Dua Sisi 4 Pasang Calon Petarung dalam Pilgub Jabar 2024

Jawa Barat

Kenali Kandidat

Dua Sisi 4 Pasang Calon Petarung dalam Pilgub Jabar 2024

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 01 Sep 2024 18:30 WIB
Ilustrasi Pilgub Jabar
Foto: Ilustrasi Pilgub Jabar. (Andhika Akbarayansyah/detikcom)
Bandung -

Empat bakal pasangan calon, digadang-gadang bertarung di Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2024. Dari keempat pasang tersebut, Pengamat Komunikasi Politik dan Dosen Universitas Islam Bandung (Unisba), Muhammad E Fuady menilai ada satu pasang yang punya posisi cukup kuat.

Tapi, masing-masing pasangan punya dua sisinya. Prediksi calon terkuat, belum tentu mengunci posisinya jadi unggulan masyarakat. Siapa saja mereka dan bagaimana rekam jejaknya? Seberapa kuat mereka untuk kampanye di waktu yang singkat? Berikut ulasannya dirangkum detikJabar:

1. Dedi-Erwan, Pasangan Kuat dari Koalisi 'Gemuk'

Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan diusung sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2024, oleh total 14 partai. Dedi-Erwan diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, dan PSI. Selain itu ada sembilan partai non parlemen yang mengusung yakni Hanura, Gelora, Garuda, PKN, Buruh, Prima, Perindo, PBB, dan Partai Ummat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fuad melihat berbagai survey masih mengunggulkan pasangan dengan singkatan 'Dermawan' tersebut, bakal menang Pilgub Jabar 2024. Bahkan dalam hasil survey sebelum adanya nama pasangan calon, menunjukkan bahwa Dedi Mulyadi dipasangkan dengan siapapun mampu memperoleh kemenangan dengan suara fantastis.

Mantan Bupati Purwakarta dua periode dan Anggota DPR RI 2019-2023 itu dinilai mampu memanfaatkan segala platform media sosial. Demul, begitu biasa dikenal, dinilai mampu membangun komunikasi dengan masyarakat sejak lama melakui media sosial.

ADVERTISEMENT

Ibaratnya, Dedi kini hanya tinggal menikmati hasilnya saja untuk sisi popularitas di Pilkada Jabar. Rekam jejaknya akan mudah terlihat dari berbagai media. Seperti diketahui, Dedi cukup aktif mengabadikan kegiatannya saat turun ke masyarakat di akun Instagram dan YouTube nya.

"Karena saya lihatnya dari pemanfaatan medsos dan kontes politik, Demul sudah taktis sebagai sosok yang giat ke masyarakat kecil. Politik sebagai seni pertunjukan itu mirip sinetron, jadi di media sosialnya disajikan drama, itu disukai masyarakat. Aspek atau variabel pertamanya adalah popularitas, jadi pasangan ini punya modal besar," ucap Fuad, Minggu (1/9/2024).

Fuad mengungkapkan dalam politik, ada variabel lain yang tak kalah penting yakni sisi ketokohan. Demul sangat kental dengan irisan 'nyunda' atau kebudayaan dan identitas Sunda-nya.

Bisa dibilang kepala yang biasa dikenakan Demul, jadi salah satu ciri khas yang mudah dikenal. Pun pasangannya, Erwan, putra bos Persib Umuh Muchtar itu pastinya sudah dikenal para Bobotoh. Fans Persib yang militan, bisa jadi akan menaruh suaranya ke Erwan.

"Demul punya atribut kesundaannya, termasuk Erwan juga punya pengalaman di Bandung dan Sumedang. Erwan kan sebelumnya pernah di Demokrat dan sekarang di Golkar. Partai Golkar itu mengakar di Jabar, sementara Gerindra juga menang kursi Pileg di Jabar. Itu sudah jadi modal potensial menang Pilgub," sambungnya.

Meski Erwan dikenal sebagai anak bos Persib, tapi ia juga punya pengalaman politik yang diperhitungkan. Erwan yang merupakan mantan Wakil Bupati Sumedang, nampaknya punya langkah mulus buat memenangkan hati masyarakat Jabar.

