Landmark 'Pantai Citepus' yang dulunya menjadi kebanggaan ruang terbuka hijau di Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, kini hanya menyisakan huruf-huruf terpencar 'Panai itpus'. Kondisi itu jadi sebuah ironi di tengah megahnya janji pengembangan kawasan wisata pesisir Sukabumi.
Landmark itu berdiri gagah di bibir pantai beberapa tahun lalu, menjadi latar sempurna bagi foto wisatawan. Kini, huruf-huruf yang hilang seolah menjadi simbol bagaimana kawasan ini perlahan kehilangan identitasnya. Bukan hanya tulisan, tetapi juga semangat merawat fasilitas publik yang menjadi wajah suatu daerah.
"Kondisinya kalau tidak salah sudah lama, sejak Desember tahun kemarin (2024), satu-satu jatuhnya. Ada yang jatuh kena angin asalnya hanya menggantung. Kemudian mungkin ada tangan iseng kemudian dijatuhkan ke bawah, menggantung," kata Diwan, warga Palabuharatu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sepanjang RTH (ruang terbuka hijau) Citepus, sebagian kawasan joging trek yang dibangun untuk warga dan wisatawan kini tampak memprihatinkan. Retakan-retakan besar menganga di beberapa bagian. Gelombang pasang yang terus menghantam perlahan memakan jalur itu, membuatnya tak lagi aman digunakan.
Setiap pagi, Rini (35), warga lainnya masih berusaha memanfaatkan trek yang tersisa untuk berolahraga. Namun, ia tak bisa menutupi rasa was-was.
"Kalau begini terus, lama-lama habis juga. Pemerintah belum ada tanda-tanda mau memperbaiki," keluhnya.
![]() |
Tidak jauh dari Citepus, sekitar 7,4 kilometer, di Kecamatan Cisolok, nasib serupa menimpa landmark wisata Karang Hawu Beach. Tulisan itu kini tergerus separuh, menyisakan kata Hawu Beach.
"Ini kejadian belum lama ini, saat ada angin besar langsung ambruk ke bawah," kata Wawan, warga yang ditemui detikJabar di sekitar lokasi.
Diketahui, kawasan pantai di Sukabumi selama ini dikenal sebagai destinasi wisata andalan. Namun, kerusakan pada landmark dan fasilitas publik di Citepus dan Karang Hawu menunjukkan bagaimana perawatan sering kali menjadi hal yang diabaikan. Anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan ternyata tak diikuti dengan upaya merawatnya.
Kerusakan ini bukan sekadar soal estetika. Fasilitas publik adalah cermin bagaimana pemerintah memperlakukan warganya. Apakah ini tanda dari minimnya perhatian terhadap ruang-ruang bersama? Ataukah ini hanya soal waktu sebelum semua kembali indah seperti sediakala, apa kometar dinas terkait?
"Tentunya (landmark) itu merupakan daya tarik wisatawan di Pantai Karang Hawu untuk mengabadikan momen berlibur mereka, dan kami dari Dinas Pariwisata akan segera melakukan perbaikan terkait kerusakan itu yang diakibatkan angin kencang," ujar Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Sukabumi, Sendi Apriadi dalam konfirmasinya soal landmark di Karang Hawu kepada wartawan.
Menurutnya, landmark ini sudah beberapa kali diperbaiki karena kerap rusak diterpa angin kencang. "Kerusakan seperti ini sudah sering terjadi. Kemarin baru diperbaiki, namun kali ini sisi yang lain diterpa angin kencang lagi sehingga rusak parah. Kami khawatir jika terus diperbaiki dengan desain yang sama, masalah serupa akan berulang," ujar Sendi.
"Demi keamanan dan kenyamanan pengunjung, terlebih khawatir apabila ada angin besar, sementara kami akan bongkar dan meninjau ulang, apakah tetap mempertahankan desain lama atau tampilan baru," tambahnya.
Untuk sementara, kata Sendi, area di sekitar landmark tersebut akan ditutup guna menghindari risiko bagi pengunjung.
"Yang paling kami khawatirkan adalah keselamatan wisatawan. Syukurlah tidak ada korban dalam kejadian ini. Landmark sudah kami bongkar, dan kami akan segera mengusulkan rencana pembenahan," jelas Sendi.
(sya/mso)