Pamor Lembah Tengkorak, sebuah danau alami di tengah-tengah hutan belakangan sedang naik daun. Tentu yang pertama terbersit di benak yakni kesan seram dari nama tempatnya.
Lokus Lembah tengkorak sebetulnya masuk ke wilayah administratif Kabupaten Sumedang, tepatnya Kecamatan Tanjungsari. Namun memang berbatasan langsung dengan Palintang, Kabupaten Bandung, serta Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Lembah Tengkorak juga disebut sebagai wilayah tak bertuan. Sebab tempat yang jadi tujuan orang-orang untuk melakukan pendakian pendek atau trekking serta tak jarang jadi tempat berkemah itu tak dikelola secara resmi oleh daerah tempat itu berada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pesona dan pamor Lembah Tengkorak akhirnya sampai ke telinga Aprilani Dwi Astuti. Wanita 27 tahun asal Kota Cimahi, Jawa Barat. Belakangan ia sedang gandrung trekking bersama teman-teman semasa sekolah.
Minggu pagi di pertengahan tahun 2022, bersama beberapa orang teman akhirnya ia berangkat menuju Lembah Tengkorak. Perjalanan dimulai dari SMA Negeri 6 Kota Bandung, yang juga merupakan almamater mereka.
Jam 8 pagi, mereka tiba di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. April dan teman-temannya memutuskan memulai perjalanan ke Lembah Tengkorak melalui ruteAgro Wisata Kebun Kina PTPN VIII yang ada di Palintang, Ujung Berung, Kabupaten Bandung.
"Dari situ kita lewat perkebunan, perkampungan, sama pabrik kina. Kita titip kendaraan di perkampungan juga," kata April saat berbincang dengan detikJabar.
Doa dipanjatkan demi kelancaran perjalanan mereka. Sayang, pagi itu matahari malu-malu mengintip dari balik awan abu menggelayut di langit Bandung. Embusan angin lembut mengelus kulit. Tak surut niat melangkah demi melepas penat usai enam hari bekerja keras.
Ratusan meter sudah dilalui, jalan berbatu tempat mereka berpijak agaknya bikin kesal. Terlebih licin. Membuat mereka mesti ekstra hati-hati. Salah pijakan, bisa-bisa terjatuh.
"Untuk jalurnya itu semua ada, dari tanah, batu, nanjak, turun, ada semua. Dan yang pasti itu licin. Terus di tengah-tengah perjalanan itu banyak anjing peliharaan warga ya, jadi agak degdegan," ceritanya.
Ternyata pengalaman trekking ke beberapa tempat membuat April dan teman-temannya menambah jam terbang mereka. Persiapan lebih matang, berbekal tracking pole bukan untuk gaya-gayaan, tapi memang penunjang dan menjadi penopang beban kala berjalan.
Satu dua jam berjalan, mereka memutuskan beristirahat. Perjalanan masih jauh, tapi kaki perlu rehat sejenak. Pemandangan sisi kiri, kanan, depan, belakang, semua hijau. Rimbun pohon dan rumput, sejauh mata memandang hijau terhampar.
"Kita istirahat sebentar lanjut perjalanan, sekitar jam 12 siang akhirnya sampai di Lembah Tengkorak. Lumayan jauh juga perjalanannya," tutur April.
Perjalanan Panjang Terbayar Pesona Lembah Tengkorak
Perjalanan panjang yang ditempuh terbayar oleh pesona yang disuguhkan Lembah Tengkorak. Danau berair bening kehijauan tak pernah mereka temui dimanapun.
"Pesona di sana keren banget sih, pemandangan worth it sama perjalanan jauh. Kalau dilihat aslinya bagus banget, airnya bening. Terus ada sungai bisa dipakai mandi. Tapi kalau di danaunya nggak lihat yang berenang, katanya sih dalam banget kan," kata April.
"Pemandangan sepanjang perjalanan juga enak. Yang paling penting di sana nggak terlalu banyak orang meskipun lagi weekend," imbuhnya.
Sayang mereka tak bisa berlama-lama, sebab gerimis turun. April dan teman-temannya sudah puas menghabiskan waktu sekitar satu jam di Lembah Tengkorak. Beristirahat, menikmati pemandangan, berfoto, dan mengisi energi dengan bekal makanan.
"Ada yang turun bareng kita, ada yang ngecamp, ada yang baru datang juga. Cuma saya kan niatnya tektok (pulang pergi), jadi sejam di sana istirahat lalu turun lagi karena gerimis juga," tutur April.
Perjalanan panjang seperti saat mereka berangkat menanti di depan mata. Jalur dan rintangan yang sama. Terlebih gerimis, membuat mereka harus berhenti beberapa kali di sepanjang perjalanan pulang.
"Kita berteduh beberapa kali di gubuk-gubuk warga, soalnya kan banyak kebun. Kalau memaksakan jalan basah kuyup, soalnya gerimis tapi kadang membesar," kata April.
Tak terasa kaki melangkah berkilo-kilo meter, langit tiba-tiba gelap. Suara azan bersahut-sahutan tapi mereka masih belum sampai di perkampungan warga. Akhirnya pukul 18.30 mereka tiba.
"Alhamdulillah kita sampai di kampung warga itu setelah magrib, karena sempat degdegan juga jalannya gelap kita nggak bawa senter. Total perjalanan itu 8 jam," ucap April.
Trekking Paling Menguras Stamina
April mengatakan perjalanan ke Lembah Tengkorak menjadi pengalaman tak terlupakan selama menjajal beberapa rute trekking, khususnya yang tersebar di kawasan Lembang dan sekitarnya.
"Trekking sih lumayan sering, tapi selama saya trekking rute ke Lembah Tengkorak paling berat yang pernah dicoba. Mungkin jalur berbatu terus licin berpengaruh ya. Jadi untuk ke sana lagi sekarang, mungkin nggak dulu ya," celotehnya.
Namun bagi yang penasaran dengan pemandangan di Lembah Tengkorak, ia menyebut setidaknya sekali seumur hidup patut dijajal. Ia memberikan tips bagi yang gendak trekking ke Lembah Tengkorak.
"Harus dicoba sih ke sana (Lembah Tengkorak). Tapi persiapan harus matang. Penting pakai sepatu yang nggak licin dan nyaman. Kaos kaki juga yang nyaman, karena perjalanan jauh jadi riskan lecet," tutur April.
Ia juga mengatakan penting membawa bekal makanan dan minuman yang cukup. Namun tak membebani tubuh ketika digendong selama perjalanan ke Lembah Tengkorak.
"Perbekalan makanan dan minuman secukupnya. Kecuali mau kemping ya, harus disesuaikan juga dengan kebutuhan," ujar April.
Poin penting lainnya yakni mulai perjalanan sepagi mungkin. Sebab menurutnya, memulai trekking jam 8 pagi seperti yang dilakukannya ternyata sudah terlalu siang.
"Kalau bisa lebih pagi lagi dari jam 8 pagi, soalnya kan perjalanan jauh. Terus bisa-bisa sampai malam di jalan kalau mulainya siang," kata April.
(dir/dir)