Cerita Theo dan Likliki, Es Lilin Bandung Kekinian

Cerita Theo dan Likliki, Es Lilin Bandung Kekinian

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Kamis, 03 Okt 2024 14:00 WIB
Es Lilin Likliki asal Bandung
Es Lilin Likliki asal Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Es Lilin sebetulnya jadi salah satu hidangan otentik dari Bandung, Jawa Barat. Sayangnya karena tergerus zaman, mungkin sudah sulit untuk menemukan pedagang es lilin yang masih eksis sampai sekarang.

Es lilin biasanya dijajakan dengan gerobak. Es ditaruh dalam cetakan sehingga berbentuk silinder dan diberi tangkai kayu. Tapi kini rasanya hampir jarang ditemukan.

Kalaupun ada yang menjual es lilin rumahan, malah menggunakan plastik kecil dan panjang. Padahal es itu punya nama yang berbeda, es mambo namanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berawal dari ingin menyajikan es yang sehat dan lezat untuk anak, Theo (46) malah jadi banjir cuan dengan dagang es lilin. Bisa dibilang, mungkin merek dagangnya Es Lilin 'Likliki', jadi salah satu yang sanggup bertahan dan bahkan berkembang sekarang.

Sejak tahun 2011, dapur Theo dan istri selalu disibukkan dengan membuat es lilin dari buah-buahan asli. Meski sempat mandek di masa pandemi, tapi cuan deras masih mengalir padanya.

ADVERTISEMENT

Awal bulan September lalu, Theo bahkan buka store dessert 'Kedai Likliki' di teras rumahnya, Jl Bahureksa No.8, Bandung Wetan, Kota Bandung. Mengapa Theo bisa percaya diri untuk membuat es lilin tanpa takut tergerus pamor es krim?

"Saya mulai itu tahun 2011, anak saya yang paling gede itu 6 tahun alergi macem-macem kayak essence, sakarin biang gula. Kalau kita ke minimarket, beli es krim yang biasanya itu pulang mesti batuk-batuk dan bisa hampir setengah tahun nggak sembuh. Kita bawa ke dokter, ketahuan alerginya, kita stop makan es krim," cerita Theo, ditemui detikJabar di kedainya.

"Tapi kan ngerasa ya kalau anak kecil nggak makan es kan kayak hilang masa kecilnya. Akhirnya istri nyobain bikin deh yang bener-bener gimana caranya bikin satu es yang aman buat anak. Begitu cobain, jatuh pilihannya ke es lilin karena prosesnya relatif simple lah ya. Kan kalau es krim kan berarti kan mesti pakai es krim mesin. Ini kan enggak gitu," sambung dia.

Es Lilin Likliki asal BandungEs Lilin Likliki asal Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Apalagi, es lilin punya bentuk yang cukup padat jadi anak bisa makan es lilin sambil bermain. Jadi, pilihannya jatuh pada es lilin, yang dibuat sendiri agar tak membuat alergi anak kambuh.

Dari tekad memberikan bahan yang terbaik untuk buah hati, Theo dan istri meracik es lilin dengan hanya menggunakan tiga bahan yakni susu murni, buah segar, dan gula alami. Beda dengan es lilin zaman dulu yang menggunakan bahan campuran santan.

"Kita nyarinya yang sehat, saya nggak mau kasih santan karena es lilin aslinya itu santan kan, makanya dia bisa di gerobakan karena dia dengan es yang minimal bisa beku. Kalau susu kan nggak bisa, kita harus agak modern nih prosesnya, ada freezer dll. Kita kan buat anak ya nggak tega lah ya kasih yang kualitas B pun," ucap Theo.

Sampai akhirnya, pencarian Theo dan istri membuat mereka ketemu dengan petani buah dari Ciwidey, Lembang, Indramayu, hingga Bali. Bahkan susu murni pun ia dapatkan langsung dari para peternak di daerah Gunung Manglayang.

Tak heran, kualitas yang dijaga baik-baik, dipastikan terjaga di suhu dingin, membuat es lilin Likliki bisa tahan sampai 10 bulan di freezer. Padahal, komposisinya hanya dari bahan-bahan sederhana. Tanpa pengawet, tanpa bahan dengan nama yang asing dan tidak kita ketahui asalnya.

"Susu murni kan karena base-nya kita pakai banyak, nggak dicampur air sama sekali. Itu setengah 5 pagi diperah di bawah Gunung Manglayang, atasnya Ujungberung itu, jam 6 pagi udah harus sampe sini. Langsung kita proses, pasteurisasinya sama kita di sini. Jadi bener-bener fresh gitu," kata Theo.

"Daya simpannya kalau sesuai uji mutu 378 hari, tapi kami tulis 10 bulan karena kita harus turunin 20% untuk layak konsumsi. Resepnya ya karena kita menjaga betul, jangan sampai ada bakteri dan pertahankan dalam kondisi yang betul-betul selalu dingin," tambahnya.

Tak disangka, maksud hati memberi yang terbaik untuk anak, malah es lilin dengan bahan dan kualitas yang terjaga ini punya potensi besar. Berawal dari produksi untuk anak dalam jumlah agak banyak, dibagikan ke keluarga dan tetangga, banyak yang memuji es lilin buatan Theo dan istri.

