Syahdunya Kala Surya Tenggelam di Pulau Purba Ciletuh

Syahdunya Kala Surya Tenggelam di Pulau Purba Ciletuh

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 12 Okt 2025 09:00 WIB
Suasana sore di Teluk Ciletuh, Sukabumi.
Suasana sore saat terlihat dari Teluk Ciletuh. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Senja di Teluk Ciletuh selalu punya cara sendiri buat bikin siapa pun diam. Langit oranye keemasan, laut memantulkan cahaya, udara sore terasa hangat di kulit.

Warna langit perlahan berubah dari biru pucat menjadi jingga, lalu tembaga. Permukaan laut berkilau seperti kaca cair, memantulkan bayangan pulau-pulau purba di kejauhan. Angin laut terasa lembut, membawa aroma garam dan sisa amis dari bagan nelayan yang sudah ditinggalkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suara mesin perahu terdengar serak tapi ritmis, berpadu dengan bunyi air yang memukul haluan pelan, seolah laut ikut berbicara.

Cahaya sore itu menempel di kulit, membuat siapapun yang duduk di perahu terlihat keemasan. Ombak kecil datang silih berganti, menampar lembut sisi perahu lalu pecah jadi busa putih. Langit di barat memantulkan cahaya terakhirnya di antara Pulau Kunti dan Pulau Mandra, sementara bayangan karang perlahan memanjang di permukaan air.

ADVERTISEMENT

Perahu Wisata Ciletuh 03 yang ditumpangi detikJabar melaju pelan menuju dermaga Palangpang, setelah seharian mengunjungi deretan pulau purba mulai dari Pulau Mandra, Pulau Kunti, sampai Karang Kontol yang lokasinya paling luar.

Ombak kecil masih setia mengayun perahu. Suara mesin berpadu dengan tawa kecil para penumpang yang sibuk menatap matahari turun ke garis laut.

Heti Kusniawati, salah seorang wisatawan, duduk di sisi kanan perahu sambil memegang tangan suaminya, Ersin. Sinar matahari sore menyorot wajahnya.

"Cantik banget, ya. Seperti mimpi, mataharinya bulat banget, kayak bisa dipegang," tuturnya seraya melihat bulatan matahari yang berada di tengah deretan pulau.

Suasana sore di Teluk Ciletuh, Sukabumi.Pengunjung mengabadikan suasana sore di Teluk Ciletuh, Sukabumi, dari atas kapal. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)

Di sebelahnya, Ersin masih asyik menatap laut yang berubah warna setiap menitnya. "Saya baru tahu Ciletuh secantik ini kalau dilihat dari laut," ujarnya.

"Kalau sore, warnanya bisa berubah-ubah. Dari oranye ke merah, terus jadi keemasan. Susah dijelasin, tapi adem banget ngelihatnya," imbuhnya.

Regina, wisatawan lainnya, duduk di haluan. Ia memegang ponsel dan mencoba mengabadikan momen. Angin sore membuat rambutnya berantakan, tapi senyumnya nggak lepas.

"Kalau sore gini, kayaknya semua orang pengin diem aja. Nggak usah ngomong, cukup liat," katanya.

Suasana di atas perahu benar-benar tenang. Ombak sesekali menghantam haluan, tapi tak cukup kuat buat mengganggu. Anak-anak kecil mulai mengantuk, sementara orang dewasa sibuk memandangi laut yang perlahan berubah warna jadi tembaga tua. Dari kejauhan, siluet Pulau Kunti tampak gelap, kontras dengan langit yang masih menyala di belakangnya.

Begitu matahari benar-benar turun, warna laut berubah jadi abu-abu keperakan. Udara mulai dingin, tapi semua orang masih diam di tempatnya masing-masing, seperti nggak mau kehilangan detik terakhir senja.

Perahu akhirnya berbelok masuk ke arah muara Sungai Ciletuh. Di depan, cahaya-cahaya dari warung nelayan di pesisir mulai kelihatan.

Hari itu berakhir sempurna, laut tenang, langit bersih, dan cerita tentang pulau-pulau purba Ciletuh tinggal jadi kenangan sore yang susah dilupakan.

Suasana sore di Teluk Ciletuh, Sukabumi.Suasana sore di Teluk Ciletuh, Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Halaman 2 dari 2
(sya/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads