Mencicipi Serabi Legendaris Lembang di Tengah Dinginnya Malam

Mencicipi Serabi Legendaris Lembang di Tengah Dinginnya Malam

Whisnu Pradana - detikJabar
Senin, 24 Apr 2023 20:30 WIB
Mencicipi Serabi Lembang.
Mencicipi Serabi Lembang. (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung Barat -

Tak hanya kaya akan objek wisata yang menjadi primadona saat musim libur tiba, kawasan wisata Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) juga menawarkan sensasi kuliner tradisional.

Salah satunya serabi atau orang Sunda biasa menyebutnya dengan surabi. Serabi merupakan kue semacam pancake atau panekuk dengan bahan baku tepung terigu dan baking powder yang dibakar di cetakan khusus berbentuk mangkuk.

Serabi di Lembang, jadi rekomendasi kuliner yang mesti masuk daftar kunjung wisatawan. Bisa jadi penghangat di tengah dinginnya cuaca Lembang malam hari. Padanan yang cocok dengan serabi yakni minuman tradisional bandrek.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu tempat mencicipi serabi di Lembang ialah warung Surabi Haneut. Lokasinya ada di Jalan Raya Lembang, sekitar 250 meter ke sebelah timur Alun-alun Lembang.

Warung serabi milik Saepudin Siregar, pria asal Medan namun lahir dan besar di Bandung itu merupakan salah satu warung serabi legendaris. Tak heran, sebab tempat ini sudah ada sejak tahun 2002 atau 21 tahun yang lalu.

ADVERTISEMENT

"Paling banyak dicari itu surabi durian, kalau yang asinnya surabi ayam telur dan sosis," kata Saepudin saat berbincang dengan detikJabar, belum lama ini.

Harga serabi di warung milik Saepudin cukup terjangkau. Pembeli hanya perlu merogoh kocek mulai dari Rp5.000 untuk serabi kinca atau gula merah, serta paling mahal Rp16.000 untuk serabi kombinasi tiga rasa.

"Sehari itu kalau musim libur seperti ini biasanya habis adonan sekitar 6 kilogram, kalau hari biasa sekitar 3,5 kilogram. Untuk berapa banyaknya, kurang tahu juga," kata Saepudin.

Mempertahankan Ciri Khas dan Kualitas

Bagi pria 53 tahun itu, mempertahankan ciri khas dan kualitas serabi buatannya lebih penting daripada meraup keuntungan jangka pendek. Sebab baginya, hubungan antara ia dengan pelanggan menjadi sesuatu yang mesti terjaga.

"Di saya ciri khasnya itu masih membakar surabi dengan arang, makanya rasanya lebih empuk. Mungkin itu yang bikin unik dan orang-orang mau balik lagi," ucap Saepudin.

"Kalau soal kualitas, itu wajib. Misalnya ada surabi yang bantet setelah dibakar, ya itu jangan dikasihkan ke pelanggan. Nggak akan rugi kok, tapi yang paling penting kan pelanggannya puas," tambahnya.

Ia bercerita tak ada bedanya berjualan serabi saat musim libur Idul Fitri, Natal, Tahun Baru, maupun libur panjang lainnya. Lantaran sejak awal buka, ia mengutamakan serabi olahannya untuk dinikmati warga lokal.

"Konsepnya saya mengutamakan untuk pribumi (warga Lembang), jadi harganya disesuaikan. Kalau wisatawan kan mereka nggak setiap hari, beda dengan pribumi," kata Saepudin.

Sedikit bercerita soal lahirnya warung Serabi Haneut, berawal saat Saepudin sedang terpuruk. Dari situ ia coba-coba berwirausaha dengan berjualan. Terpikirlah serabi sebagai awalan.

"Awalnya dulu saya itu lagi jatuh. Kemudian ikut saudara dari istri jualan ketan tapi nggak lanjut lagi. Akhirnya saya kepikiran untuk usaha. Saya coba jualan surabi dan alhamdulillah bertahan 21 tahun," tutur Saepudin.

Zara (23), warga asli Lembang jadi salah satu penikmat serabi warung haneut. Saban malam ia rutin jajan serabi, baik untuk dinikmati sendiri atau untuk dihidangkan pada teman-temannya.

"Sering beli, kebetulan kan dekat rumah. Biasanya durian sama coklat. Enak sih, apalagi Lembang kan lagi dingin gini, jadi pas banget sih makan surabi," kata Zara.

(orb/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads