Anggota DPRD Jawa Barat Hasim Adnan menyoroti lambatnya proses pembuatan sertifikat tanah yang selama ini menjadi pokok perhatian pemerintah. Pasalnya, polemik tanah yang diatasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN dengan Program Prioritas Nasional berupa percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tidak berjalan mulus pada pelaksanaannya di lapangan.
Hasim mengatakan program ini alih-alih memberikan kepastian akan kepemilikan tanah, justru malah membuat rakyat yang sudah menggarap lahan puluhan tahun terancam kehilangan haknya. Seperti yang dialami oleh sebagian besar warga Dusun Cidahu, Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi.
"Seminggu yang lalu, saya kedatangan perwakilan warga dari kedusunan Cidahu, yang melaporkan kronologis terjadinya kesalahan peta hasil dari program PTSL dan bisa berdampak pada hilangnya hak warga atas tanah yang sudah mereka garap puluhan tahun", beber Hasim dalam keterangan tertulis, Selasa (29/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasalnya, peta yang dikeluarkan BPN pada Tahun 2015 terdapat seluas 114,0109 hektare sudah dikuasai rakyat, yang selanjutnya terdaftar sebagai objek pajak bumi dan bangunan sehingga terbit sebanyak 831 SPPT. Namun, berbeda jauh dengan peta terbaru hasil program PTSL pada Oktober 2022," imbuhnya.
Lebih lanjut Hasim menjelaskan pada bulan Oktober 2022 telah dilaksanakan Program Pengukuran Tanah Sistematis Lengkap berbasis Partisipasi Masyarakat (PTSL PM) di kedusunan Cidahu. Berdasarkan peta tanah yang didapat dari petugas ukur BPN, tanah yang dikuasai oleh masyarakat kedusunan Cidahu Desa Tanjungsari Kecamatan Jampangtengah Kabupaten Sukabumi hanya seluas 14,3707 hektare dan terdiri dari 178 SPPT.
Sementara, seluas 99,6402 hektare masuk pada peta tanah penguasaan Perhutani, sehingga sebanyak 653 SPPT tidak dilakukan pengukuran oleh petugas ukur dari BPN dengan alasan tanah tersebut merupakan kawasan tanah Perhutani.
"Setelah saya pelajari dokumen dan data-data yang ada, untuk sementara saya berkesimpulan bahwa indikasinya cukup kuat, ada mafia tanah yang bermain dalam proses PTSL di kedusunan Cidahu ini. Sehingga saya meminta Kementerian ATR/BPN turun tangan untuk melakukan investigasi, sebagai upaya perlindungan negara terhadap rakyatnya," kata Hasim.
"Saya sih berharap kesimpulan ini salah atau sekadar kesalahan administrasi program PTSL dalam pencatatan saja. Sehingga pihak BPN setempat bisa segera melakukan pengukuran ulang berbasis peta BPN tahun 2015 dan tidak harus membuat warga was-was karena merasa haknya dirampas oleh negara," pungkasnya.
Hasim juga mengingatkan kepada para pihak yang berkepentingan terkait kondisi di lapangan jika rakyat punya penilaian yang sangat tajam dalam merespon perubahan peta penguasaan lahan hasil PTSL Oktober 2022 . Hasil PTSL tersebut disebutkan dengan jelas merugikan mereka.
Jika merujuk surat yang diterima dari perwakilan warga, maka telah terjadi perampasan tanah masyarakat oleh Perhutani. Dalam surat tersebut juga berisi beberapa tuntutan di antaranya, kembalikan tanah rakyat di dusun Cidahu seluas 99,6402 hektare yang dirampas oleh perhutani.
Dan tuntutan kedua adalah terbitkan dokumen resmi BPN, termasuk di antaranya peta tanah yang menyatakan bahwa tanah di kedusunan cidahu seluas 99,6402 hektare yang saat ini masuk pada peta tanah kawasan penguasaan perhutani adalah tanah dalam penguasaan rakyat kedusunan Cidahu Desa Tanjungsari Kecamatan Jampangtengah Kabupaten Sukabumi.
(akn/ega)