisi menemukan dugaan penggelapan dana bantuan tersebut oleh ACT. Pihak ACT disebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam penyusunan hingga penggunaan dana CSR yang disalurkan pihak Boeing.
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberi tahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," ujar Ramadhan.
Kekecewaan Keluarga Korban Lion Air JT-610
Keluarga korban pesawat Lion Air JT-610 kecewa terhadap petinggi ACT atas dugaan penggelapan dana ahli waris. Kekecewaan itu diungkapkan oleh adik dari kopilot Lion Air JT-610 bernama Harvino, Vini Wulandari. Vini mengatakan seharusnya pihak ACT memberikan laporan kerja sebelum dana diterima dari pihak Boeing.
"Mereka juga belum memberikan program kerja atas dana yang sudah diberikan. Harusnya sebelum dana diterima, mereka harus membuat program untuk disalurkan atas dana tersebut," kata Vini saat dihubungi, Minggu (10/7).
"Tetapi sampai akhirnya ketahuan dana digelapkan. Mereka pakai uang itu untuk pribadi. Tentu dari pihak keluarga korban amat sangat kecewa," lanjutnya.
Vini menjelaskan saat itu pihak Boeing memberikan sejumlah santunan namun harus dikelola oleh yayasan yang nantinya uang tersebut bisa dipergunakan oleh keluarga korban. Hingga akhirnya salah satu yayasan yang dipilih adalah ACT.
"Jadi uang itu dikirim dari Boeing karena kita nggak bisa nerima perorangan bahkan disalurin ke yayasan gitu. Jadi kita sifatnya bisa mengajukan dan itu yayasan yang dikelola oleh keluarga korban sama Bu Yani (salah satu keluarga korban) itu rutin setiap setahun dua kali dibagiin ke keluarga korban. Uang itu harus kembali ke keluarga korban," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
(sip/apl)