Bulan Ramadan tak lengkap rasanya bila tak juga menikmati sajian khas bulan Ramadan. Salah satunya kolak.
Ya, kolak seakan menjadi menu wajib masyarakat umumnya selama bulan Ramadan. Bahkan, tak sedikit muncul berbagai penjual kolak di pinggir jalan. Salah satunya 'Kolak Kalipah Apo'.
![]() |
Berada di ujung jalan Kalipah Apo, kolak ini sudah lama berjalan. Sejak 1991 berjualan, kolak yang generasi pertama dijual oleh Popon tak lekang oleh waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari tahun ke tahun, kolak 'Kalipah Apo' kerap diburu oleh pelanggan setianya. Bahkan tak sedikit pengguna jalan yang kebetulan melintas di Jalan Otto Iskandar Dinata, sengaja berhenti sejenak demi membeli sebungkus kolak.
Seperti yang dilakukan oleh Abdurahman (29). Warga Kopo ini terlihat memberhentikan sepeda motornya di sisi jalan. Masih menggunakan helm, dia memborong beberapa bungkus kolak yang sudah tertata rapi di gerobak.
"Ini mah langganan saya. Setiap bulan puasa, kalau lagi sempet mampir pulang kerja beli dulu ini. Dari dulu rasanya nggak berubah, tetap enak," ucap Abdurahman pada detikJabar.
Sama seperti kolak pada umumnya, kolak 'Kalipah Apo' juga menggunakan beragam bahan dasar kolak umumnya semisal pisang, ubi, pacar cina, hingga santan. Bahkan, beberapa tahun ke belakang, ada varian menu baru berupa tape atau peyeum.
"Sekarang ada tambahan menu lagi, rujak cuka," ujar Muti (31) penjual kolak 'Kalipah Apo'.
Muti merupakan generasi ketiga penerus penjual kolak 'Kalipah Apo'. Sebelumnya, pada generasi pertama, neneknya yang berjualan lalu disambung oleh ibunya.
"Sekarang saya generasi ketiga. Kalau mamah di rumah yang bikin kolaknya. Saya yang jualin," tutur Muti.
Ada dua gerobak yang disiapkan. Satu gerobak berada pas di pojokan jalan Kalipah Apo sedangkan satu lagi, ada di sampingnya.
Muti mengatakan setiap hari masing-masing gerobak mampu menjual hingga 500 bungkus kolak. Itupun, kadang sudah habis di saat azan magrib berkumandang.
"Sehari kan ini ada dua roda. Ya masing-masing 500 bungkus. Ya alhamdulillah suka habis," kata Muti.
Seporsi atau sebungkus kolak yang ditawarkan oleh Muti ini harganya terjangkau. Muti mengakui memang untuk tahun ini, ada kenaikan harga Rp 1.000, itupun karena bahan baku untuk membuat kolak di pasar mengalami kenaikan.
"Kalau tahun lalu masih Rp 10 ribu, kalau sekarang naik seribu jadi Rp 11 ribu," tutur Muti.
Meski ada kenaikan seribu, Muti tetap bersyukur. Sebab, usaha jualannya di puasa tahun ini cukup ramai. Dia membandingkan dengan dua tahun sebelumnya atau saat pandemi COVID-19 'menghantui' Kota Bandung. Ditambah diberlakukannya PPKM hingga penutupan berbagai ruas jalan di Kota Bandung.
"Kemarin-kemarin kalau waktu PPKM saya jualnya online. Ya alhamdulillah aja meski nggak seperti jualan langsung," ujarnya.
Kolak 'Kalipah Apo' yang dijual Muti ini sudah punya pelanggan tetap loh. Bahkan tak jarang orang luar kota sengaja datang untuk sekedar membeli beberapa bungkus kolak.
"Kemarin juga ada yang datang dari Bogor. Dia sih sudah langganan," katanya.
(dir/tey)