Pesawat-pesawat produksi anak bangsa di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dipamerkan untuk publik. Tampilan 'gagah' pesawat bisa dilihat dalam jarak dekat, melalui program Edutainment Factory Tour.
Setiap akhir pekan, PTDI menyediakan program untuk umum, agar bisa menonton edukasi kepada masyarakat yang ingin mengetahui industri pesawat terbang di tanah air ini. Tur dimulai dari pukul 09.00-16.00 WIB dengan harga tiket Rp35 ribu per orang.
Pengunjung bakal diajak naik bandros keliling hanggar PTDI selama kurang lebih 40 menit. Terdapat dua bandros, yang masing-masing berkapasitas 20 orang. Sepanjang perjalanan, pengunjung akan dijelaskan oleh tour guide terkait sejarah industri kedirgantaraan nasional dan kemampuan PTDI dalam memproduksi pesawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kali ini, tim detikJabar berkesempatan mengikuti Factory Tour PTDI. Rutenya dimulai dari Runway 29 CafΓ© pada Pos 1 PTDI, lalu pengungjung diajak mengggunakan bus bandros untuk berkeliling area PTDI.
Pada area pertama, kami diarahkan menuju Detail Part Manufacturing yang memperlihatkan secara langsung detail proses penyiapan material produksi pesawat. Di dalamnya, merupakan tempat pabrikasi material pesawat dari mulai yang paling kecil dan paling mudah, sampai yang paling besar dan paling sulit.
"Mulanya, akan dilakukan perakitan mulai dari ekor, hidung pesawat, baru diintegrasikan lalu melalui proses finisihing di Final Assembly Line. Semua proses step by step dari sayap, hydraulic aviolic, semua dipasang lengkap, baru ground test terbang dikit-dikit, dan test fly," kata Bagus Afianto, Kepala Divisi Aircraft Assembly dan Integrasi.
![]() |
Sambil menjelaskan, Bagus memamerkan pesawat NC212i. Pesawat ini mulanya diproduksi perdana pada tahun 1976 dari CASA, Spanyol yang kemudian PTDI memiliki lisensi produksinya. Kini, PTDI memproduksi NC212 family generasi terbaru dan paling canggih, seri i.
"Ini seri i, sudah yang paling canggih dan bisa autopilot, ada hidrolik sistemnya. TNI AU pesan pesawat ini sembilan, ini produksi yang keenam dan sudah test flight 5 jam terbang. Pesawat ini sudah ikut dalam perayaan ultah TNI belum lama ini dan sudah mendapatkan sertifikasi dari IDAA (Indonesian Defence Airworthiness Authority)," cerita Bagus.
Tahun depan, Bagus mengatakan seluruh pesawat NC212i pesanan TNI AU itu bakal rampung. Kalau detikers hafal bentuknya, pesawat ini juga digunakan saat pembukaan IKN dan Sirkuit Mandalika untuk modifikasi cuaca.
Setidaknya sejak tahun 2007-2024, ada 123 pesawat NC212i yang sudah diproduksi PTDI. Beberapa di antaranya merupakan pesanan Filipina, Thailand, dan negara tetangga lainnya.
Bagus kemudian memamerkan 'kakak' dari pesawat NC212i. Ialah CN235 Tetuko, yang kata Bagus lebih baru dan lebih canggih dari 'adiknya'.
"Setelah diproduksi, jelas dites di sini dulu. Kalau pesawat yang ini sudah banyak jam terbangnya, sudah ribuan. Kalau Tetuko ini dari tahun 1986 dengan spek mesin yang sama yakni GE (General Electric) dan propeler Hamilton," ucapnya menjelaskan.
Bagian dalam pesawat CN235 lebih luas, muat kurang lebih 35 penumpang. Bagus menyebut, pesawat ini mirip type 212 versi long range alias lebih panjang dan dilengkapi auxiliary fuel tanks atau tambahan bahan bakar.
"Pesawat-pesawat di sini 100% desain anak Indonesia, dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) 44%. Kalau pesawat yang ini merupakan seri terbaru yang navigasinya sudah digital dan upgrade banyak kali," kata Bagus.
Pesawat-pesawat rakitan anak bangsa ini sudah ada di benua Asia, Afrika, hingga Amerika Selatan. Bagus juga mengatakan ada dua negara yang paling sering order ke PTDI yakni Malaysia dan Korea, yang masing-masing masih punya pesanan sebanyak 6 pesawat.
N219 yang Dibanggakan
Dari sekian banyaknya pesawat yang dipamerkan, ada satu seri yang tengah jadi perbincangan hangat dan kebanggaan PTDI yakni N219 Nurtanio. Pesawat ini diciptakan berjenis basic dan amphibi, alias dapat lepas landas dan mendarat di air.
