Sebuah musala atau langgar berdiri di tengah-tengah kompleks pura di kawasan Danau Batur, Kintamani, Bali. Keberadaan langgar itu diketahui dari sebuah plang yang berada di pinggir jalan dengan tulisan Pura Dalem Jawa (LANGGAR).
Musala itu terletak 100 meter dari pintu depan kompleks pura. Di pelatarannya, hanya ada anak-anak bermain bola. Kawasan Pura Langgar yang berlokasi di Desa Bunutin, Bangli itu memang sangat adem karena dikelilingi oleh parit dan terdapat kolam bertahta pelinggih di tengahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari detikTravel, perawat langgar bernama Agung Alit membenarkan jika Laggar Bangli identik dengan agama Islam. Dan biasanya memang ada muslim yang menunaikan salat di dalam langgar tersebut. Tiada tiket saat masuk ke objek wisata tersebut.
"Ini masih dipakai untuk salat. Hanya sesekali kalau ada teman orang muslim datang berkunjung. Saudara kan banyak yang dari Jawa. Mereka beragama Islam," kata Agung kepada detikcom beberapa hari lalu.
"Kalau waktunya salat mereka akan melakukan ibadah di sini," ujar dia.
Keberadaan langgar di dalam kompleks pura di Bali tidak ujug-ujug terjadi. Karena ada proses hidayah di dalamnya, meski si pembangun bukanlah seorang muslim.
Langgar atau musala di Pura Langgar Bangli, dibangun melalui proses panjang sebuah pencarian. Jadi, saudara kembar raja yang berkuasa di daerah itu saat itu melakukan pertapaan karena kembarannya sakit keras.
"Dulu beliau, raja yang di sini, itu sakit. Sudah berobat ke mana-mana tapi beliau ini tidak sembuh," kata salah satu perawat Pura Langgar Bangli, Agung Alit, beberapa waktu lalu kepada detikcom.
"Akhirnya, adik beliau mengadakan semedi, adik si raja yang semedi, langsung mendapat petunjuk dari yang di atas. Ada sabda," katanya.
"Akhirnya, kalau ingin sembuh buatlah Langgar. Itu untuk memuja yang ada di Blambangan, Jawa Timur," Agung menambahkan.
Agung mengatakan bahwa raja-raja yang membangun Pura Langgar Bangli adalah keturunan dari Kerajaan Blambangan. Dan, keluarga mereka yang ada Jawa telah beralih agama menjadi Islam.
"Ini kan keturunan dari Blambangan. Kalau untuk muslim itu musala kecil kan," kata dia.
Tentang Pangeran Agung Wilis
Menurut penelitian berjudul PURA LANGGAR SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DAN WAHANA SOLIDARITAS ANTARAGAMA dari Ida Bagus Gde Pujaastawa dkk dari Universitas Udayana, menceritakan sekilas tentang raja-raja Blambangan yang pergi menyeberang ke Bali.
Berikut sekilas ceritanya:
Kekuasaan Mataram atas Blambangan juga tidak berlangsung lama, karena mendapat serangan dari raja Buleleng, yakni Ki Panji Sakti. Meskipun telah berhasil menguasai Blambangan, namun Ki Panji Sakti tetap menobatkan pewaris atau keturunan Raja Blambangan, yakni Pangeran Mas Sepuh sebagai raja Blambangan dan saudara kembarnya yang bernama Pangeran Wilis atau yang juga dikenal dengan sebutan Wong Agung Wilis sebagai patih agung.
Tidak diceritakan entah apa yang terjadi antara Pangeran Mas Sepuh dan Pangeran Wilis dalam menjalankan pemerintahan di Blambangan. Pangeran Wilis memutuskan untuk meninggalkan Blambangan dan hijrah ke Mengwi, Bali.
Kedatangan Pangeran Wilis disambut baik oleh Raja Mengwi dan selama tinggal di Mengwi Pangeran Wilis banyak mendapat nasehat dan tuntunan tentang kehidupan dari bhagawanta atau pendeta Kerajaan Mengwi.
Artikel ini telah tayang di detikTravel dengan judul Dari Hidayah Lalu Dibangunlah Musala di Tengah-tengah Pura di Bali
(yum/yum)