.webp)
Kota Bandung terkenal dengan wisata kulinernya yang melimpah. Di kota inilah, detikers tak hanya bisa menemukan makanan khas Sunda tapi juga daerah lainnya.
Salah satunya yakni Gudeg Capitol. Makanan yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini mampu menghipnotis warga Bandung dan sekitarnya.
Gudeg ini jadi andalan saat para warga bingung untuk mencari sarapan. Letak gerobaknya berada di gang Ence Azis, tepatnya di bahu jalan Jenderal Sudirman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jangan heran meski hari masih pagi, gang kecil di tepi jalan raya ini ramai antrean bahkan saat bulan puasa. Bayangkan jika di hari normal maka bisa dipastikan sepanjang gang penuh pengunjung.
 Gerobak Nasi Gudeg Capitol dan pemilik generasi keduanya, Haji Martono. (Foto: Anindyadevi Aurellia) |
Gudeg Capitol sudah berdiri sejak tahun 1972. Resepnya kini diturunkan pada generasi kedua, Haji Martono (60). Sejak dulu, Gudeg Capitol selalu jadi andalan pejabat dan keluarga artis.
"Banyak yang kesini, puasa juga tetep rame alhamdulillah yang enggak puasa. Pak Wali (Walkot Bandung Yana Mulyana) sebelum puasa kemarin kesini, sering. Pokoknya dari dulu mah pejabat, gubernur jaman dulu-dulu pada sering kesini. Kalau yang sering langganan artis gitu banyak sih, ingetnya sih mamanya Ari Wibowo itu langganan. Terus biasanya orang-orang Jakarta misalnya pada masih di tol terus udah telpon kesini gitu pesen apa aja. Jauh-jauh buat gudeg," ujar Martono sambil tertawa kecil.
Gudeg ini belasan tahun yang lalu terletak di depan sebuah hotel dengan nama Perdana Wisata. Namun, karena hotel tersebut harus tutup akibat krisis moneter 1998, sehingga membuatnya pindah.
Beberapa usaha setelah mengalami kepindahan justru kehilangan keuntungannya seperti mendadak tak seramai dulu lagi. Tapi hal ini tidak dirasakan oleh Martono, justru sebaliknya, gudegnya makin laris manis!
Pria paruh baya berambut putih panjang ini menceritakan bagaimana gudegnya jadi kecintaan warga Bandung sejak generasi pertama. Menurutnya, karena resep yang dimodifikasi menyesuaikan dengan lidah Sunda.
"Keluarga memang asli Yogyakarta, tapi resepnya disesuaikan sama orang sini. Kalau di sana terkenal gudeg itu manis banget, da bapak mah juga ga suka aneh masak manis pake sangu. Gori atau disini sebutnya nangka, sama tahunya aja yang manis, lainnya asin. Terus krecek (kulit sapi pedas) nya itu juga pedesnya asli tapi pake cengek (cabai), jadi kalo enggak gigit cengek enggak pedes. Dulu mah gitu krecek tuh, tapi sekarang pada pakenya sambel jadi pedes," ujar pria lulusan sarjana ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) ini.
Benar saja detikers, saat mencicipi Gudeg Capitol ini, lidah serasa dihipnotis. Sekali suapan saja, detikers bakal langsung jatuh cinta!
Saat gudeg, tahu, ayam, areh (kuah), serta krecek dicampur, semua rasa yang berbeda pun menyatu di mulut.
Ada rasa manis dari gudeg dan tahunya, rasa gurih potongan ayam, kuah yang gurih cenderung asin, serta krecek yang memberi sensasi sedikit pedas namun masih bisa diterima.
 Gudeg Capitol yang terkenal di Bandung. (Foto: Anindyadevi Aurellia) |
Tapi, jika Anda memberanikan diri untuk mengunyah cabainya, jangan tanya lagi. Pedasnya krecek langsung menggelegar, bakal bikin cenghar!
"Nah karena rasanya kan beda sama yang di Jogja, jadi banyak dikangenin. Ada juga lho yang dari Jogja terus dulunya lama disini, pas balik ke Jogja lagi malah kangen yang disini. Soalnya jadi udah enggak biasa lagi sama yang manis banget," kata Martono.
Rasa gudeg yang raos pisan, membuat banyak orang tak bisa berpaling dari Gudeg Capitol. Martono mengaku dirinya belum pernah menghadapi krisis saat menjalani usahanya.
Saat krisis moneter, gudegnya justru makin ramai. Bahkan pandemi yang membuat banyak usaha gulung tikar, tak mempengaruhi usaha gudeg miliknya.
Gudeg ini juga jadi sumber penghidupan orang tuanya dulu. Sejak mulai nekat merantau ke Bandung dan belum punya rumah, hingga bisa menyekolahkannya hingga sarjana.
Saking ramainya, dalam sehari gudeg ini bisa menghabiskan puluhan kilogram nangka dan ratusan telur bebek.
"Malah rame jualan gini mah enggak ikut krismon, kecuali jualan pabrik rumah makan kena. Pandemi enggak kena juga, rame tapi di online. Ini mah laris terus, dulu ibu belum punya rumah sampe punya, bisa sekolahin anak-anak sampe kuliah, bisa pergi haji juga alhamdulillah," ucap bungsu dari tiga bersaudara ini.
"Sehari biasanya ayam 8 ekor, telor bebek 300, lumayan lah alhamdulillah lah. Terus nangka disini mah susah dapetnya, sehari Rp 200.000 itu 20 kg. Kalau malam minggu lebih lagi, kan ramenya Jumat, Sabtu, Minggu," lanjut Martono.
Gimana detikers, tertarik mencoba? Meski bulan puasa, gudeg ini tidak berubah jam operasional. Buka setiap hari pukul 06.00-10.00 WIB di gang Ence Azis (tepi jalan Jenderal Sudirman, sebelah restoran Phoenix).
Sementara untuk jam 14.30-17-30 Gudeg Capitol buka di jalan Kesatriaan tepat di kanan jalan dari arah jalan HOS Cokroaminoto. Harganya pun cukup terjangkau lho, paket nasi gudeg mulai dari Rp 17.000-22.000 belum termasuk pilihan potongan ayam. Cocok buat pilihan buka puasa hari ini!
(tya/tey)
