Isu yang menyerang mantan Bupati Purwakarta itu yakni soal pembuatan patung serta kepercayaan menyarungi pohon yang dianggap tak lazim.
Kendati demikian, Dedi mengaku ia tak terlalu mengambil pusing isu yang menerpanya tersebut. Menurutnya masyarakat mesti cerdas melihat isu memakai perspektif lebih positif.
"Isunya ya gitu-gitu aja, cuekin saja. Misalnya soal patung, padahal di Jakarta itu kan patungnya gede-gede tapi kok kenapa enggak diributkan," kata Dedi saat ditemui usai di sela kegiatan konsolidasi Partai Golkar, Sabtu (28/9/2024).
"Terus soal pohon diberi sarung, padahal di Bandung juga pohon diberi sarung gak ada problem," imbuhnya.
Namun menurut Dedi, masyarakat seharusnya meributkan isu soal pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) di batang pohon dengan cara dipaku. Padahal hal tersebut merupakan bentuk perusakan.
"Mending kita urus bagaimana pohon yang dipaku untuk gambar calon, harusnya kita fokus ke situ daripada soal pohon dipasangi sarung. Itu harus diperhatikan karena bertentangan dengan prinsip lingkungan," kata Dedi.
Di sisi lain, Dedi lebih memilih fokus merealisasikan titah dari Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia supaya Partai Golkar bisa menang di kontestasi Pilkada Serentak Jawa Barat.
"Kami memilih terus konsolidasi, Insyaallah selama dua bulan kedepan kita coba pertahankan statistik dan hasil survei sementara yang hampir menyentuh 80 persen," kata Dedi.
Ingin Hapus PPDB
Sementara itu, alam kesempatan yang sama, Dedi mulai gembar-gembor soal visi dan misinya dalam kontestasi Pilkada Serentak tahun 2024 ini.
Salah satu hal yang disiapkan yakni menghapuskan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bagi setiap jenjang pendidikan demi pemerataan pendidikan di Jawa Barat.
"Saya mau melakukan percepatan pengembangan sumber daya manusia. Kalau Allah menakdirkan saya terpilih, saya bakal mewujudkan itu (menghapus PPDB)," kata Dedi.
Nantinya, anak-anak dan orangtua tak bakal dipusingkan dengan perebutan sekolah seperti yang terjadi saat ini. Pihaknya juga bakal memperbanyak sekolah.
"Jadi nanti anak-anak dan orangtua enggak usah lagi berpikir soal PPDB, pokoknya otomatis ada sekolahnya. Bisa ke sekolah swasta supaya ada kesetaraan. Kemudian gedung kantor bisa disulap jadi sekolah, bisa menambah sekolah terbuka," kata Dedi.
Hal itu juga berkaca pada kondisi pendidikan di Indramayu, Cirebon, dan sekitarnya. Di mana angka pendidikan masih rendah namun pernikahan dini cukup tinggi.
"Kondisinya memang seperti itu, di sana pendidikan masih sangat rendah angkanya. Ironisnya, pernikahan usia muda masih sangat tinggi. Maka itu yang harus kita benahi," ujar Dedi.
Tak cuma soal pendidikan, Dedi juga menyinggung isu lingkungan di Jawa Barat. Salah satu yang ia senggol yakni kondisi daerah serapan di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang sudah rusak parah.
"Bandung bakal menjadi ancaman besar manakala kawasan Punclut terus dieksploitasi. Hutan di Jawa Barat tinggal sedikit, maka persoalan lingkungan adalah persoalan utama kita juga," tutur Dedi.
(dir/dir)