Di balik ramainya lalu lintas dan padatnya kawasan wisata, industri pariwisata Kota Bogor sedang menahan napas panjang. Hotel-hotel berizin mencatat kamar kosong, restoran menghitung meja yang tak terisi, sementara beban pajak dan operasional terus berjalan. Yang terasa paling menyakitkan bukan semata penurunan kunjungan, melainkan rasa ketidakadilan yang kian nyata.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor Yuno Abeta Lahay menyebut persoalan ini bukan sekadar dampak efisiensi anggaran pemerintah pusat. Menurutnya, akar masalah jauh lebih struktural.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini kami terlalu bergantung pada meeting kementerian dan lembaga. Begitu kebijakan efisiensi berlaku, segmen itu benar-benar hilang dan recovery-nya tidak seperti dulu," ujar Yuno, Selasa (23/12/2025).
Yuno menggambarkan lebih rinci kondisi tersebut. Menurut dia, beberapa bulan terakhir memang masih ada kegiatan pemerintah di Bogor. Namun polanya berubah. Banyak rapat hanya berlangsung setengah hari tanpa menginap.
Siang hari kamar hotel tidak terisi, malam hari kota terasa lengang. Padahal di saat yang sama, Bogor tidak pernah benar-benar sepi. Pengunjung tetap datang, jalan tetap macet, dan sampah tetap menumpuk.
Masalahnya, uang tidak tinggal. Banyak tamu memilih menginap di Jakarta atau di hunian sewa harian yang beroperasi di luar sistem perizinan resmi. Mereka makan dan berbelanja di sektor informal yang tidak menyumbang pajak restoran.
"Ujung-ujungnya kota cuma dapat macet dan sampah," kata Yuno.
Jeritan pelaku pariwisata kian keras ketika berbicara soal persaingan usaha. Hotel dan restoran formal diwajibkan mengurus izin berlapis, sertifikasi, standar layanan, hingga kewajiban pajak.
Sementara itu, rumah tinggal, apartemen, dan vila berizin residensial bebas disewakan harian melalui aplikasi digital.
"Kami tidak minta dimanjakan, kami hanya minta keadilan. Kami patuh aturan, tapi yang melanggar justru tumbuh subur," tegas Yuno.
Ia menolak anggapan bahwa persoalan ini sulit ditangani. Menurutnya, teknologi justru membuat praktik akomodasi ilegal mudah dilacak.
"Tinggal unduh aplikasinya, titik propertinya kelihatan. Bahkan bisa dicek lewat mystery guest," ujarnya.
Pemerintah Kota Bogor tidak sepenuhnya menutup mata. Wakil Wali Kota Bogor Jenal Mutaqin mengakui bahwa pendataan dan pengawasan alih fungsi bangunan belum dilakukan secara menyeluruh.
Ia menyebut persoalan ini sebagai pekerjaan rumah yang sedang disiapkan solusinya, termasuk melalui intensifikasi pajak dan evaluasi perizinan pada 2026. "Kami akui ini belum sepenuhnya masif didata oleh pemerintah," katanya.
Di sisi lain, pemerintah menawarkan jalan keluar melalui event, olahraga, dan rencana pengembangan fasilitas kota agar pengunjung tidak hanya datang, tetapi juga menginap. Namun bagi pelaku usaha, solusi jangka panjang tanpa penegakan aturan hari ini terasa timpang.
Jerit komunitas pariwisata Kota Bogor pada akhirnya bukan tentang meminta perlakuan khusus. Mereka hanya ingin aturan ditegakkan secara adil. Sebab jika ketidakadilan ini terus dibiarkan, bukan hanya okupansi hotel yang merosot, tetapi juga kepercayaan pada sistem usaha yang sah, dan itu jauh lebih berbahaya bagi masa depan pariwisata kota.
Akui Pengawasan Lemah
Pemerintah Kota Bogor mengakui adanya celah tata kelola tersebut. Jenal Mutaqin, menyebut bahwa secara regulasi, penginapan dengan jumlah kamar tertentu seharusnya sudah masuk objek pajak daerah.
"Penginapan di atas sepuluh kamar itu seharusnya masuk pajak," beber Jenal.
Namun, ia juga mengakui bahwa persoalan alih fungsi bangunan dari hunian menjadi akomodasi belum sepenuhnya tertangani.
"Kami akui ini belum sepenuhnya masif didata oleh pemerintah," kata Jenal.
Menurutnya, pendataan dan pengawasan terhadap perubahan fungsi bangunan masih menjadi pekerjaan rumah yang sedang disiapkan pembenahannya.
Sebagai respons kebijakan, Pemkot Bogor merencanakan intensifikasi pajak daerah dan evaluasi perizinan mulai 2026, termasuk penertiban akomodasi yang tidak sesuai peruntukan.
Di sisi lain, pemerintah juga mendorong event dan kegiatan berskala besar agar kunjungan dapat dikonversi menjadi tingkat hunian hotel.
(sud/sud)










