N219 Nurtanio menjadi pesawat multiguna generasi baru yang dirancang untuk mengangkut 19 penumpang dengan luas kabin terbesar di kelasnya. Dilengkapi dengan sistem avionik yang canggih, fixed tricycle landing gear, serta pintu kargo yang lebar untuk memudahkan mengubah konfigurasi pesawat.
"Pesawat ini didesain, kemudian dibuatkan prototipe, proses test flight, sampai dengan sertifikasi pesawat ini pada Desember 2022. Saat ini kita sudah ada enam pesanan, salah satunya seri amphibi yang saat ini masih 34% pembangunan. Target kita first flight tahun 2026 dan sertifikasi tahun 2027, di daerah yang sudah kita mapping. Ujicoba akan dilakukan di Kepulauan Riau dan daerah sini di Karimun Jawa," kata Batara Silaban, Direktur Produksi PTDI.
![]() |
Pesawat N219 yang dikembangkan menjadi varian amphibi akan dilengkapi dengan komponen float atau pengapung dari bahan komposit. Float itu sebagai pengganti roda untuk pendaratan di perairan terbuka.
N219 amfibi dirancang memiliki kecepatan maksimal 296 kilometer per jam pada ketinggian operasional 10 ribu kaki. Dengan daya jelajah maksimum 231 kilometer, pesawat mampu take off pada jarak 1.400 meter di badan air dan landing pada jarak 760 meter.
Batara menjelaskan, bukan perkara mudah industri pesawat terbang dalam membangun sebuah tubuh pesawat baru. Butuh perjalanan yang sangat panjang, bahkan bisa sampai 6-8 tahun.
Menurutnya, dalam pembangunan N219 mampu mengangkat kemampuan dan kapabilitas dirgantara nasional. Sebab, tidak banyak negara yang punya kemampuan membidang dan mendapatkan sertifikasi dari sebuah kesehatan.
"Bagaimana N219 ini menjadi bagian dari transformasi ekonomi. Tujuan pembuatan N219 ini adalah bagaimana konektivitas antar pulau, konektivitas antar kota di Indonesia, di pulau-pulau yang memang perlu untuk mengoneksikan, sehingga ekonomi-ekonomi daerah itu berkembang," ucap Batara.
Ia pun mengungkap potensi N219 amphibi yang diproyeksikan untuk Bali Utara. Ada kebutuhan dan sudah terkalkulasi untuk jenis N219 amphibi ini, yaitu kurang lebih sebanyak 54 jenis.
"Pesawat ini sendiri konfigurasinya bisa angkut, kargo, horizon, elektrik transport, dan bagaimana yang diperlukan. Jadi ini tentunya selalu melakukan pengembangan. Proses pengembangan pesawat industri ini terus dilakukan oleh engineer-engineer PTDI sampai hari ini," tutur Batara.
"Tujuan kita juga bisa menembus global partner, salah satunya di China. Di nasional, tim dari PTDI bersama dengan Pemda Bali diharapkan mampu mengangkat ekonomi di Bali Utara," sambungnya.
Terkait pengembangan N219 amphibi dijelaskan juga oleh Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan. Ia mengatakan bahwa pengembangan industri aviasi selalu menjadi cita-cita PTDI.
"Membangun ekosistem kedirgantaaraan begitu penting untuk kemajuan indonesia. Sektor manufactory itu multiply effect, membawa dampak ekonomi yang juga besar dampaknya. Kami sedang merancang ekosistem kesirgantaraan untuk Bali Utara," ucap Gita.
"Ada satu bandara Letkol Wisnu itu tidak terpakai. Ada BIFA (Bali International Flight Academy) itu pindah ke Banyuwangi, padahal Bali Utara ini luar biasa. Kalau ada amfibi, tourism pasti luar biasa. Kalau turis itu kan pasti orang berduit, jadi amfibi itu bisa menyasar ke tourism," sambungnya.
Gita mengungkap ingin menghidupkan flight to mission. Salah satunya dengan mengembalikan BIFA ke Bali untuk menjadi pusat pelatihan penerbangan. PTDI pun sudah memiliki AMTO (Authorized Maintenance Training Organization), yang mengharuskan semua pekerja di sektor industri pesawat terbang agar tersertifikasi.
"Lalu insyaAllah pada saat N219 ini ke timur, kita akan bangun hubnya 219 untuk Indonesia Timur di Bali. Jadi 219 ini seperti 235, kita jual ke Afrika. Secara MRO, kita akan penetrasi secara market ke Afrika. Dan kemarin kita juga ingin membuka tahun 219 dalam perbicaraan dengan UAE dan kemarin Malaysia," doa Gita.
(aau/yum)