Warganet di Kabupaten Sukabumi dihebohkan dengan unggahan di media sosial yang merekam keluhan seorang wisatawan yang mengaku digetok pungli parkir di kawasan wisata Geopark Ciletuh Palabuhanratu.
Pantauan detikJabar, unggahan itu berasal dari pemilik akun instagram @HIC_Travel yang kemudian di bagikan ulang oleh beberapa akun media sosial lainnya. Unggahan itu mendapat beragam reaksi dari warganet, beberapa di antaranya berkomentar pernah mengalami kejadian serupa.
"Tah kieu hungkul Sukabumi teh, euweuh tiketan. Rudet, loba pungli Sukabumi mah Cisolok ge Cipanas 50 tadi Cibangban 40 ayeuna Karang Hawu geus moal jauh ti cepek ieu teh da. Rudet Sukabumi mah rudet, paingan arembungeun arulin di Sukabumi da didieu ditagih hareup ditagih areweuh tiketan guys yeuh. Cipanas Cisolok rudet teuing kamana ieu pamarentahna ieu teh rungsing. Ku kami mah tim travel mah di viralkeun ameh ulah aya nu kadieu kagok, pusing (Begini Sukabumi itu, enggak ada tiket. Ribet, banyak pungli Sukabumi itu Cisolok Cipanas 50 (ribu) tadi Cibangban 40 (ribu) sekarang Karang Hawu sudah enggak jauh 100 (ribu). Ribet Sukabumi ribet, pantas pada tidak mau main di Sukabumi di sini ditagih di depan ditagih tidak ada tiketnya guys nih. Cipanas Cisolok ribet banget, ke mana ini pemerintahnya pusing. Kami tim travel viralkan supaya jangan ada yang ke sini kepalang pusing.)," kata pria bertopi merah dalam unggahan video di akun HIC_travel seperti dilihat detikJabar, Jumat (11/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelusuran detikJabar, pria bertopi merah dalam video tersebut bersedia membagikan cerita terkait unggahan di media sosial tersebut. Ternyata, pria yang memiliki inisial AR itu adalah seorang pengelola agen travel.
Ia mengaku membuat unggahan karena buntut kekesalan sudah tiga kali membawa wisatawan ke kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu selalu 'digetok' soal tarif parkir hingga tiket yang tidak jelas saat mengunjungi destinasi wisata di kawasan tersebut.
"Kalau yang viral itu video ketiga justru, ada tiga video yang pertama tanggal 20 Februari. Ke dua itu tanggal 5 dan 6 Maret bawa tamu ke Ciletuh, besoknya tanggal 8 Maret baru video yang viral itu," kata AR yang mewanti-wanti agar namanya diinisialkan kepada detikJabar melalui sambungan telepon.
Pengalaman tidak mengenakan yang dialami AR saat membawa puluhan wisatawan ke Karang Hawu, ia menyebut bukan kali pertama. Ia kerap diminta membayar parkir sampai Rp 100 ribu.
Menurut AR, ia tidak masalah dengan parkir tersebut selama alur restribusinya jelas. Ditambah, ia perlu laporan ke kantor terkait uang yang keluar berapapun nilainya.
"Dulu parkir enggak sampai 100 ribu. Karena saya agen travel biro perjalanan wisata juga, kan jadi bertanggung jawab atas keselamatan penumpang dari mulai berangkat sampai saya pulang kan, untuk laporan ke kantor," tuturnya.
"Saya tanya parkir berapa katanya Rp 100 ribu kang katanya, saya tanya saat itu kok mahal amat itu padahal 20 Februari masih sepi, mahal banget Rp 100 ribu. Tapi ya udah lah enggak apa-apa, saya tanya ada tiket (parkir) enggak, katanya enggak ada. Akhirnya saya minta terus dan akhirnya diminta menunggu," kata AR yang juga pengelola travel tersebut.
AR akhirnya memilih menunggu, tiket akhirnya diberikan saat acara main para tamu nyaris selesai. Lagi-lagi AR heran karena bentuk tiket dimaksud malah berupa kwitansi dengan cap stempel.
