Pengacara asal Solo, Bambang Ary merealisasikan rencana untuk melayangkan somasi kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terkait pelaksanaan PPDB SMA/SMK. Ganjar dinilai mengabaikan hak anak-anak untuk bisa bersekolah.
Dalam surat somasi yang dia layangkan, Bambang menjelaskan permasalahan sistem zonasi di Solo sudah terjadi bertahun-tahun. Masalahnya sama, yaitu tidak ada SMA negeri di Kecamatan Pasar Kliwon dan Laweyan.
Akibatnya, banyak siswa yang harus beralih ke sekolah swasta atau mengikuti PPDB jalur prestasi. Sebab jarak rumah peserta dengan SMA negeri cukup jauh sehingga tak mungkin lolos jika mengikuti PPDB jalur zonasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh nyata adalah anak kedua saya pada tahun 2019 tidak lolos di SMA yang jaraknya 2-3 km, tapi malah diterima di SMA luar Kota Solo yang jaraknya 8 km," kata Bambang daat dihubungi detikJateng, Senin (4/7/2022).
Dia menjelaskan, SMA negeri di Solo berpusat di Banjarsari dengan jumlah 5 sekolah. Sisanya yakni 2 sekolah di Jebres dan 1 sekolah di Serengan.
"Jelas kondisi ini adalah bentuk pelanggaran hak asasi anak untuk memilih sekolah berdasarkan prinsip keadilan," katanya.
Bambang juga menyebutkan adanya Pasal 76 Undang-undang Perlindungan Anak yang berisi agar tidak terjadi diskriminasi terhadap anak. Pelanggaran ini termasuk pidana dengan sanksi penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta.
Akan tetapi, Bambang menjelaskan tujuannya bukanlah ke ranah pidana, melainkan ingin pemerintah provinsi memperbaiki sistem PPDB agar berlangsung dengan adil.
Adapun tuntutannya, antara lain agar Ganjar memberikan penjelasan jujur mengenai PPDB yang terus bermasalah. Kedua ialah mengevaluasi peraturan PPDB agar siswa dari Pasar Kliwon dan Laweyan bisa bersaing dengan adil.
Ketiga yakni membuat aturan agar anak-anak dari dalam Kota Solo mendapatkan prioritas dibandingkan anak dari luar kota. Keempat, Ganjar diminta agar meminta maaf secara terbuka dan diumumkan melalui media massa. Kelima ialah agar Ganjar melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap jajarannya.
"Kami menunggu respons dan tanggapan baik dari Gubernur Jawa Tengah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah paling lambat 11 Juli 2022. Tentu harapan kami tidak perlu melanjutkan langkah hukum berikutnya dan mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan," ujar dia.
(sip/apl)