Sudah puluhan tahun Basuki berprofesi sebagai penjual es cuing khas Cirebon. Di usianya yang sudah mencapai 70 tahun, tidak menurunkan semangat Basuki untuk tetap mencari nafkah. Basuki bercerita, sebelum berjualan es cuwing ia berjualan bakso terlebih dahulu di Jakarta.
"Dahulu pas di Jakarta saya berjualan bakso, setelah itu belajar cara buat es cuing, baru sekitar tahun 1980 an saya pulang ke Cirebon terus jualan es cuwing sampai sekarang," tutur Basuki, Senin (23/9/2024).
Basuki memaparkan, ada beberapa keunikan yang dimiliki es cuwing. Menurut Basuki, daun cuing yang menjadi bahan utama dalam membuat es cuing, memiliki khasiat untuk mengobati gejala panas dalam. Asalkan untuk penyajianya, tidak diberi es dan gula, hanya cuwing yang ditambahkan susu dan madu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya buat yang panas dalam ini tuh bisa, orang-orang dulu percaya daun cuwing bisa menyembuhkan panas dalam, asal tidak pakai gula, yang penting cuwingnya pakai madu dan susu. Untuk bikin daun cuing cepet, sekitar dua sampai tiga jam juga jadi," tutur Basuki.
![]() |
Berbeda dengan di tempat lain, es cuing Basuki juga menggunakan dua jenis santan, yakni santan kental dan santan cair. Menurut Basuki, untuk santai cair digunakan dengan cara mencampurnya langsung dengan es batu yang sudah dihancurkan. Sedangkan, untuk santan kental, dijadikan sebagai topping dalam penyajianya.
Kedua jenis santai tersebut, lanjut Basuki, bertujuan menciptakan sensasi rasa es cuing yang lebih gurih. "Kalau santan saya pakainya santan yang cair dan santan yang kental, tujuannya biar lebih gurih. Tapi, kadang ada orang yang cuman minta santanya dikit, jadi dikasih santai yang agak cair," tutur Basuki.
Selain santan, bahan lain yang digunakan Basuki adalah gula merah yang sudah dicairkan, serta cendol. Dalam pembuatnya, menurut Basuki, tidak menggunakan bahan pengawet sama sekali. Hal ini menyebabkan cuwing menjadi cepat basi. Jika dalam sehari, cuwingnya tidak habis, maka Basuki akan langsung membuangnya.
"Kalau nggak habis itu langsung dibuang nggak bisa dibuat besok, karena cuwing itu asalnya dari yang mengendap, lalu cair lagi. Hijaunya juga ini alami," tutur Basuki.
Perpaduan santan cair yang menyatu dengan es batu serut, cuwing dan cendol, serta toping santan kental dan gula merah, menciptakan sensasi rasa segar gurih di mulut. Cuwingnya sendiri memiliki ukuran potongan yang cukup besar, namun kenyal saat di makan.
Jika sedang musim hujan, Basuki sendiri seringnya tidak berjualan. Menurutnya, musim hujan cuaca cenderung dingin, sehingga membuat orang enggan untuk membeli es cuwing. Untuk mengisi waktu luang selama musim hujan, Basuki akan bekerja sebagai petani.
Basuki mulai berjualan es sekitar pukul 08:00 WIB. Menurut Basuki, jika belum siang hari, ia akan berjualan di sekitar Pasar Harjamukti terlebih dahulu. Baru, sekitar pukul 11 siang, ia akan berkeliling. Untuk harganya sendiri berbeda-beda, sesuai dengan porsi yang diinginkan.
"Kalau pagikan orang-orang belum pada haus, jadi mangkalnya di pasar, tapi kalau sudah siangkan orang mulai haus, jadi saya keliling. Untuk pulangnya nggak menentu. Harganya mah beda tergantung orang yang belinya, ada yang Rp 3.000 sampai Rp 5.000," tutur Basuki.
Dalam sehari Basuki bisa menghasilkan omzet sekitar ratusan ribu rupiah. "Tapi alhamdulillah seringnya habis, sehari kalau yang belinya Rp 5.000 an, bisa sampai Rp 350.000, alhamdulillah cukup untuk menghidupi keluarga," pungkas Basuki.
(tey/tya)