Papan merah bertuliskan "Dilarang Memasuki Kawasan Taman Nasional" kerap terlihat di jalur kampung sekitar Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Kawasan hijau dengan pemandangan sejuk itu beberapa waktu terakhir viral karena ramai dikunjungi wisatawan untuk trekking ke Curug Sudin atau Curug Rasta.
Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP), Agus Deni menjelaskan, bahwa kawasan tersebut termasuk area konservasi Resor Goalpara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Salah satu titik yang sering menjadi perhatian adalah Curug Sudin, air terjun alami yang tersembunyi di dalam kawasan hutan tersebut.
"Larangan itu bukan tanpa dasar. Sesuai Pasal 50 ayat 3 huruf a UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang memasuki, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah," kata Agus Deni saat dikonfirmasi detikJabar, Selasa (7/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus menegaskan, papan larangan itu bukan bertujuan menutup akses masyarakat, melainkan untuk menjaga ekosistem agar tetap lestari. Hingga saat ini, kata dia, potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) curug tersebut belum dibuka untuk umum.
"Tujuannya bukan melarang orang menikmati alam, tapi agar alam tetap lestari dan fungsi konservasi tidak terganggu," ujarnya.
Menurut Agus, bila suatu saat kawasan seperti Curug Sudin akan dibuka untuk wisata alam, maka seluruh prosesnya harus melalui kajian dan prosedur resmi. "Kajian itu penting supaya wisata tetap aman, berkelanjutan, dan tidak merusak fungsi konservasi," tegasnya.
Pesona Curug Sudin yang Masih Alami
Curug Sudin, atau yang oleh sebagian warga disebut Curug Rasta, berada di wilayah Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Lokasinya berada di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan minim sentuhan manusia.
Akses menuju Curug Sudin tidak mudah. Medannya cukup menantang dengan jalur yang menembus vegetasi lebat dan perkebunan teh. Namun bagi sebagian pegiat alam, keindahan air terjun dan udara sejuk di sekitarnya menjadi daya tarik tersendiri.
Keasrian inilah yang membuat kawasan tersebut masuk dalam zona konservasi. Aktivitas tanpa izin, seperti mendirikan tenda, membuka jalur baru, atau kegiatan wisata liar, berpotensi merusak keseimbangan ekosistem.
"Kalau masyarakat ingin menikmati alam, silakan melalui jalur resmi dan kegiatan yang sudah dikaji. Jangan nekat masuk ke wilayah konservasi karena risikonya besar, baik bagi keselamatan maupun kelestarian hutan," ujar Agus.
"Pada prinsipnya apabila memasuki kawasan konservasi seperti taman nasional wajib memiliki surat izin memasuki kawasan konservasi (SIMAKSI)," tutupnya.
(dir/dir)