Pelaku usaha jasa wisata keluhkan maraknya praktik pungutan liar (Pungli) di banyak destinasi wisata di Jawa Barat. Biaya parkir menjadi modus yang paling banyak terjadi. Namun tidak adanya efek jera membuat praktik tersebut tetap menjamur.
Abe, pengusaha jasa wisata asal Cianjur mengungkapkan, beberapa daerah yang kerap terjadi pungli, yakni Sukabumi, Pangandaran, Cirebon, dan Garut.
"Kalau paling banyak punglinya di Sukabumi. Selain itu Garut juga sekarang sedang parah banyak pungli juga. Tapi selain itu Cianjur dan Bandung masih ada pungli," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya saat ini destinasi wisata yang mulai minim pungli ialah di Ciwidey Kabupaten Bandung. "Ciwidey mulai bagus, minim punglinya," kata dia.
Dia mengungkapkan, para pelaku pungli biasanya menjalankan modus biaya parkir untuk meminta uang pada pelaku usaha jasa wisata. Menurutnya, oknum tersebut meminta biaya parkir dengan harga tinggi.
"Modusnya ngasih tiket parkir sambil dilipat supaya tidak kelihatan harganya. Setelah itu mereka minta uang Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu per mobil. Itu untuk kelas mobil Hiace, kalau bus beda lagi lebih mahal. Padahal tiket parkir aslinya hanya Rp 3 ribu," kata dia.
Abe menjelaskan, untuk memuluskan aksinya, pelaku pungli akan mengarahkan kendaraan yang membawa wisatawan ke zona parkir yang mereka siapkan.
"Jadi diarahkan ke parkir khusus yang mereka kelola. Makanya bisa seenaknya buat getok biaya parkir," kata dia.
Menurutnya, apabila pengemudi atau pemandu dari jasa wisata tidak memberikan uang parkir senilai yang mereka minta, maka oknum tersebut akan melalukan ancaman hingga pengerusakan.
"Biasanya diancam di lokasi, kalau tetap tidak bayar akan ditandai. Kendaraan kita bisa dirusak ketika kita lengah saat di parkiran atau dipukul saat di perjalanan," kata dia.
Abe mengungkapkan, masih banyaknya pungli membuat minat wisata menurun. Pasalnya aksi tersebut seringkali terjadi di depan wisatawan sehingga mereka merasa risih.
"Saya sebagai pelaku usaha jasa wisata tentu merasakan dampaknya. Pertama jadi menurunkan minat wisatawan berkunjung ke tempat wisata tersebut. Menurunnya intensitas penyewaan kendaraan atau kegiatan wisata karena traumanya konsumen dengan sikap oknum pelaku pungli yg terkadang kasar," kata dia.
Dia mengatakan minimnya penindakan dan sanksi yang tidak memberikan efek jera membuat praktik tersebut masih menjamur.
"Sering komunikasi dengan pelaku wisata daerah. Mungkin kalau tindak lanjut ada, tapi efek jera kurang. Kemudian sikap acuh tak acuh para stake holder atau APH membuat oknum balik lagi melakukan pungli," kata dia.
"Makanya banyak yang mengambil langkah untuk membiarkan. Karena kalau sekarang jadinya kalau tidak viral tidak ditindak. Kalau sudah viral baru semua bergerak dan menindak. Kami harap ini jadi perhatian bersama, supaya iklim wisata menjadi sehat," kata dia.
(mso/mso)