Sayapnya mengembang lebar, membelah udara pagi di kawasan Danau Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Kabupaten Sukabumi.
Elang Jawa jantan bernama Raja Dirgantara akhirnya kembali menjejakkan takdirnya sebagai penguasa langit, setelah lebih dari satu tahun menjalani proses rehabilitasi. Pelepasliaran ini menjadi simbol harapan bagi upaya konservasi Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), satwa endemik Pulau Jawa yang kian terancam.
Raja Dirgantara dilepasliarkan oleh Kementerian Kehutanan bersama Balai Besar TNGGP di kawasan Danau Situ Gunung, Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih setelah melalui kajian habitat yang matang. Perbukitan di sekitar danau dinilai sesuai dengan karakter jelajah Elang Jawa, ketersediaan pakan alaminya relatif melimpah, serta minim satwa kompetitor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki mengatakan, pelepasliaran Raja Dirgantara menjadi langkah penting dalam penguatan konservasi berbasis teknologi. Elang Jawa ini telah dipasangi GPS telemetry untuk memantau pergerakan dan wilayah jelajahnya.
"Hari ini kita melakukan pelepasliaran Elang Jawa satu ekor yang kita namai Raja Dirgantara, rajanya udara. Elang ini sudah kita gunakan teknologi GPS telemetry sehingga kita bisa memantau pergerakan, home range, hingga pohon tempat dia bersarang dan area mencari pakan," ujar Rohmat kepada detikJabar, Sabtu (13/12/2025).
Menurutnya, pemanfaatan teknologi ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek animal welfare, sehingga tidak mengganggu perilaku alami satwa. Data yang dihasilkan nantinya akan menjadi rujukan penting dalam pengelolaan habitat Elang Jawa.
Raja Dirgantara sebelumnya menjalani rehabilitasi selama 1 tahun 3 bulan di Pusat Pendidikan Konservasi Elang Jawa (PPKEJ) Cimungkad, Sukabumi. Ia merupakan elang serahan masyarakat dari Kecamatan Sukanegara, Kabupaten Cianjur.
Saat pertama kali diserahkan pada September 2024, usianya belum genap satu tahun, dalam kondisi cukup jinak dan belum mampu memangsa pakan hidup.
Selama rehabilitasi, tim PPKEJ Cimungkad menerapkan proses enrichment untuk mengembalikan insting liarnya, termasuk dengan memberikan pakan alami seperti bunglon (Brocchocela jubata) dan ular koros (Ptyas korros). Dari hasil penilaian kesehatan dan perilaku, Raja Dirgantara memperoleh skor perilaku 405 poin, melampaui ambang batas layak dilepasliarkan.
PPKEJ Cimungkad sendiri merupakan pusat pendidikan konservasi yang dibangun pada 2020 di kompleks rumah MEG Bartels, penemu Elang Jawa. Kawasan ini berada dalam wilayah TNGGP, salah satu taman nasional tertua di Indonesia dengan luas lebih dari 24 ribu hektare. Selain sebagai pusat rehabilitasi, PPKEJ Cimungkad juga menjadi ruang edukasi publik melalui keberadaan Museum Bartels.
Rohmat Marzuki menambahkan, pelepasliaran ini bukan sekadar melepas satwa di satu titik yang notabenenya bergabung dengan tempat wisata. Begitu mengudara, Elang Jawa akan menjelajah wilayah yang sangat luas.
"Ini hanya titik pelepasliaran. Ketika dia mengudara, home range-nya sangat luas. Populasi Elang Jawa di Pulau Jawa saat ini sekitar 511 pasang berdasarkan penelitian terakhir, dan alhamdulillah menunjukkan peningkatan dibanding beberapa tahun sebelumnya," jelasnya.
Ke depan, Kementerian Kehutanan berencana memperluas penggunaan teknologi serupa di berbagai kantong habitat Elang Jawa. "Ini uji coba pertama di Gunung Gede Pangrango. Selanjutnya, secara bertahap teknologi ini akan kita terapkan di 74 kantong habitat Elang Jawa di seluruh Pulau Jawa," katanya.
Selain pendekatan teknologi, pemerintah juga menekankan pentingnya peran masyarakat. Sosialisasi tentang fungsi hutan sebagai penjaga keseimbangan lingkungan terus dilakukan, mulai dari pengendali banjir dan longsor hingga penyedia air bersih dan irigasi pertanian.
Bahkan, Kementerian Kehutanan telah memberikan penghargaan kepada local champions, tokoh-tokoh masyarakat di sekitar habitat Elang Jawa yang aktif menjaga kelestarian satwa dan hutannya.
"Konservasi tidak bisa dilakukan sendiri. Kita butuh kolaborasi banyak pihak agar populasi Elang Jawa terus bertambah dan habitatnya tetap lestari," ujar Rohmat.
Terbangnya Raja Dirgantara di cakrawala Situ Gunung membawa harapan. Di balik kepakan sayapnya, tersimpan pesan bahwa konservasi bukan sekadar menyelamatkan satu ekor elang, melainkan menjaga masa depan ekosistem Pulau Jawa.
(yum/yum)










































