Sebuah penelitian terbaru mengungkap keterkaitan antara jenis makanan dengan risiko demensia. Demensia adalah gangguan penurunan fungsi otak yang memengaruhi kemampuan berpikir, berbahasa, berperilaku, hingga daya ingat.
Studi ini melibatkan hampir 2.500 orang lanjut usia. Hasilnya, mereka yang gemar mengonsumsi daging merah, makanan olahan, serta minuman bersoda lebih cepat mengalami demensia dibandingkan kelompok lain. Pola makan tidak sehat itu juga dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung.
Baca juga: 5 Khasiat Luar Biasa Teh Sereh bagi Tubuh |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, pola makan ala diet Mediterania, seperti kaya sayur, buah, kacang-kacangan, biji-bijian utuh, serta lemak sehat, terbukti membantu menurunkan risiko penyakit kronis.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Nature Aging ini menggunakan data dari Swedish National Study on Aging and Care in Kungsholmen (SNAC-K). Peserta memiliki usia rata-rata 71 tahun, dengan sedikit lebih dari setengahnya perempuan. Mereka dipantau selama 15 tahun, sementara pola makan dievaluasi berulang melalui kuesioner.
Tim peneliti menerapkan sistem Alternative Healthy Eating Index (AHEI) untuk menilai pola makan. Konsumsi buah, sayur, kacang, dan lemak sehat mendapat nilai positif, sementara daging merah, makanan olahan, minuman manis, serta lemak trans diberi nilai negatif.
Hasil analisis menunjukkan, makanan yang mendapat skor positif berkaitan dengan perlambatan penumpukan penyakit. Sebaliknya, konsumsi berlebih daging merah, makanan olahan, dan minuman manis berhubungan dengan percepatan munculnya penyakit. Jenis penyakit yang diteliti meliputi demensia, penyakit jantung, depresi, parkinson, diabetes, kanker, hingga masalah muskuloskeletal seperti artritis dan osteoporosis.
Di akhir penelitian, kelompok dengan pola makan sehat rata-rata mengalami dua hingga tiga penyakit kronis lebih sedikit dibandingkan mereka yang memiliki skor terendah.
"Hasil kami menunjukkan betapa pentingnya pola makan dalam memengaruhi perkembangan multimorbiditas pada populasi lanjut usia," kata peneliti Adrian Carballo-Casla.
Artikel ini telah tayang di detikHealth.
(avk/sud)










































