Kisah pilu dialami pasangan suami istri (pasutri) yang hendak menonton pertandingan sepak bola di Surabaya. Pasangan asal Tegal, Jawa Tengah itu kehilangan anaknya yang baru berusia enam bulan.
Dikutip dari detikJatim, FJ dan RA yang merupakan istrinya, berniat menonton laga sepak bola di Surabaya. Si kecil pun diboyong.
Demi menghemat biaya, keduanya nekat naik sepeda motor pada 31 Juli 2022. Mereka menempuh perjalanan Tegal-Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau naik mobil habisnya kan sekitar Rp 2 juta. Jadi saya pilih naik motor dari tegal hari Sabtu (31/7) pukul 17.38 WIB," kata FJ saat dikonfirmasi detikJatim, Sabtu (8/8/2022).
Sepanjang perjalanan, mereka berhenti tiga kali, di Kota Pekalongan, Kudus, dan Tuban. Pada pukul 07.10 WIB, mereka kemudian tiba di Surabaya.
Saat tiba, kondisi bayi enam bulan itu masih baik-baik saja. Bahkan, sang bayi sempat dimandikan dan menyusui.
"Dari Tuban, saya langsung ke Surabaya karena sudah menyewa tempat penginapan harian di daerah Dukuh Kupang. Sampai pukul 07.10 pagi, itu anak saya masih sehat, masih sempat menyusu sama ibunya. Saya juga sempat beli bubur ayam untuk ibunya. Setelah itu, istri saya memandikan anak saya terus kemudian menyusu lagi," jelas Fajar.
Saat hendak disusui usai dimandikan, sang bayi sudah tak mau menyusu. Sang bayi atuk-batuk dan disertai dahak.
"Karena batuk terus, saya kasih Vicks di bagian dada dan punggungnya. Hingga pukul 08.30 WIB sampai pukul 9, kok masih batuk terus, nangis terus, rewel terus kayak kelelahan. Akhirnya saya bawa ke rumah sakit," jelasnya.
FJ membawa sang anak ke ke RS Marinir di Gunungsari. Akan tetapi bayinya kemudian dirujuk ke RSAL Surabaya karena kekurangan oksigen dan agar mendapatkan perawatan lebih intensif.
Saat itu tak ada ambulans yang bisa dipakai untuk membawa sang bayi ke RSAL. FJ pun membawa sang anak menggunakan sepeda motor lagi.
"Saya nggak menyalahkan rumah sakit. Waktu itu enggak ada ambulans. Jadi saya bawa pakai motor saya sendiri," kata FJ.
Banyak rintangan hingga berujung penyesalan. Simak di halaman selanjutnya.
"Pas hijau, palang pintu kereta api itu turun. Waktu itu istri saya nangis terus, sambil mengatakan jika anak saya sudah nggak bergerak. Tapi saya tetap tak putus asa. Masuk RSAL saya harus putar balik karena salah jalur. Yang saya lewati jalur keluar," ujarnya dengan nada menyesal.
Setibanya di IGD RSAL setelah mendaftar, bayi FJ mendapat penanganan dari dokter. Namun, saat itu dokter mengatakan jika bayi sudah tidak bernapas. Dokter sempat memberikan alat bantu pernapasan.
"Setelah dibantu pakai alat pernafasan, nafasnya ada lagi. Kemudian dari hasil analisis dokter mengatakan ada cairan di paru-paru. Saya bilang 'lakukan yang terbaik agar anak saya tertolong dok'," jelas FJ.
Usai menunggu cukup lama dokter keluar dan mengatakan cairan dalam paru-paru sang bayi berhasil dikeluarkan. Namun, jantung putrinya sudah tak lagi berdetak.
"Sekitar pukul 15.10 WIB saya dipanggil, katanya jantung anak saya sudah nggak berdetak. Terus dibantu lagi dengan alat agar jantungnya berdetak," ujar FJ.
Selanjutnya sekitar pukul 16.02 WIB, FJ dipanggil kembali oleh dokter. Saat itu kenyataan pahir harus diterima FJ dan sang istri.
"Setelah diceritakan kronologi penanganan anak saya, kemudian dokter mengatakan jika anak saya tidak tertolong," tutur FJ.
FJ kini dihinggapi penyesalan mendalam. Saat itu, laga sepak bola yang seharusnya ia tonton bersama istri dan anaknya tetap digelar. Sebaliknya, nyawa sang anak sudah melayang.
"Saya pribadi menyesal sedalam-dalamnya. Akibat keegoan saya agar mendapat kebanggaan saat mendukung klub bola ternyata membawa petaka bagi putri saya," sesal FJ.