Sementara Demul, posisinya belum tentu aman. Ia kerap kali diterpa isu politik identitas atau keagamaan, isu musiman yang bisa mengancam tiap Demul nyalon jadi pejabat daerah.

Sekedar mengingat kembali, bahwa Demul dikenal sebagai politisi yang kerap berani beda. Tapi, tak semua menganggap 'beda'-nya Dedi Mulyadi adalah hal positif. Semasa menjabat sebagai Bupati Purwakarta, Dedi yang sudah bergelar Haji tersebut, kerap dituding klenik dan menganut ajaran Sunda Wiwitan.

Stigma tersebut muncul karena pria yang kerap mengenakan ikat kepala putih itu, banyak membangun patung beraneka rupa di Purwakarta. Meskipun, Dedi kala itu juga sempat jadi Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama Purwakarta.

"Tapi jangan lupa kalau politik itu dinamis, semua belum tentu berjalan apa adanya. Erwan masih aman ya punya pengalaman di dua partai politik dan sebagai DPRD, jadi bisa melengkapi Demul," ujar Fuad.

2. Syaikhu-Ilham, Kandidat yang Bisa Diam-diam 'Mematikan'

Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie diusung sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2024 oleh tiga partai yakni NasDem, PKS, dan PPP. Ahmad Syaikhu merupakan Presiden PKS, anggota DPR RI terpilih, dan mantan Wakil Wali Kota Bekasi. Sementara Ilham Habibie adalah Pakar Penerbangan, pengusaha, dan lebih dikenal sebagai putra mendiang Presiden ketiga RI, BJ Habibie.

Konstestasi Pilgub Jabar bukan jadi pengalaman pertama bagi Syaikhu. Ia pernah maju sebagai Calon Wakil Gubernur Jabar mewakili Mayjen Sudrajat. Tanpa disangka, pasangan ini memperoleh suara terbanyak kedua setelah Ridwan Kamil-Ruzhanul Ulum, mengalahkan suara Dedi Mulyadi-Deddy Mizwar dan TB Hasanudin-Anton.

Catatan ini yang menurut Fuad, patut diwaspadai lawan lainnya. Syaikhu-Ilham atau punya singkatan ASIH, bisa jadi pasangan yang tak disangka-sangka mendapat suara besar. Meskipun Ilham adalah sosok baru di dunia politik, tapi mesin PKS sebagai pengusungnya mungkin bisa banyak membantu.

"Ilham itu sosok baru, tidak populer di dunia politik, meski punya darah ningrat politik atau trah Habibie, tapi latar belakang keluarga atau darah bangsawan ini tidak bisa dimanfaatkan. Jadi dia harus mulai dari bawah, belajar dari NasDem," tutur Fuad.

"Tapi pengalaman menunjukkan bahwa dalam 3x Pilgub, PKS meraih suara besar. Periode lalu memang kalah dengan RK-Uu, tapi awalnya survey menunjukkan mereka hanya dapat suara di bawah 10%. Lalu langsung melejit dapat suara 28-29%, jadi mesin politik PKS itu cepat panas dan bisa mengejar ketertinggalan. Mereka juga punya relawan militan," sambungnya.

Fuad menceritakan pernah melakukan riset pada Pilgub Jabar 2008. Kontestasi tersebut kata Fuad, jadi yang pertama kali di Indonesia mampu menunjukkan paslon dengan budget paling tinggi tak selalu memenangkan Pilkada.

Kandidat dengan budget terbatas, saat itu Ahmad Heryawan (Aher) dan Dede Yusuf, dapat mengungguli pesaing. Saat itu pasangan HADE itu, juga dinilai punya pembeda di foto surat suara dengan pose yang agak berhadapan dan tanpa peci. Sekedar informasi, sekarang Aher pun ditunjuk sebagai Ketua Tim Pemenangan Syaikhu-Ilham.

"Waktu itu Agum Gumelar-Nu'man Abdul Hakim kalah oleh Aher-Dede Yusuf yang memiliki budget terbatas. Kekuatan mesin politik PKS unggul. Dulu saya riset dan analisis kemenangannya, Aher-Dede Yusuf menang karena beberapa variabel yakni religiusitas, mesin politik, popularitas Cawagub, kemudaaan, dan diferensiasi di kertas suara," tutur Fuad.

