Berbicara soal sosok legenda Persib Bandung Emen Suwarman, tak akan lengkap jika tak mengulas julukan 'Macan Asia' Julukan ini begitu menempel padanya hingga kini. Bagaimana sejarahnya?
Sejak bergabung dengan Persib pada 1960-an, Emen tergolong pemain yang selalu tampil apik di lapangan. Hingga akhirnya, bakat Emen menyiat perhatian pelatih Tim Nasional Indonesia saat itu, yakni Tony Pogacnik. Emen resmi berseragam timnas pada 1962. Ia berjuang membawa Indonesia di Asian Games 1962 bersama pemain legendaris lainnya.
"Dapat medali perunggu," ucap Emen yang punya julukan lain 'Si Kijang dari Majalengka' itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Emen penuh semangat saat bercerita tentang pengalamannya membela timnas. Selama membela timnas, Emen pernah mengangkat trofi juara, yakni Merdeka Games di Malaysia pada 1962.
"Itu berkesan pisan. Dari situ (julukan) 'Macan Asia' muncul. Tidak takut lawan negara manapun," ucap Emen.
Ingatan Emen masih tajam soal negara-negara yang berhasil ia kalahkan, seperti Korea, Malaysia, Filipina, Pakistan dan lainnya. Menang atas Korea pada laga final dengan skor 2-0 membekas di hati dan ingatan Emen.
"28 Agustus 1962 juara Merdeka Games. Ingat sekali," tuturnya.
Karier Emen di timnas tak sama dengan Persib. Ia hanya membela timnas selama lima tahun. Namun, Emen bangga karena pernah mengharumkan Indonesia di mata dunia.
Tak Pernah Pakai Sepatu Impor
Selama bermain sepak bola, sang 'Macan Asia' rupanya tak pernah memakai sepatu asal luar negeri. Emen selalu menggunakan sepatu lokal selama kariernya.
Jangan dibayangkan karier Emen dulu sejalan dengan gelimang harta seperti pesepak bola beken sekarang. Emen hidup seadanya, bahkan jauh dari kata orang kaya semasa jadi pesepak bola.
"Karena tak punya duit. Mampunya sepatu lokal," kata Emen.
Emen pun masih ingat pertama kali mengunjungi toko sepatu di Jakarta, tepatnya Pasar Senen. Ia mengunjungi toko sepatu lokal bermerek Siong Vo.
"Siong Vo terus saya mah. Waktu di timnas juga pakai Siong Vo," ucap Emen.
Emen sejatinya berhasrat mencicipi sepatu bermerek global, salah satunya Adidas. Ia pernah bermimpi untuk bisa menggunakan Adidas.
Tanpa bermaksud merendahkan kualitas sepatu lokal, Emen berkelakar. Mungkin dirinya bisa menjadi Macan Dunia, jika memakai sepatu Adidas.
"Bukan Macam Asia lagi, tapi Macan Dunia mungkin," kata Emen dibarengi tawa.
Emen tetap bangga dengan sepatu buatan lokal. Sepatu lokal pula lah yang menemani karier Emen hingga menyabet gelar juara di Merdeka Games dan meraih medali perunggu di Asian Games.
"Saya memakai sepatu Adidas itu pas jadi asisten pelatih di Persib. Wah, enak dan empuk. Itu juga dikasih sama Persib," ucap Emen.
![]() |
Legenda Tanpa Es Batu dan Lada
Guru Emen atau Si Macan Asia ini memiliki memegang teguh filosofi sepak bola bahwa penyerang adalah pertahanan pertama. Untuk bermain dengan filosofi itu, Emen punya resep sendiri untuk menjaga stamina.
Meski berposisi sebagai gelandang atau pemain sayap kanan, Emen kerap membantu untuk menutup serangan lawan. Apa rahasia jitu pria Emen?
"Ada tiga pantangan dalam hidup saya. Tidak merokok, minum es dan makan lada (pedas)," tuturnya.
Sepanjang kariernya sebagai pemain bola, Emen tak pernah mengonsumsi es dan merokok. Ia sempat makanan yang mengandung rasa pedas. Namun, perutnya sakit.
"Stamina adalah utama. Saya tidak pernah merasa tidak enak perutnya saat bermain, atau ngos-ngosan," ucapnya.
Hingga masa tuanya, Emen tetap hidup tanpa es batu dan lada. Namun, kini ia merokok. Emen tak bisa menolak rayuan Indra Thohir, mantan pelatih Persib. Saat itu, Emen menjadi asisten Indra Thohir.
"Setiap hari saya dikasih rokok. Disuruh rokok sama Thohir. Ya, akhirnya merokok," kata Emen sembari tertawa.
Emen menjadi asisten pelatih Persib pada kompetisi perserikatan 1993/1994 dan Liga Indonesia I 1994/1995. Saat itu, Indra Thohir menjadi pelatih kepala dan berhasil membawa Persib meraih juara.
Cinta dan Pantura
Moncernya karier Emen dalam sepak bola tak lepas dari peran istrinya, Sri Wulan, wanita asal pantura Kabupaten Indramayu, Jabar. Hati Emen luluh saat pertama kali berjumpa dengan Sri Wulan.
Perjumpaannya dengan Sri Wulan tak lepas dari momen sepak bola. Kala itu, Emen membela Kompi V Batalion 306 saat bermain di Indramayu. Emen kerap bolak-balik dari Majalengka-Indramayu.
"Sering ketemu. Pas saya latihan, dia berangkat sekolah. Akhirnya saya sapa," kata Emen seraya tersenyum.
Mata Macan Asia itu tiba-tiba berair. Seketika menunduk. Kelopak mata bagian bawahnya seakan berusaha membendung agar air mata tak jatuh. Ia teringat akan manis dan pahitnya hidup bersama Sri Wulan, yang telah mangkat sekitar empat tahun silam.
"Sudah meninggal. Sekarang saya bersama anak-anak," kata Emen.
Emen dan Sri Wulan dikaruniai sembilan anak. Bagi Emen, Indramayu merupakan tanah bersejarah karir sepak bola dan kisah cintanya.
(sud/ors)