Peluang cuan pun mulai tercium. Banyak rekan-rekan dan tetangga sekitar mengusulkan agar Theo menjual es lilin itu. Sempat putar-putar nama dan design, ditemukanlah nama 'Likliki' yang sebetulnya tak punya artian khusus.

"Likliki ini nggak ada artinya. Jadi gini, waktu saya nyari nama, anak tuh baru banyak belajar phonics. Itu cara nyebut atau pelafalan. Kita nyari satu pelafalan yang nyambung ke es, nyambungnya ke situ. Saya pengen bikin satu kata-kata yang ingatnya es lilin," ceritanya.

Es Lilin Likliki asal BandungEs Lilin Likliki asal Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Dari sekian banyak varian rasa yang ditawarkan, terdapat enam rasa best seller yakni durian, coklat, alpukat, stroberi, cookies n cream, dan mangga. Buat para pecinta buah-buahan bisa coba varian rasa dari buah kesukaan kalian.

Tapi kalau rekomendasi detikJabar, es lilin alpukat yang jadi juaranya. Buahnya didatangkan langsung dari daerah Lembang dan punya rasa pulen gurih yang enak banget!

Kini, usahanya sudah moncer berkat banyak reseller yang tersebar. Dari mulai wilayah Jabodetabek sampai ke Jawa Tengah. Likliki akan detikers jumpai biasanya di tempat-tempat wisata atau rumah makan yang tenar.

Bahkan dalam sehari, rumah produksi Likliki di jalan Bahureksa yang sekaligus jadi kedai makannya, memproduksi es lilin sehari sebanyak 2000-4000 pcs. Ditanya soal harapan, Theo mengaku masih banyak yang ingin dikembangkan. Misi besarnya, ia ingin mengembalikan lagi Es Lilin sebagai ciri khas Kota Bandung.

"Saya masih banyak harus berburu sama yang legend-legend di Bandung seperti Kartika Sari dan Prima Rasa. Semoga kita bisa melakukannya. Kayak kalau orang ke Bandung langsung ngerti Likliki. Sekarang saya rencananya mau pindah produksi ke tempat yang lebih besar, karena ingin standar dapur yang lebih profesional," harapnya.

Eksistensi Es Lilin yang Tergerus Zaman

Theo mengenang jauh ke belakang, saat ia masih duduk di bangku sekolah SD dan masih tinggal di sekitar Jalan Bahureksa, Bandung. Theo kecil merasa sejak dulu memang es lilin gerobakan tak menjamur seperti gerobak PKL lainnya, tapi para penjualnya masih konsisten berkeliling dan lumayan mudah dijumpai.

"Es rakyat ya emang es lilin yang dorong dulu. Tapi itu dari dulu nggak pernah masif jualannya, tapi memang ada banyak yang eksis. Varian rasanya ada kelapa, ketan hitam, dan kacang hijau. Kadang tiga varian itu, kadang cuma dua," kenangnya.

Es lilin sejak dulu punya bentuk silinder memanjang dan diberi tusukan. Tapi karena lambat laun eksistensinya tergerus zaman, jadi makin banyak yang mengira semua es yang bentuknya memanjang adalah es lilin.

"Esnya pakai tangkai. Yang disebut lilin tuh bukan karena panjangnya, tapi ditusuknya. Jadi si sumbunya tuh jadi pegangan. Kalau yang es memanjang atau es mambo gitu dari Jakarta kalo nggak salah, tapi dibilangnya es lilin. Loyangnya bentuknya silinder. Nah ada juga es yang dipotong, luarnya ada kertasnya, itu es potong. Beda lagi," kata Theo.

Es lilin masih eksis setidaknya di tahun 1980-an. Saat tahun 1990-an awal, seingat Theo sudah mulai masuk penjualan es krim dari perusahaan besar.

Penjualan es krim yang punya tekstur lebih lembut, mengandung susu, varian rasa yang lebih banyak dan modern, membuat pamor es lilin langsung drop.

"90-an udah masuk merek es krim, langsung es lilin udah kebanting. Sampai saat ini masih eranya brand besar itu. Kalau yang tradisional sih udah pasti kegerus karena kalah di rasa. Kalau es lilin kan base-nya santan, kalau es krim base-nya gula biang. Buat hampir semua orang, gula itu pasti enak. Semakin tinggi gulanya, semakin enak," kata Theo.

Es Lilin Likliki asal BandungEs Lilin Likliki asal Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

"Lalu harganya juga murah dan es lilin jadi kalah berkembang karena dulu rasanya tidak variatif dan nggak semua punya pengetahuan branding ya. Sekarang jadi agak sulit menemukan es lilin di Bandung. Sebenarnya intinya gak survive aja sih, berat ngadunya," imbuh dia.

Sampai akhirnya, semakin lama orang semakin teredukasi tentang bahaya gula dan memahami pentingnya makan buah dan sayur. Ini jadi kesempatan orang-orang untuk lomba mengembangkan inovasi buah dan sayur. Theo jadi salah satu yang beruntung, dengan buah, ia sulap jadi es lilin yang lezat.

"Brandingnya harus konsisten, jujur dengan produk yang dibuat, cara menjaga kualitasnya harus dipikirkan matang-matang. Lalu juga punya banyak variasi rasa, intinya siap berkembang dan konsisten dengan kualitasnya. Itu yang mungkin bisa membuat es lilin bertahan," tuturnya di akhir perbincangan.

(aau/yum)


Hide Ads