Tak banyak negara yang lebih mengedepankan hubungan dengan alam dan budaya seperti Finlandia. Hal itulah yang ternyata jadi kunci sukses Finlandia menjadi negara paling bahagia di dunia.
Sebagaimana diketahui, Finlandia kerap menyabet status sebagai negara paling bahagia selama enam tahun berturut-turut. Penilaian itu diberikan oleh World Happiness Report. Dilansir dari detikTravel, penilaian yang dilakukan berdasarkan kriteria meliputi PDB per kapita, dukungan sosial, harapan hidup sehat, kebebasan, kemurahan hati dan korupsi atau kekurangannya.
Seluruh kriteria itu dimiliki oleh Finlandia. Bahkan seseorang bernama Akso Heart membuktikan sendiri. Akso sampai datang ke negara di Eropa itu untuk membuktikan hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria asal London ini bahkan mengikuti kelas master kebahagiaan selama empat hari bersama 14 peserta dari negara lain.
Akso pun mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya akan Finlandia yang jadi negara paling bahagia. Dia menuturkan Finlandia memiliki sejumlah poin yang tidak dimiliki negara lain.
Menurut dia, salah satu yang tampak nyata yakni alam dan makanannya. Sementara yang kasat mata yakni materialisme yang membatasi dan tekanan masyarakat.
"Semuanya tampak seperti cara alami dan orang-orang menghindari keinginan atau kebutuhan yang tidak perlu, kata Heart, dari London, kepada The Post dan dikutip New York Post, Rabu (5/7/2023).
"Kami tidak pernah benar-benar meluangkan waktu untuk berhenti, berhenti sejenak, dan memikirkan keputusan kami," kata Akso menambahkan.
Aksi menuturkan warga Finlandia juga memprioritaskan kesehatan mental. Hal ini berbeda dari negara lain.
"Orang Finlandia menikmati hubungan yang lebih dekat dengan alam daripada orang Barat lainnya," kata Akso.
Baca juga: Belajar Jadi Bahagia dari Warga Finlandia |
"Satu hal yang membedakan orang Finlandia dari orang Barat lainnya adalah hubungan unik mereka dengan alam dan budaya yang tidak menekankan simbol status dan keserakahan," kata Heart.
Soal materialistis, Akso mendapati jawaban bila warga di negara ini tak melulu soal pakaian dan rumahnya. Yang terpenting, kata Akso, hubungan mereka dengan alam dan budaya.
"Negara ini tidak sematerialistis negara lain. Jika di negara lain, warganya membuat orang terkesan dengan pakaian dan rumahnya, itu tidak ada di sana dalam pengalaman saya," kata dia.
"Tentu saja, uang adalah hak istimewa tetapi warga Finlandia tidak perlu khawatir tentang hal-hal yang dimiliki orang lain... tetapi lebih pada mentalitas yang dimiliki orang. Bukan soal jenis pakaian, atau uang, atau pekerjaan mereka," dia menambahkan.
Meski demikian, harta benda memang tak bisa lepas dari manusia termasuk orang Finlandia. Bedanya, warga Finlandia memaknai barang yang dimiliki dengan fokus pada desain dan nilai.
Cara hidup orang Finlandia turut dipelajari oleh Akso. Dia dan para peserta lainnya mengikuti cara mencari makan, menangkap ikan hingga memasak sendiri yang jadi ciri khas orang Skandinavia. Hal itu tentu kontras dengan yang terjadi di Inggris dan AS.
Selain itu, Akso menilai tidak ada pemaksaan bagi anak-anak di keluarga di Finlandia. Anak-anak bebas memilih keinginan mereka.
"Semua orang memperhatikan diri mereka sendiri terlebih dahulu, tetapi tidak dengan cara yang egois," kata Akso.
Artikel ini sudah tayang di detikTravel, baca selengkapnya di sini
(dir/dir)











































