Jejak Reni, Korban TPPO Asal Sukabumi Ditemukan di Guangzhou China

Jejak Reni, Korban TPPO Asal Sukabumi Ditemukan di Guangzhou China

Siti Fatimah - detikJabar
Kamis, 18 Sep 2025 14:00 WIB
Little girl suffering bullying raises her palm asking to stop the violence
Ilustrasi TPPO. Foto: iStock
Sukabumi -

Dua bulan penuh keluarga Reni Rahmawati (23), warga Cisaat, Kabupaten Sukabumi, menahan cemas. Tanpa kabar, jejak Reni akhirnya terendus ribuan kilometer dari kampung halaman, di Guangzhou, China.

Reni diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Korban disebut disekap, dijadikan pelampiasan nafsu, hingga keluarganya diminta menyiapkan uang tebusan Rp200 juta untuk bisa memulangkannya ke tanah air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepupu iparnya, Sigit (40) menceritakan awal mula kabar itu terkuak. Korban sempat mencuri-curi waktu untuk memberikan kabar kepada keluarganya di Sukabumi.

"Pertama kan di Xiamen, ternyata di sana cuma rumah singgah. Dari sana baru ke Guangzhou, di sanalah rumahnya orang China itu," kata Sigit kepada detikJabar, Kamis (18/9/2025).

ADVERTISEMENT

Menurut Sigit, keluarga sempat melapor ke Kementerian Luar Negeri agar Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) bergerak. Upaya itu membuahkan hasil.

"Biar bisa ditemukan alamat Reni, dia pelan-pelan ngasih alamat. Sudah ketemu alamatnya, pihak kepolisian China pun merapat," ujarnya.

Ketika polisi datang, Reni ditemukan dalam keadaan sehat namun dikurung di sebuah kamar. Polisi Tiongkok langsung memeriksa Reni dan seorang pria asal China yang mengaku telah menikahinya secara sah.

"Polisi China nanya ke Reni, dan dia mengelak. Dia bilang di sini bukan sebagai istri. Dia datang karena agen lokal di Indonesia mau mempekerjakan," terang Sigit berdasarkan cerita korban.

KJRI kemudian memastikan status hukum Reni. Pihaknya sempat menghubungi Sigit dan menanyakan kronologi kepergian Reni hingga dugaan TPPO.

Senada dengan Reni, Sigit juga menyebut bahwa ia tidak menikah dengan To Chao Cai. Korban disebut dijebak, dinikahkan secara paksa dan dibawa ke China dengan modus awal sebagai pekerja asisten rumah tangga.

"Pernikahan sah di Indonesia harus ada orang tua kandung, keluarga, dan catatan nikah. Orang tua justru merasa kehilangan Reni, sudah dua bulan baru dapat kabar," kata Sigit.

Pihak KJRI menegaskan pada kepolisian setempat bahwa pernikahan itu tidak legal karena tak memiliki dokumen resmi. Keluarga kini menyiapkan advokat dan menunggu kepastian hukum. Polisi dan KJRI disebut terus berkoordinasi dengan aparat Tiongkok untuk memproses dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Sebelumnya diberitakan, kasus itu pertama kali terungkap saat korban mengirimkan pesan teks kepada ibunya. Dalam pesan itu, korban mengaku sedang berada di China dan disekap. Ia bahkan sempat mengirimkan lokasi keberadaannya yang menunjukkan benar berada di negeri tirai bambu tersebut.

"Ada chat masuk, itu ke ibunya ya. 'Bu, Neng lagi di Cina. Tolong, disekap'. Awalnya keluarga tidak percaya. Tapi setelah share location, ternyata memang di Cina. Dari situlah kami yakin kalau dia jadi korban perdagangan orang," jelas Sigit.

Yang lebih memprihatinkan, korban ternyata tidak mendapatkan gaji sama sekali. Ia hanya diberi makan seadanya agar tetap bisa bertahan hidup. Bahkan, ketika korban menyatakan keinginannya untuk pulang ke Indonesia, pihak yang menahannya justru meminta tebusan Rp200 juta.

"Kata orang di sana, kamu sudah saya beli. Kalau mau pulang, bayar dulu Rp200 juta. Itu yang bikin kami semakin panik," kata dia.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads