Perpustakaan memiliki peran yang krusial dalam memberikan akses literasi kepada setiap individu, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Di Kota Bandung sendiri, terdapat perpustakaan braille bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (PDSN).
Perpustakaan braille bagi PSDN itu dikelola oleh Sentra Wyata Guna. Dahulu dikelola oleh BPBI Sentra Abiyoso. Pengelolaanya di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI). Perpustakaan braille ini, berada di Jalan Pajajaran Nomor 5, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.
Saat mengunjungi perpustakaan braille itu, detikJabar menemui seorang pustakawan bernama Desak Gede Delonix (25) dan melakukan wawancara eksklusif dengannya. Ia bercerita bahwa dirinya sudah bekerja di perpustakaan braille ini selama 2,5 tahun. Onix melihat adanya perkembangan jumlah kunjungan sejak perpindahan perpustakaan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kerja di sini udah 2,5 tahun ya. Saya kan di Abiyoso 1,5 tahun, terus WG 1 tahun. Saya tuh udah ngeliat ini jumlah pengunjungnya setelah pindah ke WG tu semakin meningkat. Ada lah jumlah pengunjungnya itu minimal 6 orang. Terus kadang banyak kunjungan dari tamu-tamu lembaga kayak KPK pernah, terus kepegawaian gitu lah, Menpan RB pernah," ucap Onix, sapaan akrabnya, kepada detikJabar, Senin (11/12/2023).
Ia memberitahukan jika perpindahan perpustakaan braille dari Sentra Abiyoso ke Sentra Wyata Guna, terjadi pada bulan November 2022. Hal itu karena Sentra Abiyoso kini bertransformasi menjadi multi layanan untuk residensial dari berbagai penerima manfaat. Tak hanya itu, perpindahan tersebut pun juga menjadikan tempat pencetakan buku-buku braille berpindah dari Kerkof Cimahi, ke asrama literasi di Kawasan Wyata Guna.
"Dari November 2022. Baru iya karena di sana, di Abiyoso itu sekarang jadi multi layanan buat residensial di sana. Jadi dulu percetakannya kan di Abiyoso kan di Kerkof, Cimahi, sekarang di pindah ke sini semua, di asrama literasi," ungkapnya.
Fasilitas Perpustakaan Braille Sentra Wyata Guna
Menurut keterangan Onix, perpustakaan Braille di Kota Bandung ini, adalah satu-satunya perpustakaan braille yang ada di Indonesia dengan kategori umum yang khusus menitikberatkan pada literasi braille. Berbeda dari kebanyakan perpustakaan seperti yang ada di sekolah-sekolah, perpustakaan ini khusus menyediakan buku-buku braille saja.
"Ini satu-satunya perpustakaan braille di Indonesia yang kategori umum, yang khsusus braille. Kan kalau yang lain kan di sekolah-sekolah baru perpustakaan braille, kalau di sini kategorinya umum," katanya.
Ia menyebut jika perpustakaan ini memiliki beragam alat pendukung bagi pengunjung disabilitas netra saat mereka ingin belajar dari buku-buku braille yang tersedia. Salah satu alat pendukungnya adalah papan pantule yang digunakan untuk belajar mengenal huruf-huruf braille.
Alat ini menjadi sarana pembelajaran awal bagi mereka yang baru memulai perjalanan belajar braille. Dengan alat ini, mereka dapat merasakan dan memahami tata letak serta bentuk huruf braille secara langsung.
"Ini kalau misalnya baru belajar braille, pakainya ini, namanya papan pantule. Alatnya ini nggak dijual sembarangan. Nah ini buat yang baru bisa belajar braille. Ini huruf A, ini huruf B, ini huruf C gitu," sebutnya sambil mempraktikkan alat tersebut kepada detikJabar.
Ia lalu melanjutkan bahwa perpustakaan braille ini juga menyediakan alat pendukung lain yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk menulis huruf-huruf braille yang bernama reglet.
Seperti halnya alat tulis tangan pada umumnya, alat ini berfungsi untuk membuat huruf-huruf braille yang akan memunculkan kontur-kontur pada lembaran kertas di atasnya.
"Kalau reglet itu alat tulisnya nanti pake pena paku buat nulis huruf braillenya. Pantule itu buat baru bisa belajar baca, kalau yang reglet itu buat nulis ibarat pulpen lah gitu. Nanti pas ditaruh di alatnya itu, muncul jendol-jendol gitu," lanjutnya.
Tak hanya itu, ia juga memberitahukan jika di tempat ini, pengunjung pun bisa menggunakan alat pendukung audio book untuk dapat belajar melalui suara rekaman. Bahkan terdapat pula buku-buku khusus bagi penyandang gangguan penglihatan yang masih bisa melihat walau sedikit (low vision).
"Ada audio book. Disini ada pendukung teman-teman disabilitas untuk bisa belajar, ada alat baca ini alat audio. Ini namanya alat pemutar audio CD," ucapya.
"Di sini nggak cuma braille sama audio aja, ada juga buku khusus low vision yang isi tulisannya itu gede-gede. Fontnya itu kalau nggak salah 48. Soalnya di tunanetra itu kan ada yang blind, ada yang low vision," katanya menambahkan.
Ia menuturkan bahwa koleksi buku-buku braille yang ada di perpustakaan braille ini, diproduksi sendiri di tempat ini dan ada sebagian yang didapatkan dari sumbangan. Ia menuturkan jika buku-buku braille itu tidak diperjualbelikan, melainkan disebarluaskan ke seluruh Indonesia.
"Nggak, kita dapetnya gratis, ini produksi sendiri bukunya. Kan koleksi kita itu 80% koleksi sendiri Sentra Wyata Guna sama Abiyoso, dan 20% sisanya sumbangan dari pertuni dan komunitas juga. Bukunya itu disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Kan kalau misalnya kita ngajuin ke WA Center, terus tinggal ngajuin aja lembaga-lembaga itu mau buku apa. Ya mudah-mudahan aja kalau stoknya ada, dikasiin gitu contohnya kayak ini mau dikirim ke Indramayu," tuturnya.
Onix menjelaskan ketika ada pengunjung yang mencari buku bacaan braille tertentu, mereka dapat dengan mudah mencarinya di rak-rak buku yang dimana setiap judul buku tersebut, sudah terdapat tulisan braille di bagian depannya. Sehingga, pengunjung dapat meraba dan mencari buku dengan mudah berdasarkan judul dan keterangan yang tercantum pada cover buku.
"Paling nyarinya seperti ini (mengarahkan ke rak-rak buku). Ini kan ada tulisannya di bukunya, ada judulnya, kayak ini belajar baca arab braille, nanti tinggal diraba aja sama mereka. Saat mereka cari pun bisa juga karena di setiap bukunya ada ini (tulisan braille) tapi ada yang ada, ada juga yang gada. Tergantung bukunya juga," jelasnya.
Ia pun turut membantu pengunjung yang ingin diambilkan buku olehnya.
"kalau yang ngebantuiin mereka gitu, kalau dianya yang minta aja. Terus kadang saya tanya ini mau dibantu ga cariin bukunya kan itu kan susah ya. Paling kalau cari buku itu saya yang ngambilin soalnya kan raknya begitu," ucapnya.
Panduan Belajar Braille
Ia mengatakan bahwa tahap awal pembelajaran literasi braille, melibatkan pengenalan huruf A, B, C, dan seterusnya. Para pembelajar braille memerlukan keterampilan untuk meraba dan memahami huruf-huruf tersebut, yang menjadi dasar dari literasi braille. Setelah itu, pemahaman harus diperdalam kembali melalui buku bacaan khusus yang telah diadaptasi dalam huruf braille.
"Jadi yang pertama dipelajarin itu cara baca hurufnya. kalau kayak saya mah pertama belajar pake papan (pantule) ini sampe cara nulisnya juga. Terus kalau misalnya udah hafal ini semua sampe huruf Z, belajar pake buku ini gitu (Buku Panduan Belajar Baca Tulis Braille). Terus sama buku ini juga (buku bacaan braille untuk memperdalam wawasan) seperti itu," pungkasnya.
Sambil mengarahkan tangannya ke salah satu lembaran panduan pengenalan huruf-huruf braille untuk membuat huruf di papan pantule, Onix menekankan bahwa meskipun terdapat persamaan dengan tulisan latin, belajar huruf Braille tetap menantang karena memerlukan pemahaman terhadap titik-titik yang memiliki karakteristik khusus.
"kalau saya sih susah susah gampang ya. Kan kalau saya hafalin huruf itu harus hafal titik-titiknya. Makanya kalau misalnya belajar ini, proses pertama hafalin dulu dari A sampai Z, baru masuk ke buku bacaan braille yang gabung-gabungin ini (buku bacaan braille yang berisi gabungan huruf menjadi sebuah kalimat)," ujarnya.
"Ini A, ini B, sama kayak tulisan kita, tulisan awas namanya kalau orang tunanetra istilahnya kayak tulisan latin. Dari kiri ke kanan bacanya. Jadi disini mereka ngeraba huruf-hurufnya ini," sambungnya sambil menjelaskan dengan papan pantule kepada detikJabar.
Seperti halnya membaca buku biasa, pembacaan huruf braille, dibaca perhuruf di mana letak titik-titiknya diraba dari atas ke bawah, untuk menjadikan setiap titik sebagai elemen pembentuk makna.
"Kayak baca buku biasa aja si. Bacanya itu per huruf. Bacanya dari atas ke bawah," ucapnya.
Ia melanjutkan jika ada kata yang diawali dengan huruf besar, maka sebelum masuk ke huruf tersebut, tambahkan titik nomor 6 satu kali. Jika terdapat sebuah kata yang diawali dengan huruf besar dan tebal, maka di bagian depannya tambahkan titik nomor 6 dua kali.
"kalau huruf kecil gausah pake titik enam. kalau misalnya huruf besar, titik 6 nya satu kali. kalau huruf tebal dan huruf besar itu titik 6-nya dua kali. Kayak misal yang kata ini 'Enjoy'. Titiknya ada di awal kata, (jadi buat) huruf besarnya itu (di awalnya harus ada) titik 6, kayak contohnya gini," jelasnya.
Untuk menghindari kekeliruan antara huruf dan angka, Onix juga memberitahukan bahwa penulisan angka memiliki tanda titiknya sendiri dalam tulisan braille. Dimana sebelum menuliskan angka, tambahkan titik nomor 3, 4, 5, dan 6 terlebih dahulu di bagian depannya.
"Angka itu mah ada penandanya, kalau misalnya ini angka gitu. Kan ini takut ketuker sama hurufnya. Jadi kalau mau ada angka, ini ada tandanya titik 3, 4, 5, 6 dulu baru angka gitu," ujarnya.
(sud/sud)