Menenggak Manisnya Lahang, Minuman Legendaris yang Jarang Ditemui

Kabupaten Tasikmalaya

Menenggak Manisnya Lahang, Minuman Legendaris yang Jarang Ditemui

Faizal Amiruddin - detikJabar
Kamis, 08 Feb 2024 12:00 WIB
Lahang,minuman legendaris masyarakat Sunda
Lahang,minuman legendaris masyarakat Sunda (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Lahang merupakan minuman tradisional khas masyarakat Sunda, selain bajigur, bandrek dan lainnya. Bahan utama lahang adalah nira atau getah pohon aren.

Lahang menjadi varian pengolahan nira aren selain dibuat gula. Zaman dulu atau sebelum abad milenial, penjual aren keliling mudah dijumpai di perkampungan bahkan di daerah perkotaan.

Pedagangnya terlihat khas, karena memikul batang bambu diameter besar atau lodong berisi lahang serta menenteng gelas. Dulu lahang dijajakan dan menjadi jajanan masyarakat Sunda. Seiring perkembangan zaman pedagang lahang keliling kini relatif sulit dijumpai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun demikian ada satu kawasan dimana penjual lahang mudah dijumpai, yakni di pinggiran jalur utama Tasikmalaya - Garut via Singaparna. Mulai dari daerah Desa Tanjungsari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya sampai ke daerah Cilawu Kabupaten Garut, penjual lahang banyak berderet.

Dikemas dalam botol plastik, minuman berkelir kecoklatan itu dipajang di lapak-lapak pedagang di tepian jalan. Satu botol ukuran sekitar 600 mililiter, ditawarkan seharga Rp 12.500, tapi ditawar Rp 10 ribu pun dapat.

ADVERTISEMENT

Umumnya para pedagang ini tak hanya menjajakan lahang, mereka juga menjajakan buah-buahan lokal. Seperti durian, manggis, nanas, pisang hingga buah konyal (markisa manis). Berbeda dengan lahang yang selalu ada, untuk buah-buahan yang dijajakan disesuaikan dengan musim panen buah-buahan itu sendiri, seperti saat ini yang sedang panen adalah durian dan manggis.

"Ini asli lahang kawung (aren), buatan Salawu. Tidak dicampur gula," kata Ijah (45) salah seorang pedagang belum lama ini.

Menurut dia jika lahang dicampur gula atau diberi pemanis, maka warnanya akan berbeda. Akan ada warna kemerahan dan lebih keruh.

Ijah juga mengaku tak berani 'bermain-main' dengan kualitas lahang, karena ingin menjaga nama baik pedagang lahang Salawu yang sudah ada sejak puluhan tahun silam.

"Sudah dari dulu kami jualan lahang, kami nggak mau membuat kapok pelanggan," kata Ijah.

detikJabar berkesempatan menenggak minuman tradisional ini. Dalam satu tegukan lidah langsung merespons manis yang terasa legit. Namun di ujung rasa manis, muncul rasa khas. Sulit mendeskripsikannya, seperti asam tapi tak terlalu kentara, ditambah ada rasa kesat seperti kolang-kaling. Ijah menyebut rasa khas itu dengan sebutan 'peueut'.

"Itu namanya peueut, rasa nira yang matang sekali 'ngagolak' (mendidih)," kata Ijah.

Dia menjelaskan proses pembuatan lahang ini dengan cara mendidihkan nira yang baru disadap. Tapi memasaknya tak sembarangan, cukup sekali mendidih atau Ijah menyebutnya 'sagolakan'.

"Kalau terlalu lama mendidih, lahangnya gagal, ke sananya jadi gula," kata Ijah.

Ditanya mengenai omzet usahanya, Ijah mengaku sedang mengalami masa sulit. "Lagi sepi, kemarin cuma laku 3 botol. Sekarang sudah lewat tengah hari baru dapat penglaris. Rasanya lagi sulit sekali dapat duit, apa karena mau Pemilu gitu?," kata Ijah menduga-duga.

Padahal jika di masa-masa marema, seperti Lebaran dan lainnya, dalam sehari dia bisa meraup omzet antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta.

Upayanya menjajakan durian juga tak banyak membantu, karena durian sedang membanjiri pasaran. "Durian juga sedang banjir, jadi susah laku, padahal ini durian sudah diobral Rp 20 ribu sebutir," kata Ijah.

Ijah salah seorang pedagang lahang di jalur Tasikmalaya - Garut.Ijah salah seorang pedagang lahang di jalur Tasikmalaya - Garut. Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar

Selain soal usahanya yang sepi, Ijah juga berbagi kisah soal kondisi suaminya yang sakit. Meski demikian Ajun (54), suami Ijah setia menemani meski sekedar duduk dan tiduran di lapak dagangannya.

"Sudah 8 bulan nggak bisa kerja, gara-gara jatuh dari pohon aren pas lagi nyadap," kata Ajun.

Akibat kecelakaan itu dia mengalami masalah di bagian tulang belakangnya, sehingga jika melakukan aktivitas fisik yang berat termasuk memanjat pohon, Ajun merasakan sakit yang sangat.

Ajun sendiri tak habis pikir, dirinya bisa terjatuh dari pohon aren setinggi 6 meter itu. Padahal dia dapat dikatakan 'mandah' atau ahlinya dalam memanjat dan menyadap aren.

"Padahal sejak kecil saya nyadap, manjat pohon tiap hari. Kalau sudah takdirnya jatuh, ya jatuh saja. Punggung membanting ke tanah, untung lodong sudah dilemparkan dulu," kata Ajun.

Ajun mengaku sudah berobat baik ke dokter atau pijat tradisional, meski kondisinya belum pulih sepenuhnya. "Lagi mengumpulkan uang, katanya harus fisioterapi. Minta ke Caleg nggak digubris," kata Ajun setengah berkelakar.




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads