Kebijakan pihak RSUD Brebes yang tetap menarik biaya pengobatan bagi pasien pengguna Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dikeluhkan para pasien tidak mampu. Selain jumlah nominalnya cukup memberatkan, keluarga pasien ini banyak yang terlilit utang usai menjalani perawatan.
Salah satu pasien tidak mampu yang tetap dimintai biaya perawatan meski sudah mengantongi SKTM adalah Shinta Tri Oktavia (33) warga Desa Banjaratma, Kecamatan Bulakamba. Wanita ini menjalani perawatan untuk operasi cesar pada bulan Januari lalu.
Sebagai keluarga tidak mampu dan masuk dalam DTKS, dia mengurus SKTM untuk perawatan di RSUD Brebes. Usai menjalani perawatan, pihak RSUD menyodorkan rincian biaya yang harus dibayarkan. Dalam rincian tersebut tercantum total biaya perawatan Shinta sebesar Rp.12.964.639.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari tagihan itu, yang dijamin oleh Jamkesda (pengguna SKTM) sebesar Rp 5 juta sesangkan sisanya Rp 7.963.639 dibebankan ke pasien.
"Sebagai pasien tidak mampu saya sudah punya SKTM dan masuk DTKS. Tapi pada kenyataanya tetap membayar karena yang ditanggung Jamkesda kurang dari separuhnya. Dari tagihan hampir Rp 13 juta, yang dijamin pemerintah Rp 5 juta dan sisanya saya disuruh bayar sekitar Rp 8 juta," ungkap Shinta ditemui di rumahnya, Selasa (17/5/2022).
Untuk menutup biaya perawatan tersebut, istri dari Nanda Kurniawan (43) ini terpaksa berutang. Sampai hari ini, kata Shinta, utang tersebut belum dikembalikan. Untuk itu, pasien ini mendesak RSUD Brebes mengembalikan uang yang telah dibayarkan.
"Terpaksa pinjam sana-sini untuk dapat Rp 8 juta. Saya minta agar uang itu dikembalikan untuk membayar utang," tuturnya.
RSUD Brebes singgung aturan Jamkesda
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Pelayanan Rujukan dan Kemitraan RSUD Brebes, Ananta Susanti menjelaskan penarikan biaya perawatan bagi pasien tidak mampu berdasarkan pemberitahuan dari Dinas Kesehatan tentang perubahan aturan penjaminan Jamkesda.
Ananta menjelaskan mulai awal tahun 2022 pasien tidak mampu yang tanpa tindakan operasi mendapat penjaminan Rp 1,5 juta dan yang menjalani operasi mendapat penjaminan Rp 5 juta. Sehingga bila tagihan melebihi dari biaya yang dijaminkan dibebankan ke pasien.
"Awalnya dari pemberitahuan dari dinkes bahwa mulai awal tahun 2022, ada pembatasan penjaminan bagi pasien tidak mampu. Yang tidak menjalani operasi hanya dijamin Rp.1,5 juta, kalau yang operasi Rp 5 juta. Kalau tagihan di atas angka yang dijaminkan, sisanya dibebankan ke pasien," ujar Ananta saat dimintai konfirmasi.
Dia menerangkan aturan itu belum lama diterapkan kemudian muncul perubahan. Mulai 1 Februari lalu aturan penjaminan dikembalikan seperti dulu, yakni semua biaya ditanggung pemerintah.
Akibatnya, pasien miskin yang telah membayar biaya pengobatan meminta pengembalian biaya. Selama kurun waktu Januari 2022, total ada 173 pasien dengan total biaya yang ditarik sebesar Rp 440.908.856.
Terkait pengembalian biaya pengobatan yang ditarik dari pasien tidak mampu, Ananta mengaku masih menunggu proses penganggaran. Selain itu, pihak RSUD Brebes mengaku belum tahu teknis pengembalian biaya tersebut.
"Itu kita menunggu proses penganggaran karena untuk pengembalian itu harus dianggarkan dulu dan teknis pengembalian juga belum tahu seperti apa," lanjut Ananta.
