Cara Mudah Asti Menyelesaikan Sampah Kertas dengan Daur Ulang

Sisi Terang

Cara Mudah Asti Menyelesaikan Sampah Kertas dengan Daur Ulang

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Rabu, 25 Okt 2023 08:00 WIB
Asti Gustiasih
Asti Gustiasih (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar).
Bandung -

Sampah dapat dengan mudah kita temui. Meskipun mayoritas sampah berasal dari limbah rumah tangga yang bersifat organik, tapi seperti kita tahu ada pelajar, mahasiswa, sekolah dan kampus, perusahaan, bahkan birokrasi pemerintahan yang menghasilkan limbah kertas.

Tapi, Asti punya cara untuk menyelesaikan sampah kertas yang berakhir tak berarti. Limbah kertas ia manfaatkan lebih dari sekedar bungkus gorengan.

Ialah Asti Gustiasih (63), perempuan dari Bandung yang punya semangat luar biasa. Fisiknya terlahir tak sempurna, kaki kirinya tak bisa berfungsi dengan baik karena polio. Tapi keterbatasannya bukan jadi penghalang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, Asti dikenal sebagai pegiat daur ulang sampah yang inspiratif. Ia mampu menyulap tumpukan kertas yang tak bernilai jadi aneka kerajinan bernilai Rupiah. Usaha yang dibangunnya ini diberi nama Cemara Paper.

Bersama tiga siswa tunarungu dari SLBN Cicendo yang ia ajari. Mereka mampu membuat ratusan kertas hanya dalam waktu sehari.

ADVERTISEMENT

Kepada detikJabar, ia menjelaskan bagaimana cara pembuatan limbah kertas tersebut menjadi banyak produk seperti buku, payung kertas, kipas, kotak tisu, kap lampu, dan tempat handphone.

Pertama, sampah kertas-kertas harus sudah di-shredding. Paper shredder adalah mesin yang diciptakan untuk menghancurkan kertas-kertas, agar limbah kertas yang tertampung lebih banyak.

"Saya masih terima dari Biofarma, itu satu ball (plastik besar) kira-kira sekilo, bisa jadi 50 kertas bisa. Nah nanti direndam dan dicacah di mesin giling supaya lebih halus lagi," kata Asti.

Di mesin giling, kertas-kertas yang tadinya sudah menjadi bubur kertas, diolah menjadi bubur yang lebih lembut. Tak ada waktu khusus dalam penggilingannya, kira-kira sampai bubur kertas itu dirasakan teksturnya pas.

Bubur-bubur kertas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bak penyaringan. Di sini akan dilakukan penyaringan bubur kertas tadi, supaya terpisah dari airnya. Penyaringan dilakukan menggunakan alat yang mirip seperti alat sablon. Kemudian diratakan menggunakan kayu supaya menghasilkan tekstur kertas yang rata.

"Nah di bak ini, bubur kertas kemudian disaring. Penyaringan ini lumayan berat ya, memisahkan kertas dari air begitu. Kemudian endapan kertas tadi diratakan dengan kayu supaya jadi kertas yang teksturnya halus. Di sini perlu kehati-hatian, nggak boleh kena tetesan air juga supaya kertasnya itu tidak bolong," ucap Asti.

Setelah itu, masuk pada proses pengeringan. Saringan kertas ditutup dengan selembar kain. Menaruh kain ini pun harus presisi, tidak boleh ada bagian yang tidak tertutup kain. Kemudian tumpukan ini ditaruh di mesin press. Kertas ditekan dengan mesin selama kurang lebih 5-10 menit. Tujuannya agar kertas betul-betul rata dan air sisanya terserap dalam kain.

"Setelah itu baru dijemur. Penjemuran ini juga nggak lama, cuma memang sangat bergantung dengan cuaca. Kurang lebih dua jam kalau mataharinya cerah ya, kalau mendung itu yang susah dan agak lama. Terus menjemurnya juga di tempat yang sebisa mungkin tidak berdebu," ujarnya.

Jadilah lembar demi lembar kertas berukuran A2. Kertas-kertas ini kemudian bisa dibagi menjadi empat dan menjadi kertas HVS berukuran A4.

Ia mengaku, proses pembuatan kertas-kertas ini tidaklah sulit. Modalnya pun tak sebesar membuat kertas baru yang biasa kita temui. Hanya saja butuh niat dan keinginan untuk mengubah hal tak bernilai jadi bernilai. Apalagi, jelang pemilihan umum untuk kepala daerah dan Presiden, hingga saat ini masih menggunakan kertas dan cara pemusnahannya masih dengan dibakar.

"Sebetulnya ini kan solusi untuk menyelesaikan sampah terutama di kalangan akademisi itu banyak limbah kertas. Birokrasi dan sekolah itu juga bisa belajar dengan menggunakan kertas daur ulang yang lebih ramah lingkungan. Saya pun bisa sebetulnya buat lebih banyak dari pada ini, tapi kan demand-nya nggak ada? Siapa yang mau pesan banyak-banyak?" keluh Asti.

Malahan, ia dan sang suami Toto Sumarna pernah mencoba mengetuk dari dinas pemerintahan satu ke yang lainnya. Tapi hasilnya nihil. Tak jarang ia mendapat komentar hasil karyanya dinilai terlalu mahal.

Tapi ia tak mau membahas terlalu banyak. Baginya, ia hanya ingin bisa memberikan inspirasi bagi khalayak. Syukur-syukur lebih banyak yang sadar untuk mau menggunakan kertas daur ulang atau bahkan membuatnya.

Dari hasil kreatifitasnya, Asti juga bisa membuat banyak barang bernilai Rupiah fantastis. Sebut saja salah satunya sebuah buku catatan yang pada Hari Ulang Tahun kota Bandung ke-213, menyabet Juara Dua Lomba Daur Ulang Sampah dan mendapat hadiah Rp4 juta.

"Sekarang kami lebih ke art, jadi ini ditawarkan untuk keperluan pameran seni. Idenya ya yang mahal. Harganya variatif seperti kap lampu ini bisa Rp250-Rp750 ribu. Sesuai pesanan," kata Toto Sumarna, sang suami.

"Nah kalau produk yang paling mahal ini ada buku yang kemarin menang lomba juara dua, ini tidak saya lepas dari harga Rp10 juta. Karena ada nilai seni, history, dan peduli lingkungan ya. Ini semua menggunakan kertas daur ulang, pelepah pohon pisang, batok kelapa," katanya sambil menunjukkan buku tersebut.

(aau/mso)


Hide Ads