Pengucapan Kudapan Ewe Deet yang Bikin Canggung

Pengucapan Kudapan Ewe Deet yang Bikin Canggung

Oris Riswan Budiana - detikJabar
Jumat, 03 Okt 2025 12:30 WIB
Ilustrasi ewe deet.
Ilustrasi ewe deet, camilan perpaduan daging kelapa dan gula aren atau gula merah. (Foto: Gemini AI)
Bandung -

Di wilayah Priangan Timur, khususnya Garut, Tasikmalaya, dan Ciams, ada kuliner yang disebut ewe deet. Kuliner ini merupakan perpaduan antara daging kelapa dan gula aren atau gula merah.

Ewe deet biasanya memakai daging kelapa yang tidak terlalu tua, tapi juga tidak terlalalu muda. Sehingga, daging kelapa ini memiliki tekstur renyah. Daging kelapa ini lalu dipadukan dengan gula aren atau gula merah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cara mengonsumsinya bisa dilakukan secara langsung, kelapa dan gula digigit. Gambarannya seperti makan gorengan dan cabai.

Namun, ada juga kelapa yang disiram nira atau aren cair, seperti yang dilakukan warga di kawasan Kampung Adat Kuta Ciamis. Aren ini biasanya adalah yang sedang diproses menjadi gula, sehingga teksturnya cairan kental.

ADVERTISEMENT

Perpaduan kelapa dan gula menghasilkan rasa gurih, manis, dan tekstur yang renyah. Makanan ini biasanya dibuat sendiri karena jarang ada yang menjualnya.

Namun, seiring perkembangan zaman, ewe deet kini sudah jarang dikonsumsi warga. Bahkan, banyak warga yang tak tahu jika di kawasan Priangan Timur ada makanan bernama ewe deet.

"Iya, banyak yang sudah enggak kenal sekarang mah," ujar Indrayana (46), warga Kabupaten Tasikmalaya, kepada detikJabar.

Indra sendiri mengenal camilan daging kelapa dan gula aren dengan sebutan ewe deet. Hal itu jadi camilannya saat masih anak-anak dulu.

Hal itu tidak terlepas dari melimpahnya kelapa di area tempat tinggalnya di kawasan Karanggunggal. Sehingga, dulu masyarakat banyak yang memaksimalkan keberadaan kelapa.

Bahkan, seingatnya, dulu ketika ada orang yang berkunjung, warga kerap memberi suguhan kepada tamu berupa kelapa muda. Jika ternyata daging kelapanya tergolong tebal, biasanya akan dicampur dengan gula aren.

"Kalau dulu jarang makanan kalau di kampung," ungkap Indra.

Indra sendiri mengaku sampai sekarang sesekali masih mengonsumsi ewe deet. Namun, secara penyebutan ia merasa canggung. Terlebih jika didengar generasi muda.

Sebab, penamaan ewe deet memang terkesan berbau pornografi. Ewe sendiri secara umum sering diartikan sebagai hubungan badan, sedangkan deet berarti dangkal.

"Masih sampai sekarang (mengonsumsi ewe deet), tapi kalau nyebut namanya kagok sekarang mah," tuturnya.

Indra mengaku merasakan kenikmatan tersendiri saat mengonsumsi ewe deet. Bahkan, ewe deet bisa memberikan sensasi kenyang.

Sementara itu, Dede Idrus (35), warga Kabupaten Tasikmalaya lainnya, mengaku juga dulu sering mengonsumsi kelapa dan gula. Namun, ia justru baru tahu belakangan ini jika perpaduan kelapa dan gula disebut ewe deet.

"Saya justru baru tahu kalau itu namanya ewe deet Dulu mah tahunya kalapa sama gula merah," ungkap Idrus.

Ia sendiri merasa canggung jika menyebut nama ewe deet karena terkesan berbau porno. Bahkan, ia merasa akan janggal jika ada anak-anak yang bertanya nama makanan tersebut.

Saat ini, Idrus mengaku sudah jarang mengonsumsi ewe deet. Ia biasanya hanya sesekali mengonsumsinya jika kebetulan ada yang saudara yang berkunjung ke tempat tinggalnya dan membawakan kelapa.

"Jarang sekarang mah, kecuali kalau ada yang ngirim kelapa," pungkas Idrus.

(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads