Seorang pria paruh baya nampak sibuk menggoreng puluhan combro dan bala-bala, sembari berbincang dengan salah satu pelanggannya.
"Alhamdulillah laris terus, tidak menghitung jumlahnya berapa tapi ya setiap hari selalu pakai satu jerigen minyak," ujar Deni, pemilik Comro Echo.
![]() |
Sejak tahun 1994, ia berkeliling menggunakan gerobak dari Antapani, Gasibu, hingga kini memiliki warung sendiri di kawasan Lengkong. Deni mengaku tak sengaja menemukan bagasi mobil yang jadi ciri khas dagangannya tersebut.
"Ini dulu cuma nemu rongsokan aja, terus ide kayanya bisa buat gerobak gorengan gitu. Nah, dulu bagasi ini setiap hari minggu suka ditarik jualan ke Taman Gasibu," cerita pria 61 tahun itu.
"Sekarang udah enggak pernah, gara-gara di Gasibu enggak boleh ada yang dagang. Jadi akhirnya sekarang bagasi mobil ini disemen aja, jualannya di sini terus sama di Moh.Toha ada pake gerobak," ujarnya menambahkan.
Dagangannya selalu laris dan dirindukan oleh banyak orang. Comro Echo dikenal dengan adonan gorengan yang renyah, wangi, dan gurih. Salah satunya Denden (69) yang jauh-jauh dari Lembang karena merindukan comro buatan Deni.
"Saya udah kesini berkali-kali, malah ini tiga hari berturut-turut naik ojek kesini. Gorengannya enak pisan, bisa renyah dan gurih. Saya suka gorengan tapi di sini mah rasanya beda, ini selalu bungkus buat di rumah," tutur Denden.
Denden memilih sendiri gorengan yang diinginkan dari bagasi mobil Comro Echo. Sesekali, ia memakan langsung combro pedas buatan Deni.
![]() |
Comro baru saja ditiriskan dari minyak panas, sehingga masih nampak uap hangat dan terdengar renyah. Bagasi tersebut menampung combro pedas, combro sedang, tahu isi, bala-bala, dan pisang goreng dengan harga satuan Rp 2.000.
Resep gorengan Deni rupanya hanya memodifikasi resep comro buatan orang tuanya. Ia juga sempat mencoba membuat level kepedasan dalam comronya, namun tak lagi dilanjutkan.
"Dulu saya buat level SD, SMP, SMA, Professor. SD yang tidak pedas, Professor paling pedas. Tapi ternyata selera orang rata-rata hanya agak pedas atau pedas. Jadi saya putuskan dua adonan saja, comro lonjong yang pedas kalau comro bulat yang sedang," ungkapnya.
Meski sempat diuji dengan pandemi, dagangannya tetap laris berkat adanya aplikasi online. Sehingga, para pembeli setianya tak harus menahan rasa rindu akan comro legendaris ini.
"Rencananya mau buka cabang tapi belum tahu dimana. Kalau di Lengkong ini kan sudah lumayan terkenal karena lama jualannya. Bisa dibilang orang mau pergi ke gang ini, ingatnya gorengan. Butuh waktu untuk membangun nama itu," kata Deni.
(aau/tya)