Di tepi jalan Guntursari Wetan I, Bandung terlihat seorang kakek yang sudah tua tengah menjaga gerobaknya. Lumpia Basah dan Lumpia Kering, itu dagangannya.
Setiap hari, Khoiruddin, pria asal Cicalengka ini berjualan di tepi jalan itu sejak pukul delapan pagi. Warga Bandung mungkin tak akan asing dengan gerobak sederhananya.
Usianya sudah 100 tahun. Si Aki, begitu ia biasa dipanggil, tentu telah menjadi saksi kala Indonesia belum merdeka hingga sudah meraih kemerdekaan. Ia sudah berjualan sejak harga lumpia keringnya Rp3 sampai sekarang Rp2.500.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu Bandung itu masih kota kecil, aki jualan di Braga, Alun-alun, Stasiun, keliling pokoknya sampai Kawaluyaan juga, waktu itu tahun 1962. Iya, jualan waktu masih ada Belanda. Waktu Indonesia merdeka aki udah mau kawin. Terus dulu sempet zaman Soekarno itu gerobak aki tempelin Lumpia Basah Ganefo (Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of New Emerging Forces), tapi sekarang udah enggak," kenang Aki, ditemui detikJabar belum lama ini.
Aki bercerita, lambat laun karena faktor usia, ia merasa sudah tak mampu berkeliling jauh. Ia pun memutuskan untuk berjualan mangkal tak jauh dari rumah yang berhasil di belinya di wilayah Buah Batu.
"Dulu sempet mangkal di Griya Buah Batu dua tahun, nah baru itu bisa beli rumah di deket situ. Sekarang pindah jualannya mangkal di sini," ceritanya.
Gigi Aki sudah tidak lengkap, jalannya pun sudah tak segesit dulu, tapi pendengaran dan penglihatannya masih berfungsi dengan baik.
Aki bilang, ia ingin menggunakan kesempatan hidup dan kemampuannya yang masih tersisa untuk terus produktif. Tak pernah sekalipun terpikir untuk berhenti berjualan.
"Nggak capek. Jualan saya mah nggak kayak anak sekarang (cepat putus asa). Waktu itu adalah uang, nggak boleh malas-malasan. Kalo ada duit baru bisa makan, makan enak, gitu atuh," kata Aki berpesan.
Lumpia basahnya dijual dengan harga Rp12.500, menu ini yang paling sering diincar banyak pembeli. Meskipun dagangannya memang sering habis, tapi Aki tak pernah menyangka lumpia dagangannya jadi viral.
Aki bercerita, awalnya mulai banyak orang yang merekam dengan handphone saat sedang memasak lumpia. Dari situ lah mulai datang orang-orang yang terkenal mampir untuk membeli dagangannya.
"Dulu pertama kali orang dari Kuliner gitu, terus Kapolda Jawa Barat ke sini, terus ada lain lagi banyak. Baru kemarin itu pak Gubernur sama istrinya ke sini. Diborong semua. Sekarang rata-rata jualan jam 8 pagi, sudah habis jam 11," ceritanya dengan sumringah.
Berjualan untuk Menghidupi Hari Tua
Patimah (50), anak ketiga Aki Khoiruddin mengatakan sebetulnya kedelapan anak-anak Aki sudah melarang ayahnya untuk berjualan.
Tapi Aki keukeuh tak mau hanya berdiam diri di rumah. Bahkan Apa atau Bapa, begitu panggilan Aki di rumah, pernah marah hingga kabur kala dipaksa untuk tidak berjualan. Terlebih Aki sempat jatuh sakit karena jantung.
"Dulu pernah masuk RS berapa kali, tapi maksa jualan keliling deui, geus sembuh (maksa jualan lagi sudah sembuh). Apa libur we capek, jawabnya ngke Apa moal ngaroko? Sanggup ngagaji sabaraha ka Apa? Sok we, tapi kudu di garaji ku manehna, (Bapa libur aja capek, dijawab nanti aku nggak bisa ngerokok? Sanggup gaji berapa ke Bapa? Silahkan aja, tapi harus digaji oleh kalian) gitu ke anak-anaknya teh," cerita Patimah.
"Pundung, kabur, eta teh tina kareta, pulang we ka Calengka sampe pingsan ketemu teh. Ya nggeus lah, penting mah sehat (Marah, kabur, naik kereta pulang aja ke Cicalengka. Waktu ditemuin udah pingsan. Jadi ya udah lah yang penting sehat)," sambungnya.
Patimah pun bersyukur, saat ini Aki terbilang hidup mujur. Dari hasil berjualan lumpia selama puluhan tahun, Aki sudah berhasil membesarkan delapan anak dari tiga kali pernikahannya.
Sekarang, Aki tidak punya tanggungan lagi selain untuk hidup, tabungan, dan membahagiakan sang istri yang sehari-hari menyiapkan bahan-bahan untuk membuat lumpia.
"Biasanya Aki sendiri, da si Ibu juga udah tua udah 68 tahun. Kadang saya ke sini, tapi asalnya saya jualan lumpia juga di Cicalengka. Anak Aki ada delapan, cucu 18, cicit 11, tapi alhamdulillah semua sudah mandiri, nggak ada yang minta ke Abah lagi. Jadi ini sebetulnya jualannya santai, udah buat berdua aja sama ibu," ujar Patimah.
"Tapi ka cucuna ya ngasih wae, dikasih Rp25 ribu ewang. Terus sempet dibilangin kata si ibu teh udah aja uangnya disimpen, da nggak selamanya gini. Jadi jualan disimpen uangnya, mamah hoyong kalung sok dipeserkeun (ibu pengen kalung terus dibelikan) gitu," sambungnya bercerita sambil tersenyum.
(aau/yum)