"Pilgub Jabar 2008 juga kandidat lain berpeci dan usia tua. Kecuali Aher-Dede Yusuf tak berpeci dan mengesankan sosok muda. Waktu itu Pak Agum shock juga, mirip saat Amien Rais shock karena suara PAN cuma 4 persen di taun 1999. Publik sebelumnya menilai dana kampanye adalah faktor utama. Ternyata bukan," imbuhnya.

Syaikhu sebagai Presiden PKS, punya darah Nahdlatul Ulama yang membuat beberapa tradisi NU menguat di PKS. Jaringan pemilih tradisional pun potensial bisa diraih. Tapi, bukan berarti PKS bisa terlalu percaya diri. Ada beberapa isu yang mungkin bakal menerpa dan menguji kepercayaan publik terhadap partai yang identik dengan warna orange itu.

"Hanya saja, PKS itu tidak dinilai sebagai bagian dari NU. Bahkan banyak suara miring dari PKS, jadi mungkin itu tidak mudah. Dan akan beradapan dengan isu faktor eksternal yakni bergabung dengan KIM. Langkah itu menohok publik, sebab saya juga sempat riset sederhana dengan para pemilih PKS," ucap Fuad.

"Mereka tampaknya akan mengalihkan pilihan. Ini real meski masih perlu riset lebih jauh, tapi beberapa pemilih yang domisili luar negeri sampaiunfollowPKS. Pemilih Jabar dan Banten tampaknya juga tidak akan memilihPKS karena kecewa mereka gabung KIM. Jadi dinilai tidak konsisten, dan ya mungkin itu PR untukPKS danNasDem,"imbuhnya.

3. Acep-Gita, Pasangan yang Cukup 'Eyecatching'

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusung Acep Adang Ruhiyat dan Gitalis Dwi Natarina dalam Pilgub Jabar 2024. Acep adalah Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jabar yang sempat menjabat Anggota DPRD Jabar 2 periode, dan menjadi Anggota DPR RI di Komisi X.

Sementara Gita adalah mantan Anggota DPR RI periode 2014-2019, serta Tenaga Ahli MPR/DPR. Gita sebelumnya lebih dikenal sebagai pedangdut ternama dari ajang pencarian bakat KDI

Pasangan ini cukup eyecatching alias menarik perhatian dan beda dari yang lain. Pasalnya, Acep memiliki latar belakang dunia pesantren dianggap saling mengimbangi dengan Gita yang memiliki latar belakang musisi dangdut. Gita juga jadi satu-satunya kandidat perempuan dari tujuh kandidat Pilgub Jabar 2024 lainnya.

"Acep ini dari basis nahdliyin, jadi bisa memanfaatkan jaringan pesantren karena kantong pesantren di Jabar juga banyak. Acep juga punya pengalaman politik sejak lama. Pendampingnya, Gita, mungkin sama dengan PDIP menaruh Ronal karena mereka dari kalangan artis. Jadi tampaknya lebih dipilih karena faktor popularitas," tutur Fuad.

Popularitas mau tak mau diandalkan oleh partai, sebab dianggap lebih mudah memasarkan di waktu kampanye yang sempit. Gita juga dianggap bisa merepresentasikan kaum muda, apalagi sebagai satu-satunya kandidat perempuan, juga bisa jadi pembeda yang menarik perhatian di surat suara.

Gita dianggap punya idealisme untuk mengusung isu kesenian sebagai industri, dan yang paling menjual adalah isu perempuan. Kata Fuad, human trafficking yang masih tinggi di Jabar dan berkaitan soal perempuan atau anak, berpotensi besar untuk diusung.

"Artinya pasangan ini serius mengikuti Pilgub karena menjaring jaringan islam tradisional dan anak muda. Acep kental sisi keislaman, Gita juga kan lebih populer sebagai artis dan dia bukan orang baru di dunia politik," ucapnya.

Hanya saja, harus diakui bahwa jaringan PKB belum terlalu besar. Fuad menilai pasangan ini belum merepresentasikan kelompok lain, jadi kemungkinan hanya dapat suara besar di jaringan pesantren.

"Karena koalisinya hanya satu partai, beda dengan Dedi atau Syaikhu, miripnya dengan Jeje (PDIP). Tapi kan Jeje pernah berlaga di berbagai daerah, kalo Acep tidak. Lebih ke memiliki nama besar sebagai seorang kyai. Kita belum bisa menilai sebelum debat antar Cagub-Cawagub, dan kampanyenya," imbuhnya.

4. Jeje-Ronal, Kandidat yang Berpengalaman Tapi Punya Banyak PR

Jeje Wiradinata dan Ronal Surapradja ditunjuk PDIP untuk menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2024. Kejutan dan drama benar-benar diberikan oleh partai berlambang banteng ini, sebab dua nama ini keluar jauh dari prediksi, plus pendaftaran dilakukan tanpa kehadiran langsung keduanya.

Sekedar diketahui, Jeje pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Ciamis dua periode, Wakil Bupati Ciamis, dan Bupati Pangandaran dua periode. Sementara Ronal dikenal sebagai komedian, penyiar, dan aktor berdarah Sunda. Ia sempat mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dapil Jabar XI, hanya saja gagal melenggang ke Senayan dengan mengantongi 5.747 suara saja.

Dua tokoh ini punya rekam jejak politik yang berbeda. Jeje bisa dibilang punya segudang pengalaman karena merintis jejak politik dari bawah, sementara Ronal adalah pendatang baru dan sebelumnya dicalonkan untuk Pilwalkot Bandung.

"Jeje itu sudah merintis politik sejak lama, sudah makan asam garam sejak zaman PDIP dimarginalkan oleh orde baru, jadi sisi pengalaman lebih banyak meski kurang populer namanya di Jabar. Jeje lebih populer di skala lokal yakni Pangandaran. Tapi pengalaman itu menunjukkan kalau dia struggle dan suka tantangan, tidak akan patah arah," ujar Fuad.

"Sementara Ronal digandeng karena populer dan jadi votegaters untuk mewakili anak muda. Jaringan para artis juga bisa jadi modal. PDIP tidak pernah tidak memunculkan calon, mereka selalu usung sendiri mau itu menang atau tidak. Tapi mereka punya sejarah panjang dan pride," sambungnya.

Dalam catatan Pilgub Jabar yang pernah digelar, baru kali ini PDIP memunculkan nama di menit-menit terakhir. Fuad mengungkit catatan dalam Pilgub Jabar 2013, PDIP juga pernah mengusung kandidat populer Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki. Langkah tersebut sudah digadang-gadang sejak lama, popularitas Rieke juga terlihat besar. Tapi, PDIP tetap kalah.

"Dari situ terlihat masyarakat Jabar lebih suka kandidat yang religius, meski Rieke populer. Lalu memilih calon ya dari gender juga, lebih memilih kandidat pria," tutur Fuad.

Melihat nama-nama yang lain, kata Fuad PDIP punya banyak PR. Sebab kandidat yang diusung belum dikenal luas di Jabar. Ronal pun mencalonkan diri bukan pada masa keemasannya sebagai pesohor.

"Ronal sebagai pesohor yang mulai meredup, mungkin jalan yang dipilih harus terjun ke politik. Menjadi serius sejak nyaleg, jadi cawalkot, sekarang cawagub. Meski momentum terkenalnya sudah lewat, dia cukup aktif di medsos, jadi ini sebuah ikhtiar politik yang patut diapresiasi. Saya yakin PDIP totalitas ikut kontes, bukan formalitas," ujar Fuad.

Tapi, terlepas dari sosok antiklimaks yang diusung PDIP, nama kurang tersohor yang tak pernah diprediksi, Fuad menilai minimal PDIP dalam kontestasi ini menang terkenal. Partai yang identik dengan warna merah ini dapat exposure kuat karena banyak diperbincangkan. Hitung-hitung, PDIP sudah nabung ingatan publik yang kuat untuk modal Pilgub selanjutnya.



Simak Video "Video: Sikap Optimistis Dedi Mulyadi Bisa Menang di Pilgub Jabar"
[Gambas:Video 20detik]

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Hide Ads