Mushaf Al-Qur'an terbesar dan kecil ada di Kota Sukabumi. Al-Qur'an peninggalan dari keturunan Raden Sumawinata (keturunan ke-15 Prabu Siliwangi) ini tersimpan rapi di Museum Prabu Siliwangi.
Lokasi museum ini berada di dalam kawasan Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, Jalan Merbabu, Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi. Di sana, pengunjung dapat melihat Al-Qur'an peninggalan zaman Utsmaniyah hingga mushaf dengan berbagai ukuran.
Al-Qur'an raksasa yang berukuran kurang lebih semeter itu ditulis dengan menggunakan tinta mangsi berwarna emas. Kemudian di atas etalase tersimpan beberapa bentuk Al-Qur'an. Bahkan, ada Al-Qur'an yang berukuran kecil seperti ibu jari (jempol).
"Ada mushaf ukuran 1 meter sampai ukuran sejempol. Jadi kita mengumpulkan jenis-jenis Al-Qur'an, ada yang kecil dan besar. Yang satu meter ini ditulis tangan oleh keluarga besar kami. Usianya itu kurang hafal karena itu warisan, kemungkinan di zaman para wali, abad ke 14-15," kata KH Fajar Laksana selaku Pendiri Ponpes Dzikir Al-Fath, Minggu (17/3/2024).
Dia menjelaskan, Al-Qur'an tersebut disimpan berdekatan dengan rambut Nabi Muhammad SAW. Rambut itu didapat dari Turki beserta sertifikat keasliannya.
"Ada juga benda-benda dari zaman ustmani, kitab para wali, naskah sahadat sajati, bahkan kami pun punya kitab yang setelah kita lihat kitab Zabur dan Injil Barnabas. Itu saya dapatkan juga dari Turki dan Al-Qur'an dari yang terbesar sampai kecil ini tersimpan di ruang sejarah Islam," ujarnya.
Meski usianya sudah ribuan tahun, bentuk Al-Qur'an itu masih terawat dan terjaga. Setiap petugas yang masuk ke ruang sejarah Islam diimbau untuk menjaga wudhu.
Beberapa pengunjung yang datang pun akan mendapatkan penjelasan terkait koleksi di ruang sejarah Islam. Koleksi-koleksi Islam ini diharapkan dapat mempertebal rasa keimanan umat.
"Museum dalam kacamata Islam karena kami di pondok pesantren maka museum itu bagian dari apa yang disebutkan dalam surat Al-Fatihah. Ketika kita minta jalan yang lurus maka Allah sampaikan jalan yang lurus itu jalan yang diberikan nikmat kepadanya bukan jalan yang sesat. Ada gambaran zaman peradaban sebelum agama dan setelah mengenal agama," jelasnya.
"Ini sebagai pelajaran untuk kita mana jalan terbaik yang harus kita tempuh dengan melihat sejarah masa lalu. Harapannya tentu ini menjadi pembelajaran untuk meningkatkan rasa keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT," tutupnya.
(mso/mso)