Anggota DPR RI Adde Rosi Khoerunnisa mendapat gelar doktor ilmu sosial bidang administrasi publik dari kampus Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas) Bandung. Adde Rosi menyelesaikan studinya setelah menyusun disertasi berjudul 'Model Pengawasan DPRD dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (PKS) di Provinsi Banten'.
Saat ditemui detikJabar, Adde Rosi mengatakan, gelar doktoral ini merupakan kebanggaan untuknya. Sebab, istri dari mantan Wakil Gubernur Bandung Andika Hazrumy yang akrab disapa Aci ini membutuhkan waktu lebih dari 4 tahun untuk bisa menuntaskan studinya di kampus Pascasarjana Unpas Bandung.
"Tentu ini kebanggaan, terutama buat saya pribadi yah. Karena ini bukan hal yang mudah, 4 tahun lebih saya menyelesaikan program ini di sela-sela kesibukan saya sebagai anggota DPR RI, kemudian terkendala pandemi COVID-19 dan juga disela-sela kesibukan saya sebagai istri dari suami saya," kata Aci ketika ditemui di kampus Pascasarjana Unpas Bandung, Kamis (11/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aci mengatakan, ia memulai studinya itu sejak 2018. Pandemi sempat menyulitkannya untuk bisa menuntaskan kewajibannya itu. Namun berkat dorongan dari keluarga, termasuk sang suami, Andika Hazrumy, Aci pun akhirnya bisa menuntaskan studinya tersebut. Bahkan yang paling membanggakan, Aci bisa mendapat yudisium cumlaude dengan IPK 3,76 dari Pascasarjana Unpas.
"Kesulitannya adalah ngatur waktu, karena memang enggak mudah dari Banten ke Bandung. Kemudian di sela-sela kesibukan saya sebagai anggota DPR, mengurus organisasi, kemarin juga kan sempat COVID, akhirnya ini sempat terkendala. Tapi Alhamdulillah semuanya support, apalagi suami saya. Suami saya yang paling cerewet agar bisa diselesaikan program doktoral ini," ujarnya.
Dalam disertasinya, perempuan politisi Partai Golkar ini memaparkan jika implementasi program penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Banten belum terbilang optimal. Salah satu masalah yang ia temukan, justru karena faktor pengawasan DPRD di daerah yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akhirnya, faktor itu membuat jumlah masyarakat miskin di Bandung tetap tinggi angkanya.
Menurut Aci, permasalahan internal PMKS atau penyandang masalah kesejahteraan sosial di Banten karena ketidakberdayaannya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, serta pemanfataan dalam mengakses sistem-sistem sumber daya yang ada secara normatif. Sedangkan, masalah eksternal adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat dan belum optimal pemerintah dalam penanganan PMKS.
"Berdasarkan data saja memang sudah ada kejomplangan. Dari 8 kabupaten/kota di Banten, wilayah Tangerang Raya dan Lebak-Pandeglang, di mana itu adalah konsituen saya, itu ada kejomplangan secara IPM. Seharusnya dengan adanya program kesejahteraan sosial yang disebar ke 8 kabupaten/kota di Banten, tidak ada kejomplangan tersebut," urai Aci.
"Tetapi yang ditemukan bahwa masih terdapat kejomplangan. Masih tingginya masyarakat miskin di Banten yang belum mendapatkan manfaat dari program kesejahteraan sosial ini. Jadi berdasarkan hal tersebut, saya mencoba meneliti, apa nih kesalahan dari sisi pengawasan DPRD karena memang fokus saya ada di DPRD," kata Aci menambahkan.
Dalam temuan masalah yang Aci teliti, rupanya fungsi pengawasan DPRD di Bandung belum optimal dalam mengawal program kesejahteraan sosial. Padahal kata dia, DPRD bisa ikut berperan sebagai mitra kerja kepala daerah dan melakukan fungsi penganggaran, pengawasan dan legislasi sesuai amant UU No 23 tahun 2014.
"Dan ternyata ditemukanlah pengawasan yang tidak optimal, tidak efektif, tidak ada komunikasi yang baik antara DPRD dengan masyarakatnya. Sehingga masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka, merasa acuh tidak acuh terhadap program kesejahteraan sosial ini," ujar Aci.
Temuan lainnya dalam disertasi yang Aci susun menyebutkan jika faktor-faktor SDM, sarana dan prasarana penelitian dan kepustakaan, komunikasi dengan masyarakat dan sikap masyarakat menjadi penghambat efektifitas pengawasan DPRD dalam penyelenggaraan kesejahteraan di Banten. Sehingga, ia berkesimpulan DPRD bisa mengefektifkan fungsi pengawasannya sesuai Perda Provinsi Bandung No 8/2018.
"Jelas ada model dan ada novelty kebaharuan yang saya telah temukan dalam disertasi saya. Sehingga kalau DPRD bisa mengaplikasikan model ini ke depannya, saya berharap penyerapan aspirasi, penyerahan program ke masyarakat ini bisa efektif dan optimal dilaksanakan. Dan diharapkan dengan adanya partisipasi dari masyarakat yang memang betul-betul diserap, dan kemudian diserahkan kepada DPRD Provinsi Banten ke depannya, program kesejahteraan sosial ini bisa lebih dimaksimalkan supaya angka kemiskinan di Banten bisa menurun," tutur Aci.
Ditemui di tempat yang sama, suami Adde Rosi, Andika Hazrumy berharap gelar doktoral yang diraih istrinya itu bisa bermanfaat bagi masyarakat Banten. Andika juga mengakui terus mendorong istrinya supaya bisa menuntaskan studi doktoralnya di Pascasarjana Unpas.
"Pertama Alhamdullilah, hari ini istri tercinta bisa lulus doktor ilmu sosial. Yang pasti saya berharap ilmu yang didapat bermanfaat bagi masyarakat. Saya selalu memberikan motivasi, karena saya meyakini tercapainya tujuan prestasi akademik itu butuh support dari lingkungan, yang terdekat kan keluarga," kata Andika.
"Tentu saya sebagai suami memberikan support penguatan terhadap istri untuk bisa sesegera mungkin menyelesaikan masa studinya. Dan Alhamdulillah, hari ini selesai," pungkasnya.
(ral/mso)