Jika bergaul dengan orang Sunda, tentu mengenal kata 'Aing'. Kata ini telah menjadi sangat populer dan banyak diucapkan di berbagai tempat, selain di Jawa Barat.
Aing adalah kata ganti orang pertama yang berbicara atau dalam bahasa Indonesia berarti 'saya'; 'aku'. Ditimbang dari rasa bahasanya, 'aing' sepadan dengan 'déwék'.
Namun, bagi masyarakat Sunda sendiri, kata 'aing' punya rasa bahasa yang nilainya kasar. Ini karena di Sunda ada undak-usuk atau tingkat tutur dalam menggunakan bahasa Sunda.
Jika sedang berada di Bandung, jangan sembarangan mengucapkan kata 'aing'. Hal itu boleh jadi menyinggung kawan bicara, apalagi kita berbicara kepada orang yang baru dikenal.
Namun, benarkah kata aing adalah kata yang kasar? Jawabannya adalah ya. Akan tetapi, nilai kasar kata ini muncul kemudian dalam perjalanan sejarah etnis Sunda. Pada masa Sunda kuno, kata 'aing' tidak bernilai kasar.
Undak-Usuk Basa Sunda
Undak-usuk dalam bahasa Sunda ada yang menyebutkan terpengaruh oleh agama Hindu yang mengenal kasta, di mana agama itu pernah dianut oleh orang-orang Sunda di silam masa.
Karena itu, undak-usuk dipakai sesuai dengan tingkatan sosial kawan bicara. Jika bicara dengan orang terhormat seperti pejabat atau orang dewasa, maka diksi yang dipakai halus. Jika dengan teman sebaya diksinya 'loma', dan jika dengan yang status sosialnya rendah, dipakai diksi kasar.
Namun, dugaan itu kurang pas jika disandingkan dengan sejumlah bukti cara berbahasa yang terdapat dalam naskah Sunda kuno. Buku 'Tata bahasa Acuan Bahasa Sunda' terbitan Depdikbud Ri tahun 1994 mengutip naskah Sunda kuno, Tjarita Parahyangan.
"....carek Rahyang Sempakwaja:" Rababu leumpang! Ku siya bwatkeun budak eta ka rahyangtang Mandiminyak. Anteurkeun Patemuan siya sang Slahtwah. Leumpang Pwah Rababu ka Galuh. "Ali (ng) dititah ku Rahyang Sempakwaja mwatkeun budak eta, beunang sija ngeudeu-ngeudeungeudeu ai(ng) teh" (Atja, 1968: 19)
Dalam kutipan itu, terdapak kata 'aing' (saya) dan ungkapan untuk lawan bicaranya 'siya' atau 'sia' yang berarti kamu. Dan itu menjadi bahasa sehari-hari. Dalam kutipan itu, bahasa antara suami dan istri.
Naskah Sunda Kuno Bujangga Manik dalam mengisahkan perjalanannya juga menggunakan kata 'aing' sebagai kata ganti orang pertama tunggal yang bertindak sebagai narator dalam kitab itu.
Menurut Ajip Rosidi, sebagaimana dikutip oleh 'Tata bahasa Acuan Bahasa Sunda' terbitan Depdikbud Ri tahun 1994, unsur undak-usuk di dalam bahasa Sunda berdasarkan sejarah bahasa, masuk ke dalam bahasa Sunda dan menjadi unsur bahasa Sunda sejak abad ke-17.
"Tingkat tutur berkembang bersamaan dengan "macapat", bentuk sastra Babad, hasil kerajaan Mataram pada waktu Sultan Agung memerintah." tulis buku itu mengutip Ajip.
Ada yang menolak undak-usuk bahasa Sunda dipakai hingga kini. Alasannya, karena hal demikian bersinggungan dengan status sosial. Namun, bahasa Sunda dengan tingkat tutur itu telah berabad-abad dipakai di Sunda, sehingga cukup susah untuk melepaskan bahasa Sunda dari hierarki undak-usuknya.
Para ahli kemudian memberikan jalan keluar, bahwa undak-usuk tetap dipakai asal penggunaannya tidak dimaksudkan untuk menghinakan mereka yang status sosialnya rendah.
'Aing' dalam Lemes, Loma, Kasar
Undak-usuk basa Sunda mengenal tiga tingkatan, yaitu Lemes (halus); Loma (biasa, pergaulan, akrab); Kasar (kasar).
Berikut ini adalah derajat 'aing' di dalam undak-usuk basa Sunda:
Lemes : Abdi, pribados, kawula
Loma : Kuring, uing
Kasar : Aing, déwék
'Aing' dalam Ungkapan Sunda
Pernah dengan ungkapan 'Sima aing sima maung'? Ya, ungkapan itu bermakna 'sifat menakutkanku seperti sifat harimau'. Kata Aing di Sunda memang telah menyerap ke dalam sejumlah peribahasa.
Apa saja ungkapan mengandung 'aing'?
1. Paaing-aing, maknanya berbicara dengan saling menggunakan kata aing. Atau keras kepala saling kukuh pada pendapat masing-masing.
2. Sia-sia, aing-aing. Ungkapan ini artinya berjalan masing-masing saja.
3. Aing-aingan, artinya tidak mau saling menolong satu sama lain.
4. Asa aing uyah kidul, artinya sombong, serasa jadi yang terunggul, terdepan, dsb.
Demikian 'aing' dan silsilahnya. Jangan sembarangan ucap 'aing' ya!
Simak juga Video 'Polisi soal 'Kajati Bahasa Sunda' Arteria: Tak Ada Unsur Ujaran Kebencian':
(tya/tey)