Di Desa Bae, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah terdapat sebuah jembatan kuno yang dibuat zaman penjajahan Belanda. Jembatan penghubung dua kecamatan itu pun masih ramai dilintasi kendaraan. Seperti apa kondisinya?
Pantauan di lokasi, Senin (30/5) pukul 16.30 WIB, banyak kendaraan melintas di jembatan yang terlihat besinya sudah berkarat. Kendaraan roda empat yang melintas secara bergantian. Baik dari arah barat maupun timur.
Tak jarang jika jam-jam kerja antrean kendaraan panjang terjadi. Hal tersebut karena ukuran lebar jembatan 2,5 meter dengan panjang 50 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi jembatan terbuat dari kerangka besi. Besi dari samping maupun dari atas terlihat sudah berkarat. Meski demikian kondisi jembatan menghubungkan Kecamatan Bae dan Gebog itu masih layak dilintasi kendaraan.
"Ini namanya Jembatan Karangsambung, ini menghubungkan dari ke arah Bae (Kecamatan Bae) dan Besito (Kecamatan Gebog)," kata salah satu warga, Puji Widodo (34) ditemui di lokasi, Senin (30/5/2022).
![]() |
Puji rumahnya tepat di barat jembatan. Dia menjelaskan sering terjadi kemacetan panjang di Jembatan Karangsambung saat jam-jam kerja. Bahkan antrean panjang mencapai sekitar 100 meter dari jembatan.
"Dari jam 6 sampai 8 biasanya macet dari barat dan timur, karena soalnya jam kerja dan sekolah, itu bisa sampai 50 sampai 100 meter," jelas Puji.
Dia mengatakan kendaraan yang melintas hanya roda dua dan mobil pribadi. Itu pun kendaraan roda empat harus berganti melintas jembatan di atas Sungai Gelis tersebut.
"Kalau mobil kecil bisa satu sampingnya motor, tapi harus pelan-pelan. Kalau truk hanya satu truk saja, motor tidak bisa masuk," ungkap Puji.
Dia mengaku sering ada kejadian bus ziarah yang nyasar melintas jembatan tersebut. Alhasil mereka pun harus mutar balik. Tak jarang, kata dia, juga terjadi kecelakaan karena kondisi jembatan yang ukurannya sempit.
"Tengah malam bus ziarah salah jalur sering masuk, terjebak masuk dan tidak bisa keluar. Besi-besi di atas yang bengkok karena truk sama bus. Biasanya salah jalur, Perempatan Panjang dikira ambil lurus lagi terus ambilnya sini dan kejebak ke sini, akhirnya mundur," terang Puji.
"Kecelakaan sering dari barat, jembatan agak melengkung mobil dari timur tidak kelihatan motor dari sini kencang, sampai tengah rem dadak ketakutan terus tabrakan beruntun dari belakang," sambung dia.
![]() |
Dihubungi terpisah, Kepala Desa Bae, Agung mengatakan pemdes sudah mengusulkan perbaikan setiap tahun. Namun hingga kini belum ada realisasi. Menurutnya jembatan tersebut kewenangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
"Sudah sering kita usulkan, tahun kemarin juga diusulkan, cuman anggarannya tidak ada, itu kewenangan Provinsi Jawa Tengah. 2020, 2021 sudah kita usulkan," jelas Agung dihubungi detikJateng lewat sambungan telepon sore ini.
"Itu kalau besaran anggaran kewenangan dinas terkait dan perhitungan matang, apakah membutuhkan perluasan atau ya membuka yang baru. Artinya yang sudah sebagai cagar budaya atau bagaimana, dana Rp 30 miliar sampai Rp 50 miliar," sambung Agung.
Menurut Agung jembatan itu dibuat diperkirakan zaman penjajahan Belanda. Disebutkan jembatan tersebut digunakan sebagai sarana transportasi vital.
"Kalau dulu tidak salah zaman Belanda, kalau dulu mengangkut bahan pokok, cerita orang tua mempermudah transportasi dan lainnya," ujar dia.
(rih/rih)