"Sampai akhirnya setelah dua jam baru ada tiket, itupun berupa kwitansi, tanpa jelas siapa penerimanya, di situ ada cap desa. Saya tanya, saya bukan enggak mau bayar, saya sih memang selama itu ada riket resmi, kita bayar, mau Rp 1 juta selama itu resmi enggak masalah. Saya enggak bisa laporan ke kantor seperti ini saya bilang kan, enggak biasa seperti ini," ujar dia.
AR mengaku saat itu merasakan kekecewaan penumpangnya saat itu. Akhirnya tujuan mereka pun hanya ke satu tempat karena kondisi penumpang yang kecewa.
"Saya enggak apa-apa lah saya bayar waktu itu kan, akhirnya saat itu hanya satu tempat karena penumpang saya sudah kecewa banget. Awalnya mau ke tiga tempat wisata, tapi karena satu tempat wisata sudah segini ke lokasi lain bisa berapa. Akhirnya kita ke rumah saudara saya makan bareng terus pulang, itu yang pertama viral tuh. Saat itu bawa sekitar 48 orang penumpang," ungkap AR.
AR kemudian menceritakan pengalaman serupa di kunjungan-kunjungan berikutnya ke kawasan Ciletuh Geopark Palabuhanratu. Seluruh bukti dugaan pungli ia pegang sebagai bukti pertanggungjawaban ke kantornya.
Ia pun berharap seluruh tiket bisa masuk resmi sebagai bentuk restribusi. Karena menurutnya, ketika ada tiket, asuransi yang biasanya disertakan juga terjamin untuk kenyamanan tamu atau wisatawan yang datang.
"Saya kan ngomong, enggak masalah mau tagih Rp 1 juta juga, enggak masalah. Hanya yang jadi masalah, ini satu saya travel, saya bawa penumpang, artinya keselamatan mereka dari mulai berangkat sampai pulang jadi tanggung jawab saya. Nah, kata saya begini, kalau di tempat wisata ada kejadian kecelakaan, mau besar mau kecil, apalagi sampai meninggal dunia, saya harus klaim ke mana karena biasanya kalau ada tiket wisata itu sudah termasuk iuran asuransi," harap AR.
Tanggapan Dinas Pariwisata
Dikonfirmasi detikJabar, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi Sigit Widarmadi mengaku sudah mengetahui soal ramainya pungli di kawasan wisata. Ia menyebut pihaknya sudah memberikan imbauan ke berbagai pihak agar hal itu tidak terjadi.
"Pertama kaitan pungli, kita sudah pernah mendengar itu terjadi. Kita sudah sering mengimbau ke teman-teman kelompok sadar wisata supaya memberikan kesadaran dengan apa, pokoknya harus menjaga itu satu supaya wisatawan tidak kapok," kata Sigit.
"Kedua, tidak semua titik wisata itu menjadi kewenangan dinas pariwisata. Jadi yang masuk dengan tiket wisata itu dibuktikan dengan tiket, ada resmi nilai rupiah masuk ke kas daerah. Yang diluar tiket itu kan ada yang dikelola oleh desa, ada yang private, masyarakat, dan ada yang memang free space tidak boleh ditiket," ungkap Sigit.
Kewenangan Dispar, menurutnya hanya sebatas di titik-titik resmi yang ditentukan dan seluruhnya berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).
"Nah, kewenangan kita itu di tiket berdasarkan Perda. Pertama, Geyser Cipanas itu masih ditutup karena masih proses pembangunan, kedua Ujung Genteng, yang ketiga Mina Jaya, keempat itu Pondok Halimun," jelasnya.
"Cinumpang di luar itu kita tidak memberlakukan tiket. Nah, kita memberikan sosialisasi ke tempat sekitar situ. Nah, ketika ada yg melakukan itu wisatawan mesti menyadari kalau ada yang tidak ditiket itu berarti oknum-oknum yg tidak bertanggung jawab," sambung Sigit.
(sya/ors)