Ananta menambahkan total tunggakan klaim pembayaran Jamkesda RSUD Brebes periode 2021 lalu mencapai Rp 5,5 miliar. Perhitungan hingga Februari 2022 mengalami kenaikan menjadi Rp 6,9 miliar.
"Kalau hingga 2021 lalu tunggakannya mencapai Rp 5,5 miliar. Namun hingga Februari 2022 jumlahnya bertambah menjadi kurang lebih Rp 6,9 miliar," terangnya.
Pemkab belum bisa tutup tunggakan Jamkesda
Terpisah, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Brebes, Muhtar menerangkan, pembatasan penjaminan bagi pasien tidak mampu didasarkan pada Perbup nomor 121 tahun 2021. Perbup ini dikeluarkan untuk menyesuaikan jumlah anggaran Jamkesda.
"Pembatasan penjaminan pasien tidak mampu itu berdasarkan Perbup nomor 121 tahun 2021," ucap Muhtar
Muhtar menambahkan tunggakan pembayaran Jamkesda itu tidak hanya dari RSUD Brebes, namun tersebar di semua rumah sakit rujukan milik pemerintah. Adapun rumah sakit rujukan yang dimaksud di antaranya, RSUD Brebes, RSUD Bumiayu, RSUD Margono Purwokerto, RSUP Kariadi Semarang, RSUD Soeselo Slawi, RSUD Waled Cirebon, RSUD Kardinah Tegal, dan RSUD lain. Namun tunggakan tertinggi terjadi di RSUD Brebes mencapai Rp 6,9 miliar.
"Semua RSUD ini merupakan rumah sakit yang telah melakukan perjanjian kerja sama program Jamkesda Pemkab Brebes. Tunggakan paling tinggi di RSUD Brebes sebesar Rp 6,9 miliar. Sisanya, di rumah sakit lain," terangnya.
Muhtar menjelaskan setiap tahunnya alokasi Jamkesda telah dianggarkan. Pada 2022, Pemkab Brebes mengalokasikan Rp 3 miliar untuk program Jamkesda tersebut. Namun, alokasi tersebut masih belum bisa menutup tunggakan yang terjadi di sejumlah rumah sakit rujukan.
"Di anggaran murni tahun ini, untuk Jamkesda hanya menganggarkan Rp 3 miliar, sehingga belum bisa menutup tunggakan," sambungnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Brebes, Djoko Gunawan menyatakan, tunggakan klaim Jamkesda terjadi hampir setiap tahun. Padahal dalam setiap perhitungan alokasi anggaran Jamkesda tersebut diprediksi sudah bisa mencukupi. Namun dalam pelaksanaannya, jumlah pengguna Jamkesda selalu membengkak, sehingga memincu terjadinya tunggakan.
Penganggaran jamkesda itu, terang Djoko, dilaksanakan untuk masyarakat miskin di Brebes yang belum masuk dalam BPJS PBI atau KIS. Jumlah total peserta BPJS di Brebes per Mei 2022 tercatat 93,5 persen dari jumlah penduduk Brebes sebanyak 2.001.653 jiwa. Rinciannya, peserta PBJS PBI APBN sebanyak 1.337.986 jiwa, PBJS PBI APBD sebanyak 85.991 jiwa, dan sisa merupakan peserta PBJS dari program Pekerja Penerima Upah, Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja.
"Secara hitung-hitungan, ketika Pemkab mengalokasikan Jamkesda rata-rata Rp 2 miliar per tahun mestinya sudah bisa mencukupi. Apalagi, untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) kita tinggal butuh 1,5 persen peserta baru. Tapi kenyataan di lapangan, jumlah warga yang memanfaatkan program Jamkesda selalu membengkak setiap tahunnya. Ini yang sedang kita kroscek lagi," jelasnya.
Terkait tunggakan Jamkesda itu setiap tahunnya akan diselesaikan dalam anggaran perubahan. Untuk anggaran murni tahun 2022, telah dialokasikan Rp 3 miliar.
"Tunggakan ini kita selesaikan di anggaran perubahan tahun ini. Tunggakan ini terjadi salah satu penyebabnya karena memang penyaringan data atau seleksi penerima manfaat Jamkesda kurang ketat, jadi jumlahnya membengkak," pungkasnya.
(ams/ahr)