Anak muda sering disebut-sebut sebagai agent of change dan peran penting serupa yang memberi dampak positif bagi masyarakat. Seakan menjawab tantangan tersebut, anak-anak muda yang tergabung dalam kegiatan sukarelawan turut berpartisipasi dalam kegiatan Food Bank Bandung. Beroperasi dengan bantuan relawan selama hampir 8 bulan, Food Bank Indonesia sering kali menerima mahasiswa sebagai relawannya.
Sebelum Food Bank Bandung berkembang seperti sekarang, tim inti bekerja secara mandiri. Saat itu mereka berjumlah sepuluh orang. Bersama-sama mereka mengerahkan upaya maksimal untuk membangun nama Food Bank Bandung. Salah satu upayanya adalah membangun portofolio lewat media sosial.
Tampaknya upaya ini memiliki dampak yang cukup signifikan. Dari media sosial, banyak jasa boga yang ikut bekerja sama dengan Food Bank Bandung. Dari media sosial juga banyak anak muda tertarik untuk mengikuti kegiatan sukarelawan di Food Bank Bandung. Ketika ditanyakan, mayoritas relawan pada Rabu itu menyebutkan bahwa mereka mendapatkan informasi kegiatan ini lewat media sosial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tahu kegiatan ini dari media sosial Instagram," sebut Yudha, relawan Food Bank Bandung asal Tasikmalaya.
Bagaimana Relawan Bertugas?
Sarah adalah salah seorang relawan Food Bank Bandung lainnya. Perempuan ini memang memiliki perhatian lebih terhadap isu lingkungan. Tak main-main, ia mendedikasikan diri dengan memproduksi barang ramah lingkungan. Sarah adalah salah satu orang di balik akun bumijo.id di Instagram yang menyuarakan pentingnya isu lingkungan.
Terdapat beberapa tugas inti pada kegiatan Food Bank Bandung. Di antaranya penjemputan makanan (food rescue), persiapan makanan (food preparation), dan distribusi.
Pada kesempatannya kali ini, Sarah mendapatkan tugas dalam menyiapkan makanan. Relawan yang bertugas dalam food preparation dibagi lagi menjadi dua fokus utama, yaitu pengukusan dan thawing menggunakan oven. Pembagian tugas tersebut juga ditandai dengan warna apron yang dikenakan. Hijau untuk pengukusan, dan biru untuk thawing. Hari itu, Sarah bertugas dalam mengukus makanan.
Persiapan makanan memakan waktu selama kurang lebih dua jam, pengukusan memakan waktu paling lama. Makanan yang telah dikemas ini kemudian akan dibagikan pada yayasan yang menampung anak-anak. Makanan ini berasal dari beberapa hotel di Bandung yang memiliki surplus makanan. Dengan begitu, Food Bank Bandung telah membantu industri perhotelan untuk tidak membuang makanan secara percuma.
Lewat kegiatan relawan ini, Sarah mengaku, senang karena pengalaman yang ia dapatkan. Meskipun isu sampah makanan (food waste) bukan di ranah keilmuan Sarah, ia merasa mendapatkan pengetahuan baru pada kegiatan ini.
"Ini asik banget seru banget ketemu teman teman baru dan juga bisa ikutan melihat prosesnya. Dan senang banget juga yang makanan yang mungkin tadinya jadi waste, tapi bisa jadi bermanfaat buat orang lain," ungkap Sarah.
Sampah makanan memang menjadi momok besar di Indonesia, khususnya di Bandung. Kebakaran di TPA Sarimukti pun tak lepas dari peran sampah makanan yang mengandung gas metana dan dapat meledak kapan saja. Melihat bencana itu, Sarah berharap agar masyarakat dapat lebih bijak dalam kegiatan konsumsi. Baik makanan maupun benda lain yang dapat menimbulkan sampah.
"Semoga warga Bandung semakin aware lagi soal isu lingkungan dan mulai bisa memilah sampah di rumah termasuk sampah makanan supaya enggak jadi food waste. Bisa mulai belanjanya lebih mindful terus kayak ngabisin makanan, dan makanan misalnya dikompos," terang Sarah.
Kegiatan sukarelawan Food Bank Bandung dapat diikuti setiap Rabu dan Sabtu. Namun, untuk mendapatkan kesempatan berharga ini, terdapat proses rekrutmen yang cukup ketat. Co-Founder Food Bank Bandung Gendhis menyebutkan bahwa relawan yang mereka terima per harinya berkisar di 20 orang saja. Dengan peminat yang ramai dan slot yang sedikit, setidaknya ada "perang" kecepatan dalam mendaftarkan diri.
(mso/mso)