Desa bernama Mawsynram di India terbilang unik. Bukan tanpa alasan, desa tersebut paling sering diguyur hujan dibanding daerah lain di seluruh dunia.
Curah hujan di desa ini mencapai 11.873 mm setiap tahunnya. Jika di bandingkan dengan kota hujan di Indonesia yakni Kota Bogor, curah hujannya tiga kali lipat lebih besar. Curah hujan di Kota Bogor hanya sekitar 3.500-4.000 mm.
Baca juga: Kue Cokelat Pembawa Petaka di Hari Ultah |
Dilansir dari detikTravel, warga lokal banyak yang tak betah tinggal di desa ini lantaran kerap diguyur hujan. Apalagi, penduduk sekitar menyadari risiko yang mengancam apabila daerahnya terus-terusan diguyur hujan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami dikunjungi sekitar 10.000 wisatawan setiap tahunnya. Selama musim hujan, banyak orang yang suka berkunjung karena curah hujannya sangat deras, terutama pada bulan Juni hingga September," kata warga, Jyotiprasad Oza, kepada Mirror.
Hujan yang turun di kawasan perbukitan bukan gerimis biasa. Terkadang, hujan sekali, akan terus-terusan berhari-hari tanpa jeda.
Debit air yang tumpah juga cukup besar. Pada suatu hari di bulan Juni dekade lalu, turun hujan dengan curah 1.003 mm.
Penduduk lokal sudah 'trauma' dengan hujan. Mereka pun kerap berlarian masuk ke dalam rumah untuk menghindari hujan. Mereka juga menyadari hujan yang turun terus menerus dapat menghancurkan wilayahnya.
Banyak dampak yang bisa ditimbulkan mulai dari tanah longsor dan banjir. Listrik juga kerap padam dan persediaan air bersih yang menipis.
"Selama hujan deras, tidak mungkin untuk keluar rumah. Kami tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari. Kami tidak boleh keluar rumah saat hujan. Kadang-kadang anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah saat hujan. Hal ini cukup berbahaya," jelas Jyotiprasad.
"Kami lebih memilih untuk pindah ke tempat yang tidak terlalu sering turun hujan," kata Jyotiprasad menambahkan.
Baca juga: Niatnya Prank Malah Berujung Hilang Nyawa |
Ada alasan mengapa curah hujan di desa tersebut sangat tinggi. Salah satunya lantaran wilayah desa itu berada di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Hal itu membuat desa tersebut memiliki iklim dataran tinggi yang intens oleh udara hangat dan lembab yang naik dari Teluk Benggala selama musim hujan.
Tapi belakangan, warga sudah menemukan solusi untuk hidup berdampingan dengan hujan. Mereka membuat rumah kedap suara dan membuat payung tradisional yang disebut Knup.
Artikel ini sudah tayang di detikTravel, baca selengkapnya di sini
(wkn/dir)